Masuk Musim Dingin, ACT Siapkan Bantuan Bagi Muslim Uighur di Turki

Dewan Pembina Aksi Cepat Tanggap, Syuhelmaidi Syukur (kiri) bersama Papang Hidayat selaku Peneliti Amnesty International (kanan) di Jakarta. Foto: internet

Tim Global Humanity Response (GHR) atau Aksi Cepat Tanggap (ACT) akan menyiapkan bantuan kemanusiaan yang segera disalurkan untuk diaspora muslim Uighur di Turki melalui link https://bit.ly/donasikemanusiaan, Desember tahun ini.

semarak.co -Perwakilan Tim GHR-ACT Firdaus Guritno mengatakan, selain bantuan musim dingin, ACT telah berkomitmen mendukung kehidupan diaspora Uighur.

Bantuan kemanusiaan yang diberikan beragam, lanjut Firdaus, termasuk dukungan untuk madrasah-madrasah tempat guru dan anak-anak Uighur belajar dan mengajar, biaya hidup keluarga yatim dan prasejahtera, serta beaguru.

“ACT sedang dalam proses persiapan implementasi bantuan musim dingin berupa bahan bakar dan paket pangan untuk diaspora, terutama anak-anak yatim Uighur di Turki. Saat malam hari, kota-kota di Turki bisa mencapai suhu minus lima derajat Celsius,” terang Firdaus di Makassar, Senin (23/12/2019).

Dewan Pembina ACT Syuhelmaidi Syukur mengatakan, sejauh ini ACT terus melakukan kerja-kerja kemanusiaan untuk mendukung kehidupan diasapora Uighur. Sejak tahun 2017, ACT sudah membantu diaspora Uighur yang menjadi diaspora di Turki, Uzbekistan, dan Kazakhstan.

“Dalam konteks kemanusiaan, kita membantu diaspora anak-anak yatim Muslim Uighur di manapun berada sebagai bentuk kepedulian dan dukungan. Bantuan yang diberikan ACT meliputi beasiswa, beaguru, bantuan hidup anak-anak dan keluarga dari anak yatim, kurban, dan bantuan musim dingin,” rinci Syuhelmaidi.

Dukungan untuk minoritas Uighur yang menerima diskriminasi tidak berhenti pada bantuan kemanusiaan. ACT pun mengajak seluruh pihak yang memiliki kepakaran di bidang hak asasi manusia untuk menuntaskan masalah Uighur sampai ke akar.

“Agar kasus ini tidak hanya berulang, tapi selesai. Kita berjuang untuk Uighur sebagaimana mendukung hak-hak penduduk Palestina dan pengungsi Rohingya,” tegas Syuhelmaidi.

Menurut riset Amnesty International, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang sistemik telah dilakukan Pemerintah China atas muslim minoritas Uighur di China.

Peneliti Amnesty International Papang Hidayat mengatakan, peran itu juga dapat diwakilkan lembaga kemanusiaan yang telah memiliki pengalaman dan koneksi mendunia seperti ACT.

“Akibat diskriminasi yang sistemik dari Cina, beberapa dari mereka (orang Uighur) keluar mencari suaka. Ketika mereka keluar dari tempat tinggalnya, mereka hidup sangat minimalis, di situlah saya kira ACT berperan penting,” ungkap Papang.

Papang beranggapan, peran lembaga kemanusiaan yang mempunyai koneksi mendunia, termasuk dalam isu Uighur. “ACT justru bisa menjadi jangkar karena punya koneksi,” katanya.

Menurut Papang, ACT dapat mereplikasi pengalaman saat menangani ratusan ribu pengungsi Rohingya yang keluar dari Rakhine menuju Cox’s Bazar 2017 lalu. Sekitar satu juta orang kelompok minoritas yang sebagian besar kelompok muslim dan etnis Uighur, termasuk orang-orang Kazakh dan Tajikistan, ditahan di kamp yang oleh pemerintah disebut kamp pendidikan ulang.

Indonesia diharap mengambil peran terkait penegakan hak asasi manusia di dunia internasional, mengingat Indonesia juga memiliki dasar hukum Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Hingga saat ini, bantuan kemanusiaan untuk diaspora muslim Uighur menjadi dukungan regular yang diberikan ACT sejak Desember 2018,” tutup Syuhelmaidi. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *