Penasehat negara Myanmar Aung San Suu Kyi, satu di antara beberapa pejabat penting Myanmar yang disebutkan dalam kasus kejahatan terhadap Muslim Rohingya.
Itu jadi yang pertama kalinya seorang peraih Nobel menjadi sasaran gugatan kasus yang diajukan di Argentina itu. Rohingya dan kelompok hak asasi manusia Amerika Latin mengajukan gugatan di Argentina Rabu (13/11/2019), di bawah prinsip yuridiksi universal, sebuah konsep hukum yang diabadikan dalam undang-undang di banyak negara.
Alasannya, beberapa tindakan, termasuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, sangatlah mengerikan sehingga tidak spesifik untuk satu negara dan dapat diadili di mana saja.
“Pengaduan itu mencari sanksi pidana atas para pelaku, kaki tangan, dan penutupan kasus genosida. Kami melakukannya melalui Argentina karena mereka tidak memiliki kemungkinan mengajukan pengaduan di tempat lain,” kata pengacara Tomas Ojea dilansir AFP.
Tuntutan itu meminta para pemimpin militer dan politik terkemuka, termasuk kepala militer Min Aung Hlaing dan pemimpin sipil Suu Kyi menghadapi keadilan atas ancaman eksistensial yang dihadapi oleh minoritas Muslim Rohingya.
“Selama beberapa dekade, pihak berwenang Myanmar telah mencoba memusnahkan kami dengan membatasi kami di ghetto. Memaksa kami meninggalkan negara asal kami dan membunuh kami,” kata Tun Khin, Presiden Organisasi Rohingya Burma Inggris (BROUK) yang dikutip Guardian.
Pengadilan Argentina telah menangani kasus-kasus yurisdiksi universal lainnya. Salah satunya adalah yang terkait dengan pemerintahan mantan diktator Francisco Franco di Spanyol dan gerakan Falun Gong di Tiongkok.
Myanmar menghadapi tekanan hukum di pengadilan-pengadilan di seluruh dunia atas kasus pengusiran Muslim Rohingya pada 2017. Kasus terpisah diakukan pada Senin (11/11/2019) terhadap Myanmar oleh Gambia di pengadilan tinggi PBB di Den Haag.
Ojea mengatakan dia berharap surat perintah penangkapan internasional akan dikeluarkan sebagai hasil dari gugatan tersebut. Namun, kejahatan genosida tidak secara khusus dimasukkan karena tidak ada dalam hukum pidana Argentina. (net/lin)
sumber: indopos.co.id