Lakukan Perbaikan Kualitas Pembiayaan, Mandiri Syariah Akan Lanjutkan di 2019

Direktur Utama Mandiri Syariah Tony E. B. Subari (ketiga dari kiri) didampingi para direksi usai paparan kinerja perusahaan. Foto: Heryanto

PT Bank Syariah Mandiri (BSM) atau Mandiri Syariah melakukan perbaikan pada kualitas pembiayaan selama 2018. Salah satunya dengan menekan angka rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF). Kualitas pembiayaan bisa ditekan berkat penyaluran pendanaan yang tak serampangan.

Direktur Utama Mandiri Syariah Tony E. B. Subari mengatakan, rasio NPF turun menjadi 3,28 persen dari 4,53 persen yoy (year on year) pada 2017 menjadi 3.28 persen pada 2018. Sementara NPF nett tercatat turun menjadi 1,56 persen dari 2,17 persen pada 2017.

“Perseroan akan terus memperbaiki kualitas dengan selektif pada penyaluran pembiayaan yang lebih cepat. Untuk itu, kami akan melanjutkan perbaikan kualitas itu, tahun ini. Ada beberapa sektor yang dipilih, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur,” ujar Toni dalam paparan kinerja keuangan perusahaan di gedung Mandiri Syariah, Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (11/3).

Bank Mandiri Syariah, lanjut Toni, menargetkan angka NPF gross bisa ditekan hingga di bawah 3 persen. “Insya Allah turun di kisaran 2,5 persenlah. Mandiri Syariah akan melakukan strategi untuk menekan NPF, seperti restrukturisasi. Ada juga pembiayaan yang sudah dipulihkan.

Dengan capaian ini, Tony percaya bisa meraih laba hingga naik 60 persen tahun ini. Karena pekerjaan rumah pihaknya tentang NPF sudah rampung. “Kalau bicara soal NPF, rasanya sudah selesai, dua tahun ini sampai 2018,” imbuhnya.

Direktur Finance and Strategy Mandiri Syariah Ade Cahyo Nugroho mengatakan, yang turun signifikan itu dari segmen wholesale. Segmen ini mengalami perbaikan dari tahun lalu. “Yang kurang bagus dulu kan komersial dan business banking. Dua hal ini yang diperbaiki. Kami ingin kualitas (pembiayaan) komersial bagus,” imbuh Ade.

Dari sisi pembiayaan, rinci Ade, sampai dengan akhir 2018 Mandiri Syariah menyalurkan sebesar Rp 67,75 triliun. Jumlah ini tumbuh 11,63 persen dibanding Rp 60,69 triliun pada akhir 2017. Berkat peningkatan ini, sebut dia, total aset bank mengalami kenaikan 11,83% menjadi Rp 98,34 triliun.

“Pembiayaan segmen ritel mencatatkan pertumbuhan paling tinggi yakni tumbuh sebesar 15,49 persen dari semula Rp 34,59 triliun per akhir 2017 menjadi Rp 39,95 triliun per akhir 2018,” ungkapnya.

Sementara pembiayaan segmen wholesale (korporat dan komersial) tumbuh 6,5 persen yoy. Dari Rp 26,1 triliun, akhir 2017 menjadi Rp 27,79 triliun, akhir 2018. Tahun ini, segmen Ritel akan tetap menjadi fokus utama pembiayaan. “Kita memang fokus di segmen ritel dan pertumbuhan selama 2018 ini sudah sesuai dengan strategi yang dicanangkan,” ujarnya.

Tentang laba, lanjut Toni, pihaknya optimistis naik 50-60 persen. Karena sudah on track. NPF sudah selesai. Ada lima sektor prioritas yang berdasar pada arah kebijakan pemerintah.

Laba tersebut salah satunya ditopang dari penurunan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar 8 persen secara tahunan atau susut Rp 150 miliar. “Biaya CKPN turun karena ada perbaikan kualitas pembiayaan, di 2019 ini masih ada peluang perbaikan CKPN karena NPF melandai,” tuntasnya. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *