Oleh Ishak Rafick *
semarak.co-Paparan Rocky Gerung ini menarik. Dia menunjukkan bahwa tim jkw-luhut-ganjar telah mengkapitalisasi pendukungnya, relawan, BUZZERRP, lembaga survey, dan konglo menjadi pasukan tempur. Rencana mereka matang, juga tajam mengawasi gerak lawan.
Langkah mereka terstruktur dan rapi dengan target capaian serta waktu terukur, plus logistik berlimpah. Mereka tahu kapan memporandakan pbb, ppp, pan, golkar, nasdem, demokrat, pks, dll. Kapan pula mesti menaklukkan megawati (pdip) dan melunakkan prabowo (gerindra).
Sekarang mereka telah mendapatkan apa yang mereka usahakan. Tinggal panen. Sementara lawannya masih naif dan bersikap seperti penjaga warung. Menanti terus… Menanti keajaiban… menanti Allah turun tangan dan memberi kemenangan seperti zaman nabi nuh, lut, musa, syuaib, isa dll.
Padahal zaman Nabi Muhammad SAW kemenangan harus direbut, direncanakan dengan baik dengan segala daya, target-target waktu dan capaian yang jelas. Para penjaga warung ini bekerja atau bertempur apa adanya dengan persiapan seadanya.
Tak berani buka mata telinga dan hati untuk mengawasi gerak pasukan musuh. Mereka pun bekerja tanpa limit waktu dan target capaian. Sementara wakil-wakil mereka di kabinet dan parlemen sudah berubah menjadi pencari nafkah biasa, pengabdi perut sendiri.
Nah, ketika terjadi pertempuran di ranah politik, maka nasib para penjaga warung tersebut sudah dapat dipastikan akan KEOK. “Ada Rapat Oligarki Digelar Rutin Bahas Ganjar,” ucap Rocky Gerung Endus Keterlibatan Lembaga Survei
Dilansir kontenislam.com – Pengamat Politik Rocky Gerung membeberkan, setiap pukul 04.20 WIB, ada rapat bersama oligarki, lembaga survei yang dihadiri menteri utama di sebuah ruangan di Istana.
“Dua hari lalu kita bahas terus-menerus bahwa setiap jam 04.20 di istana, dikumpulkanlah di situ lembaga survei oligarki, dan ada wakil oligarki untuk supply keinginan politik dan ekonomi dalam istana untuk menentukan apa headline yang mesti diajukan supaya headlinenya berguna, maka lembaga survei siap-siap kasih data tuh,” ucapnya dalam kanal YouTube-nya.
Hasil dari rapat itu kata dia, dibuat fabrikasi. Tujuannya untuk membuat publik gugup dan terus menekan Ketua Umum PDIP Megawati untuk mendeklarasikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Dia memastikan rakyat akan gugup melihat perkembangan dan mengetahui kepuasan rakyat terhadap Jokowi masih tinggi tapi tidak mungkin dicalonkan.
Olehnya, rakyat akan berpikir bahwa kepuasan rakyat terhadap Jokowi bisa dilanjutkan oleh Ganjar Pranowo. Rapat yang dilakukan istana itu, kata ahli filsafat ini, mencoba untuk menekan Megawati agar segera mendeklarasikan Ganjar.
“Dan itu harus cepat-cepat didengar oleh Ibu Mega. Ada ruang namanya ‘war room’ di istana itu yang mengevaluasi daily politik dan today isuenya adalah PDIP harus mengucapkan calonnya itu.
Jadi Ganjar dipush jauh-jauh. Sementara Anies tenang-tenang aja itu di daerah mondar-mandir dan tetap dapat dukungan relawan. Jadi fabrikasi yang kita pahami ini, tak lain dari fungsi dari uang saja, bukan fungsi dari etika politik,” tandasnya.
Apa yang dulu disampaikan Rocky Gerung ini sepertinya sudah tercapai tujuannya sekarang. Megawati resmi mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres yang diusung PDIP di Pilpres 2024 mendatang.
Lawan Anies Baswedan di Pilpres 2024 Amat Teramat Berat
https://kbanews.com/pilihan-redaksi/lawan-anies-baswedan-di-pilpres-2024-amat-teramat-berat/
YANG PERLU DIPERHATIKAN BAGI ANIES DAN CAPRES LAINNYA DILUAR CAPRES YANG DIDUKUNG REZIM OLIGARKI BAHWA PILPRES 2024: BUKAN SOAL SIAPA YANG CURANG, TAPI SIAPA YANG MENANG!
Mengacu Pilpres 2009 – 2019 sebab menangnya Jkw dan ini harus menjadi perhatian serius. Ada yang naif, masih berfikir tentang Pilpres yang jujur, adil dan mempersoalkan Pilpres curang. Padahal, sejatinya yang terpenting adalah siapa yang menang.
Tidak soal, dituduh menang dengan curang. Yang penting, berkuasa dan mendapatkan legitimasi kekuasaan. Lagipula, siapa Calon yang tidak curang? Pada hakekatnya, secara substansi maupun prosedur, semua calon curang. Hanya tingkat kecurangannya ada yang biasa, ada yang kelewat parah.
Pada akhirnya, yang kalah akan selalu menuduh pemenang melakukan kecurangan. Tidak ada calon yang kalah, kemudian mengakui kemenangan lawan secara jantan. Yang curang asal menang, nantinya juga bisa melakukan ‘Pencucian Dosa’ via Mahkamah Konstitusi.
Curang adalah tuduhan, mekanismenya silahkan ke MK. Setelah diputus sah sebagai pemenang oleh MK, maka label ‘curang’ hapus, dan akhirnya legitimate menjadi penguasa. Karena itu, kata kuncinya adalah menguasai KPU dan MK. KPU untuk mendapatkan status kemenangan.
MK untuk mendapatkan status Clear n Clean, legitimasi secara hukum telah sah memperoleh kemenangan. Lalu apa pentingnya suara rakyat? Saya katakan, sama sekali tidak penting. Lalu yang penting apa? yang penting adalah:
Pertama, kuasai lembaga survei untuk mengkondisikan psikologi rakyat bahwa dirinya adalah pemenang Pilpres.
Kedua, galang dukungan kelompok kepentingan (Ormas, Orpol, Stake Holder, Buzer) untuk menunjukan kemenangan itu real berbasis dukungan.
Ketiga, kuasai media massa untuk menancapkan halusinasi kemenangan hingga menjadi keyakinan publik karena diberitakan secara berulang.
Keempat, kuasai KPU untuk mendapatkan SK sebagai pemenang.
Kelima, kuasai MK untuk melegitimasi kemenangan yang diumumkan KPU.
Lalu di mana posisi pemilih? Hanya sebagai dalih bahwa kemenangan sudah diperoleh melalui Pemilu. Hanya dicucuk hidungnya untuk nyoblos, dimana hasilnya sudah ditetapkan sebelumnya. Saat selesai Pilpres, para elit akan berkonsolidasi berbagi kue kekuasaan.
Mereka tersenyum, karena mendapat jatah kekuasaan setelah sebelumnya bertarung keras sebagai lawan seteru. Tinggalah pemilih, rakyat yang terbelah, kalah dipenuhi amarah. Selanjutnya, kalah dalam pemerintahan sehingga selama lima tahun kedepan harus siap menjadi objek kezaliman. [].
*) Senator ProDEM
sumber: WAGroup 12.Jarnas Mileanies Sumut (postSabtu29/4/2023/yoyon)