Masalah Kuantitatif atau Kualitatif TKA dari China

Grafis sebagai ilustrasi penolakan kedatangan TKA asal China. Foto: ist

Oleh Asp Andy Syam *

semarak.co-Mengapa Presiden Jokowi merasa keberatan di sebut antek asing? Viral video Tik Tok dimana Presiden Jokowi membela diri disebut antek asing karena soal TKA (Tenaga Kerja Asing) China yang masuk di Indonesia.

Bacaan Lainnya

Dia berbicara secara kuantitatif tentang TKA dari China dengan membandingkan jumlah TKA Indonesia yang bekerja di China, Hongkong, dan Taiwan. Di jelaskan dengan narasi dan data bahwa TKA yang bekerja di Indonesia hanya 0,03 % kok ributnya kayak diserbu justru orang kita yang bekerja di China ada 80.000 orang.

Di Hongkong 160.000. Di Taiwan 200.000. Jadi total 440 000 orang. Berarti orang sana itu antek Indonesia kalau bicara entek antekan. Presiden Jokowi ada benarnya melihat secara kuantitatif dengan membandingkan pekerja Indonesia di China, Hongkong dan Taiwan.

Tapi belum transparan, sejak delapan tahun ini kekuasaan Presiden Jokowi, berapa sesungguhnya TKA China yang telah masuk dan bekerja di Indonesia dan dimana saja mereka bekerja? Itu perlu penjelasan yang sejelas-jelasnya agar tidak ada yang mengeksploitasi secara politik dengan kata kata diserbu seperti Presiden Jokowi katakan.

Kalau tidak transparan, hal ini menimbulkan perasaan was was, hati- hati? Padahal masalah TKA itu adalah masalah kualitatif bukan hanya masalah perbandingan kuantitatif seperti kata Presiden Jokowi. Kalau di China, Hongkong dan Taiwan mereka membuka lowongan TKA dari Indonesia, karena tidak ada pekerja atau buruh lokal yang mau melakukan pekerjaan itu yaitu jadi Pembantu Rumah Tangga (PRT).

Maka didatangkanlah PRT dari Indonesia, pada umumnya wanita status janda atau wanita bersuami dari Pulau Jawa karena minimnya lapangan kerja. Sebenarnya keadaan ini mestinya memalukan bagi pria Indonesia, yang mestinya memikul tanggung jawab dalam keluarga dan sebagai pengayom isteri dan anak anaknya.

Tapi apakah rasa malu itu ada, ketika keadaan ekonomi terjepit. Dibutuhkan suatu semangat kebangkitan baru bagi kaum pria Indonesia! Makin hari jumlahnya PRT itu yang bekerja di manca negara, makin banyak hingga mencapai puluhan hingga ratusan ribu. Tentu merasa bahagia bisa kerja jadi PRT di Luar Negeri.

Makin besar jumlahnya menunjukkan kegagalan negara menyediakan lapangan kerja di Indonesia. Adakah pemimpin Indonesia merasa malu dan prihatin, kaum wanita Indonesia sebagai tiang negara sebagai pendidik generasi baru, malah sibuk jadi TKW di luar negeri.

Menujukkan pemimpin bangsa ini semakin tipis perasaannya dan harga diri bangsa dibiarkan terkoyak koyak. Katanya negara Indonesia kaya raya, tapi kenapa wanitanya sibuk jadi TKW di mancanegara. Suatu keadaan yang mempritahatinkan bagi kemajuan masa generasi Indonesia.

Salah satu solusi agar wanita Indonesia tidak lagi bekerja sebagai TKI-W pembantu di luar negeri adalah dengan mendorong poligami, dan jadi sponsor poligami adalah para pejabat negara (DPR) yang punya tunjangan jabatan besar. Juga perlunya subsidi negara pada pria yang melakukan poligami seperti di negara negara Timur Tengah.

Selanjutnya, melihat TKA China yang datang di Indonesia mulai dari level Pimpinan hingga buruh buruh kasar seperti diberitakan ada level tukang las dll. Artinya pekerjaan buruh buruh kasar itu adalah pekerjaan yang bisa dilakukan oleh buruh Indonesia.

Artinya kedatangan TKA China itu mengambil lowongan kerja yang seharusnya untuk buruh Indonesia. Juga pernah diberitakan di Medsos bahwa investasi proyek proyek tambang yang digarap Perusahaan China di Kalimantan dan Sulawesi mempekerjakan TKA dari China 90 % dan buruh Indonesia cuma 10 %, apa betul?

Kalau hal itu betul, sungguh pemimpin bangsa ini kehilangan nasionalisme dalam membela kepentingan rakyatnya. Tentu malu kalau disebut antek asing, tapi tidak sadar pada kebijakannya yang merugikan kepentingan nasional (buruh Indonesia) demi kepentingan asing.

Bandingkan dengan investasi Perusahaan Jepang, Korea, Inggris, Amerika, dll, hanya mempekerjakan tenaga ahli yang sangat terbatas (sekitar 10- 15 %) dari total tenaga kerja dan selebihnya untuk pekerja dan buruh Indonesia.

Cita cita tertinggi bernegara yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia akan terhalangi kalau cara cara pengelolaan negara melalui investasi asing tidak melindungi atau menyediakan lapangan kerja bagi buruh Indonesia.

Bangsa dan negara ini menolak rasialisme, demi persatuan dan universalisme, tapi juga perlu tegak pada kepentingan nasionalnya terutama buruh Indonesia dan bukan mengorbankan kepentingan nasional demi melayani kepentingan buruh asing. Karena itu, perlunya para pemimpin Indonesia menjiwai alinea ke IV pembukaan UUD 1945.

Di sana ada kalimat melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia Itulah antara lain tujuan kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya perlindungan secara pertahanan keamanan pada bumi, udara dan laut serta kekayaan alamnya, tapi juga kesejahteraan rakyat Indonesia mesti di lindungi.

Karena itu, mesti di akhiri, dan jangan lagi ada perampasan kesempatan kerja bagi buruh Indonesia oleh TKA asal China kalau para pemimpin bangsa ini masih punya perasaan nasionalisme dan kebanggaan Indonesia. Membiarkan masalah itu, sewaktu waktu bisa jadi bom waktu yang membahayakan kelangsungan bangsa dan negara.

Save Indonesia

Hikmahjalan

Kearifan Kepemimpinan

Peduli Kepemimpinan Bangsa. 08/06/22

 

sumber: WAGroup Keluarga Alumni HMI MPO (postRabu8/6/2022/samsyam)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *