Oleh Agusto Sulistio *
semarak.co-Sejatinya Rakyat Indonesia sangat baik juga sabar. Ditipu, dikorupsi bahkan digusur pun tetap taat ikuti perintah penguasa. Hal ini sudah tak perlu diperdebatkan lagi tentunya. Keadaan Rakyat jelang Ramadhan diiringi rasa bahagia sebab Ramadhan biasanya bagi Masyarakat bawah sebagai ajang berkumpul dan bersama jalankan saum, puasa Ramadhan.
Keadaan itu berubah. Perasaan dan pikiran warga menjadi sebaliknya. Sedih dan was-was. Tidak saja oleh karena mahalnya harga-harga pokok. Tidak saja karena bagian dari keluarganya telah pergi dipanggil Alloh SWT saat Covid melandai dahsyat medio Juni 2021, sehingga tak lagi bisa berkumpul dan jalankan ibdah saum bersama.
Salah satu yang paling menakutkan warga miskin tersebut adalah, besok Sahur pakai apa? Buka Puasa pakai apa? Pekerjaan sudah tak ada, apalagi uang. Sebelum krisis, dan sebelum pandemi Covid-19 tiba, mayoritas warga masih bisa silaturahim, berkunjung ke sanak famili. Ziarah ke makam Orang Tua, dikampung halaman atau di Ibukota.
Silaturahmi tahun lalu masih bisa dilakukan, sebab pekerjaan masih ada. Uang masih lumayan bisa di cari. Tapi hari ini sangat jauh berbeda. Susah, berat dan sangat sulit dapatkan rejeki. Bukan warga itu pemalas. Warga siap bekerja apapun. Tapi masalahnya siapa yang mau bayar keringat mereka?
Silaturahmi menjadi mahal ditengah keadaan serba sulit saat ini. Sebab ternyata Silaturahim memerlukan biaya. Akhirnya dengan terpaksa niat baik mengunjungi saudara, or tua dan ziarah ke makam Ortu ditiadakan.
Belum lagi warga harus memikirkan bayar sewa kontrakan gubuk sepetak, listrik dan internet. Maklum jaman sekarang beban sudah bertambah dengan adanya anak sekolah online. Untuk sekedar tidur di gubuk kontrakan, warga tak jarang menerima makian dan hinaan dari juragan kontrakan.
Tak peduli pagi, siang dan malam juragan kontrakan menagih dengan nada marah. Kasian lihat anak, wajahnya sedih, penuh takut, lesu dengan mata berkaca-kaca, saat ayah dan bundanya dimaki juragan kontrakan, juga kadang dept collector berbadan kekar bertato, akibat tak bisa bayar pinjaman online untuk beli beris, bayar listrik dan jajan anak-anaknya.
Rakyat tetap baik, tegar dan sabar. Hanya iman dan keyakinan agamanya yang memperkuat diri mereka. Hingga sampai hari ini warga masih tetap ada, hidup berdampingan, dari belas kasih saudara-saudara yang mampu, memberikan makanan yang salurkan ke Masjid, Gereja, Kelenteng hingga pinggir jalan.
Alhamdulillah. Masih ada orang-orang yang peduli. Hari ini hanya sehat, doa dan saling bantu sesama yang kami punya, disamping masih ada yang warga yang tidak sehat. Yang mampu membantu yang tak mampu.
Selanjunya bisa jadi yang mampu, dibantu oleh yang tak mampu. Dimandikan, disholatkan dan dimakamkan saat ajal tiba. Kebersamaan di tengah pandemi adalah kunci sukses melewati krisis yang telah ada jauh sebelum pandemi tiba.
Jakarta, 27 Maret 2022.
*) penulis The Activist Cyber/Pegiat Sosmed
sumber: WAGroup SAHABAT DUNIA AKHIRAT (postMinggu27/3/2022/agttheactivistcyber)