Oleh Tarmidzi Yusuf *
semarak.co-Inilah susahnya hidup di negeri yang mengebiri demokrasi. Ngomongnya seolah orang baik padahal raja tukang tipu. Bagi-bagi dan lempar-lemparan sembako. Anehnya lagi banyak rakyat menganggap sebagai orang baik. Tertipu oleh pencitraan. Wajah ndeso. Kelakuan durno.
Kebohongan yang sering dipertontonkan marak ditengah masyarakat merupakan kesengajaan yang disebarkan oleh seseorang atau kelompok tertentu untuk mendatangkan keuntungan bagi kelompok dan barisannya. Kebohongan yang diulang-ulang dan disebarkan secara terus menerus secara masif dapat menjadi persepsi kebenaran di tengah masyarakat.
Pembenaran yang menipu. “Memaksa” rakyat untuk mempercayai hasil pemilu yang direkayasa. Lembaga survei sebagai penggiring opini dan pembenaran. Lembaga survei juga sebagai produsen kebohongan.
Presiden raja bohong. Disiarkan kebohongan secara terus menerus sehingga rakyat menganggapnya sebagai kebenaran. Kebenaran yang menipu seluruh rakyat Indonesia. Contoh adalah hasil survei elektabilitas calon presiden dan partai politik. Tiap hari kita disuguhi hasil survei yang tak jelas respondennya itu.
Inilah bagian dari fenomena timbulnya kecenderungan untuk mempercayai informasi yang salah sebagai suatu kebenaran, setelah adanya proses repetisi atau pengulangan. Rakyat dipaksa percaya hasil survei. Penggiringan opini publik bahwa apapun hasil pemilihan umum calon presiden dan partai politik tertentu pemenangnya.
Padahal fakta berbicara lain. Rakyat dipaksa percaya. Lihatlah partai terkorup selalu unggul hasil survei. Hampir tak ada pengaruhnya dengan skandal korupsi yang dilakukan kadernya. Rakyat harusnya sadar. Boikot partai politik sarang koruptor. Saatnya Indonesia tanpa partai koruptor.
Jakarta, 1 Dzulqa’dah 1444/21 Mei 2023
*) Kolumnis
radaraktual.com/May 21, 2023 di WAGroup WAGroup ISLAM DAN NKRI HARGA MATI (postSenin22/5/2023/arman)