Oleh Anonym *)
Semarak.co – “Indonesia tidak kekurangan orang pintar tapi kekurangan orang yang awas!” kata batin saya menanggapi temuan dan kejanggalan anggaran Pemkot Tanggerang Selatan (Tangsel) yang tengah menjadi viral.
“Saya melanjutkan sinyalemen yang pernah disampaikan Mas Kasino Warkop almarhum, yang menyatakan “Indonesia tidak kekurangan orang pintar – Indonesia kekurangan orang jujur,” katanya.
Seorang yang awas yang saya maksud itu sungguh mengejutkan. Dia bukan ekonom, dia bukan aktifis, bukan auditor – bahkan selama ini terkesan “apolitis”, sebab dia seorang artis, mantan penyanyi cilik.
Dia adalah Leony Vitria Hartanti – anggota ‘Trio Kwek Kwek’ di tahun 2003 bersama Dhea Ananda dan Alfandy Cahyono. Mendadak saja, Leony menyoroti Laporan Keuangan Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tahun 2024 yang mencapai 520 halaman
Setelah senewen lantaran dipalak pajak bea balik nama untuk rumah warisan orangtuanya. Dan – ‘Voila!’ – hasilnya mengejutkan. Leony berhasil membongkar anggaran Pemkot Tangsel pada 2024 yang menembus Rp 5 triliun berikut pendapatan dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) Pemkot Tangsel menyumbang Rp 733 miliar.
Dia menelisik total 127 program di dalamnya. Betapa terkejutnya Leony, ketika melihat susunan yang janggal pada anggaran program Pemkot Tangsel – yang tentulah sudah disetujui DPRD-nya dan diAcc oleh BPK dan instansi pengawasan anggaran terkait.
Diungkapkan oleh Leony: “Rp 1,8 triliun buat barang dan jasa termasuk bayarin perjalanan dinas Rp 117 miliar dalam satu tahun. Beli alat tulis kantor Rp 38 miliar? Kertas dan cover Rp 6 miliar? Mohon maaf itu beli ATK atau pabriknya?” katanya, emosi.
Leony juga menemukan, anggaran suvenir senilai Rp 20,48 miliar, biaya perjalanan dinas yang mencapai Rp 117 miliar, serta biaya makan minum rapat hingga pakaian dinas yang nilainya tembus puluhan miliar rupiah.
Alokasi untuk pos suvenir yang mencapai Rp 20,48 miliar mengalami kenaikan 51,94 persen dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 13,48 miliar. Menurut Leony, angka tersebut tergolong fantastis bila dibandingkan dengan kebutuhan lain yang lebih mendesak.
Kejanggalan berikutnya adalah anggaran untuk makan dan minum rapat yang mencapai Rp 60 miliar sepanjang 2024. Bagi Leony, angka ini jelas tidak masuk akal. Leony juga mengulas perbandingan anggaran perjalanan dinas dan pemeliharaan infrastruktur.
Dalam laporan itu, perjalanan dinas mencapai Rp 117 miliar. Sementara untuk pemeliharaan jalan, jaringan, dan irigasi hanya dialokasikan Rp 731 juta.
“Nah uang pajak dari rakyat untuk rakyat kan berarti ini ya yang beban pemeliharaan jalan, jaringan, dan irigasi Rp 731 juta aja ceunah,” tulisnya.
Leony juga menyoroti alokasi bantuan sosial (bansos) yang hanya Rp 136 juta. Jika dibagi dengan data jumlah masyarakat miskin di Tangsel yang mencapai 43.330 jiwa, yang artinya “setiap orang hanya mendapat setara satu bungkus mi instan per tahun”!
Sektor pendidikan tak lolos dari sorotan Leony. Dari total anggaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp 860 miliar, belanja pegawai tercatat Rp 479 miliar. Namun, alokasi itu ternyata tidak berdampak langsung pada kesejahteraan guru honorer.
Leony membagikan pesan dari seorang warganet yang mengaku sebagai istri guru honorer. Dalam pesannya disebutkan, sang suami hanya menerima honor Rp 500.000 setiap tiga bulan sekali.
“Nih real ya! Anggaran belanja jasa itu enggak nyampe tepat sasaran!!” tulis Leony menanggapi pesan DM tersebut.
Leony menegaskan bahwa langkah ini ia lakukan sebagai warga Tangsel yang ingin tahu ke mana uang pajak masyarakat dialokasikan.
“Sesuai request ya.. bikin konten research dulu dan sesuai data. Saya mau lihat nih uang pajak kita ke mana, karena saya warga Tangsel,” tulis Leony dalam unggahannya, Jumat (19/9/2025).
Leony – lulusan Fak Psikologi Universitas Pelita Harapan itu – mempertanyakan pada rincian anggaran Pemkot Tangsel yang menaruh untuk program peningkatan peran partai politik dan lembaga pendidikan melalui pendidikan politik dan pengembangan etika serta budaya politik pada nomor 124 dengan nilai Rp 51 miliar.
Terakhir, Leony mengungkap soal penyusunan dokumen perencanaan peringkat daerah. “Sekali meeting bajetnya Rp 494 juta,” tutupnya.
Fakta fakta yang dibeberkan Leony sungguh ironi dengan pencapaian Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) yang baru saja meraih peringkat pertama dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah se-Provinsi Banten pada Triwulan II Tahun Anggaran 2025.
Pemkot Tangsel meraih nilai 85,79 dengan predikat sangat baik, mengungguli Kota Tangerang dengan poin 84,30 dan Kabupaten Tangerang dengan nilai 80,31.
Prestasi ini dibanggakan sebagai petunjuk adanya komitmen Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan serta aset daerah, mengutip pernyataan Billy – selaku Sekretaris Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Tangsel, pada Rabu (17/09/2025).
Dia menambahkan, penghargaan ini bukan hanya sebuah apresiasi, tetapi juga tantangan untuk terus mempertahankan dan meningkatkan kualitas kinerja terus menerus.
MENANGGAPI temuan Leony, warga Tangsel – yang bukan auditor tapi awas – kita bertanya: sudah berapa lama skandal ini terjadi. Bagaimana mungkin wakil rakyat dan pejabat kota bisa begitu nyaman tidur di atas kasur angka-angka yang timpang ini?
Apakah karena mereka tahu bahwa prosedur hukum melindungi mereka. Selama dokumen lengkap, selama audit tidak menemukan “kesalahan material”, selama rapat paripurna berjalan dengan absah, maka semua baik-baik saja?
Pertanyaan berkembang, apakah hanya ada di Tangsel model penganggaran seperti ini ? Apakah itu juga tidak terjadi di Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten dan bahkan di Pemerintahan Provinsi Banten? Bahkan di Indonesia?
Terima kasih Leony. Kekesalanmu pada pemalakan pajak balik nama rumah warisan telah mendorongmu untuk kreatif dan awas dan menagih balik : untuk apa uang pajak yang selama ini disetorkan kepada negara, dan bagaimana para pejabat dan wakil rakyat – notabene wakil rakyat – memanfaatkannya.
LKPD – Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2024 yang tebalnya 520 halaman cukup melelahkan untuk menyimaknya, lembar demi lembar. Tetapi yang lebih melelahkan adalah ironi yang membusuk di balik angka-angka itu.
Bagi warga Indonesia umumnya – Tanggerang Selatan khususnya – ini bukan sekadar “salah catat”, melainkan soal keadilan: mengapa uang rakyat dipakai untuk memanjakan pejabat, sementara kebutuhan dasar publik diperlakukan sebagai catatan kaki?
Saudaraku semua, jangan biarkan Leony sendirian! “The Power of Netizen” tidak main main. Kita telah menjadi pilar ke empat demokrasi – menggantikan media (pers) yang sedang sekarat.
Saatnya bertindak!
Ayo bantu Leony!
*) penulis belum ditemukan, jika kelak ditemukan klaim sebagai penulis otomatis dilakukan koresksi. Redaksi
Sumber: WAGroup Politik “AmarMàkrufNahiMungkar” dan Hiburan (postSenin22/9/2025/)