Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7, Jumat besok (19/2/2021) akan menjadi ajang pertama bagi Presiden baru Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk bertatap muka dengan pemimpin negara-negara industri maju lainnya.
semarak.co-Pertemuan KTT G7 tahun ini akan digelar secara virtual oleh Inggris yang mendapat giliran menjadi Presiden G7. Dalam kesempatan itu Perdana Menteri (PM) Borris Johnson sudah menetapkan percepatan vaksinasi dan paket stimulus ekonomi sebagai agenda utama pembahasan.
Meski program imunisasi massal dan stimulus ekonomi ditetapkan sebagai agenda utama, namun rupanya Presiden Biden tetap mengagendakan masalah China untuk ikut dibahas juga.
“Pertemuan virtual dengan para pemimpin perekonomian pasar bebas akan membuka kesempatan bagi Presiden Biden untuk membahas perang melawan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi global,” demikian menurut keterangan pers Gedung Putih, Senin (15/2/2021).
Mengutip detik.com (Senin, 15 Feb 2021/17:31 WIB), kehadiran Biden ikut menyita perhatian publik. Sejauh ini dia belum membeberkan doktrin kebijakan luar negeri AS yang baru, terutama dalam menghadapi China.
Terpilihnya Joe Biden sebagai presiden AS menggantikan Donald Trump sempat ditanggapi secara positif oleh Beijing ibu kota China. Reaksi itu dianggap lazim, setelah berakhirnya masa jabatan Presiden Donald Trump yang penuh konflik. Namun suksesi di Washington tidak mengurangi benih perpecahan di antara kedua negara.
“Presiden Biden juga ingin mendiskusikan pentingnya arus investasi untuk memperkuat daya saing kolektif negara-negara G7 dan pentingnya memperbaharui regulasi global untuk menghadapi tantangan ekonomi seperti pada kasus China,” tulis Gedung Putih.
Sejak mulai menjabat 20 Januari 2021, Biden sudah membatalkan lusinan kebijakan pendahulunya. Trump membawa AS keluar dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Perjanjian Iklim Paris. Dia juga menarik dukungan AS dari Kemitraan Dagang Trans-Pasifik (TPP).
Akibatnya sebagian negara TPP, Jepang, Korsel, Australia dan ASEAN beralih meratifikasi perjanjian dagang bentukan China. Ketika diresmikan, Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) didaulat sebagai perjanjian perdaganfan yang terbesar di dunia.
Trump menuduh Beijing merawat praktik ekonomi yang tidak sehat seperti manipulasi mata uang atau pencurian atas kekayaan intelektual. Keluhan serupa disuarakan Biden saat berbicara dengan Xi Jinping, Rabu (10/2/2021) pekan lalu.
“Presiden menggarisbawahi kekhawatirannya tentang praktik ekonomi koersif dan tidak adil oleh Beijing,” tulis Gedung Putih dalam siaran pers usai percakapan pertama antara kedua kepala negara.
KTT G7 akan dihadiri Jepang, Kanada, Jerman, Italia, Prancis, serta dua lembaga tertinggi Uni Eropa, Dewan dan Komisi Eropa. Melalui pertemuan ini, PM Johnson ingin memperkuat citra Inggris pasca Brexit dan berjanji akan mengkoordinasikan upaya internasional memerangi pandemi.
“Lompatan quantum di sains telah memberikan kita vaksin yang dibutuhkan untuk mengakhiri pandemi ini,” kata dia. “Sekarang pemerintahan negara-negara di dunia bertanggung jawab bekerjasama untuk menggunakan vaksin ini sebaik-baiknya,” katanya.
Keberhasilan vaksinasi, kata Johnson, akan mempercepat pemulihan ekonomi. Hal ini juga ditegaskan Presiden Biden. Dia mendesak semua negara industri maju agar mempertahankan dukungan ekonomi bagi program pemulihan.
Pertengahan Januari 2021 lalu dia mengajukan paket stimulus ekonomi senilai USD 1,9 triliun yang antara lain diarahkan untuk meminimalisir dampak pandemi pada kelas menengah dan bawah.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen juga mengimbau negara-negara G7 agar tak segan mengucurkan dana stimulus. “Saatnya untuk belanja besar. Dukungan finansial yang kokoh akan menghasilkan pemulihan yang stabil dan berkelanjutan,” ucap Yellen.
Yellen juga menilai G7 harus bekerjasama dengan institut keuangan global, seperti Dana Moneter Internasional atau Bank Dunia, untuk menanggulangi dampak pandemi pada negara miskin.
Dia mengaitkan program pemulihan dengan upaya global memerangi perubahan iklim. “Kami memahami peranan krusial yang harus dimainkan AS dalam upaya iklim global,” kata dia. (net/dtc/smr)