Duit haram terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi Bupati nonaktif Kapuas Ben Brahim S Bahat diduga mengalir ke lembaga jajak pendapat atau survei Indikator Politik Indonesia. Informasi itu diulik dengan memeriksa Direktur Keuangan PT Indikator Politik Indonesia Fauny Hidayat, Senin, 26 Juni 2023.
semarak.co-Juru bicara bidang penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri enggan memerinci total uang untuk survei Indikator Politik Indonesia. KPK meyakini informasi ini berkaitan dengan kasus Ben.
“Diperiksa diantaranya pendalaman soal aliran uang di antaranya yang juga dipergunakan untuk pembiayaan polling survei pencalonan kepala daerah terhadap tersangka dan istrinya (mantan anggota DPR Ary Egahni),” kata Ali melalui keterangan tertulis, Selasa (27/6/2023) dilansir medcom.id/27 Juni 2023 13:08 di laman pencarian google.co.id, Rabu (28/6/2023).
Ben ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini bersama dengan istrinya sekaligus anggota DPR Ary Egahni. Keduanya diduga menerima banyak fasilitas dan uang dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) maupun pihak swasta di Kabupaten Kapuas.
Fasilitas dan uang itu digunakan untuk biaya operasional pencalonan bupati untuk Ben. Ary juga memanfaatkan duit panas itu untuk maju sebagai anggota legislatif. Dalam kasus ini, Ben turut diduga menerima suap pengurusan izin lokasi perkebunan. Pasangan suami istri itu diduga telah menerima uang Rp8,7 miliar dalam perkara ini.
Atas perbuatannya Ben dan Ary disangka melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sebelumnya pun telah diberitakan tribunpekanbaru.com – Rabu, 29 Maret 2023 15:04, dua lembaga survei Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia diduga menerima aliran uang hasil korupsi Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat demi kepentingan kampanye dia dan isteri di Pemilu.
Temuan itu didapatkan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat dan Istrinya selaku anggota DPR RI, Ary Egahni. Mereka mengaku jika sebagian hasil uang yang mereka korupsi digunakan untuk membayar lembaga survei Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia.
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya menemukan aliran dana korupsi untuk membayar dua lembaga survei tersebut dari pemeriksaan. “Sejauh ini, informasi yang kami terima dari hasil pemeriksaan betul ya (uang korupsi untuk bayar Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia),” kata Ali saat dihubungi kompas.com, Rabu (29/3/2023).
Meski demikian, kata Ali, KPK masih perlu mendalami lebih lanjut mengenai aliran dana hasil korupsi tersebut. Nantinya, persoalan itu akan ditelisik oleh tim penyidik dalam proses hukum yang sedang berjalan.
Adapun uang untuk membayar lembaga survei itu diduga bersumber dari pos anggaran resmi yang ada di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas dan beberapa pihak swasta.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, uang yang diterima Ben Brahim dan istrinya mencapai Rp 8,7 miliar. “Mengenai besaran jumlah uang yang diterima Ben Brahim dan Ary sejauh ini sejumlah sekitar Rp 8,7 miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar 2 lembaga survei nasional,” kata Johanis dalam konferensi pers di KPK, Rabu (29/3/2023).
Dalam perkara itu, Ben Brahim juga diduga menerima fasilitas dari berbagai SKPD di Kapuas. KPK juga menduga istri Ben Brahim, Ary diduga aktif ikut campur dalam urusan Pemkab Kapuas. Salah satunya dengan memerintahkan Kepala SKPD memenuhi kebutuhan pribadinya. “Dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah,” ujar Tanak.
Selain itu, uang panas itu juga digunakan Ben Brahim untuk biaya operasional saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas dan pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah, “Termasuk untuk keikutsertaan Ary Egahni yang merupakan istri Ben Brahim dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI di tahun 2019,” tutur Tanak.
KPK kemudian mengumumkan Ben Brahim dan istrinya, Ary sebagai tersangka dugaan korupsi. Keduanya ditahan per Selasa (28/3/2023). Kompas.com telah menghubungi irektur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda dan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi untuk meminta tanggapan. Namun, hingga berita ini ditulis keduanya belum merespons. (net/med/tbc/smr)