Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan terus berkoordinasi untuk mengajak perusahaan-perusahaan di Indonesia agar karyawan mereka diikutsertakan dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan yang diselenggarkan BPJS Ketenagakerjaan.
Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antarlembaga BPJS Ketenagakerjaan Ilyas Lubis mengatakan, sampai saat ini memang masih banyak perusahaan yang belum menjadi peserta. Sampai saat ini, jumlah anggota BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 49,5 juta dari 500 lebih perusahaan.
“Kami dan Kemnaker akan terus koordinasi ajak perusahaan-perusahaan itu,” ujar Ilyas dalam acara konferensi pers tentang pengawasan ketenegakerjaan yang terpadu di Jakarta, Jumat (12/10). Hadir sebagai pembicara lain dalam acara itu adalah Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemnaker Sugeng Priyanto.
Sampai saat ini, klaim dia, ada lima perusahaan BUMN yang belum mengikutsertakan karyawannya dalam program BPJS Ketenagakerjaan. “Kami akan terus mengajak perusahaan-perusahaan ini,” katanya.
Sugeng menambahkan, masih banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawannya untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan merupakan tantangan pihak BPJS TK dan pengawas ketenagakerjaan. “Wewenang untuk menindak perusahaan yang bandel ada pada pengawas ketenagakerjaan,” kata dia.
Sampai saat ini belum ada perusahaan yang ditindak secara hukum karena belum memasukan karyawannya menjadi BPJS Ketenagakerjaan, alasannya karena pihaknya lebih mengedepankan pencegahan perusahaan berbuat melanggar hukum daripada melakukan tindakan hukum.
“Kita lebih mengedepankan pendekatan. Sebab kalau kita bertindak tegas, perusahaan juga bisa rugi. Namun, kalau bandel terus pasti ditindak juga. Tentu beda ketika saya ketika masih di Polri. Berhadapan sama perusahaan tentu lain,” katanya.
Pihaknya, kata dia, akan terus sosialisasi dan mengajak semua perusahaan dan masyarakat agar menjabadi anggota BPJS Ketenagakerjaan. Sebelumnya Sugeng mengatakan, Ketenagakerjaan memiliki keterbatasan sehingga masih banyaknya perusahaan yang bandel.
Permasalahan utama, kata dia, adalah kurangnya jumlah ketenagakerjaan dibanding jumlah perusahaan yang harus diawasi.
“Jumlah pengawasan ketenagakerjaan kami hanya 1.600 orang, sementara perusahaan yang harus diawasi banyak sekali. Kita ingin ada penambahan pengawasan ketenagakerjaan,” kata dia.
Amanat UU No 24
Keikutsertaan perusahaan dan seluruh pekerja perusahaan baik swasta maupun BUMN dalam program BPJS Ketenakerjaan dan BPJS Kesehatan merupakan amanat UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Pasal 14 UU 24 / 2011 menyatakan, setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial.
Pasal 15 UU yang sama, ayat (1) menyatakan, pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJSsesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.
Ayat (2) menyatakan, pemberi kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
Pasal 17 ayat (1) UU yang sama menyatakan, pemberi kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi administratif.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran tertulis dan atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan oleh BPJS.
Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan menargetkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan tahun 2018 sebanyak 29,6 juta peserta aktif, tumbuh 12,9% dari jumlah peserta aktif tahun 2017 sebanyak 26,2 juta peserta.
Dari target kepesertaan aktif tahun ini, kata dia, BPJS Ketenagakerjaan menargetkan 2,4 juta peserta berasal dari pekerja informal (pekerja bukan penerima upah dan UMKM). Sebagai gambaran, tahun lalu jumlah peserta dari pekerja bukan penerima upah sebanyak 1,7 juta orang.
Untuk meningkatkan jumlah kepesertaan tahun ini BPJS akan menempuh dua strategi. Untuk pekerja penerima upah, BPJS Ketenagakerjaan akan menerapkan law enforcement bagi perusahaan atau pemberi kerja yang belum mendaftarkan pekerjanya dan yang belum aktif membayar iuran.
Sedangkan untuk peserta dari golongan pekerja bukan penerima upah, BPJS Ketenagakerjaan akan mengoptimalkan peran agen Penggerak Jaminan Sosial Nasional (Perisai) untuk merekrut peserta baru.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto menambahkan, saat ini sudah ada 1.300 agen Perisai yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Dari jumlah itu, 700 agen di antaranya telah aktif merekrut peserta dari pekerja informal sebanyak 55.000 peserta.
Layani TKI
BPJS Ketenagakerjaan juga, sambung Ilyas, akan terus melayani calon TKI dan TKI di luar negeri. Sebab, sejak 1 Agustus 2017, semua calon TKI dan TKI dilindungi asuransi yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan. Sebelumnya asuransi seluruh calon TKI dan TKI di luar negeri dikelola oleh asuransi swasta.
Ketika dikelola swasta banyak sekali permasalahan yang dialami TKI ketika mengajukan klaim, seperti pencairan klaim berbelit, pencairan klaim selalu dengan perantaraan calo dan banyak klaim asuransi TKI tidak dibayar. Padahal, semua calon TKI dan TKI wajib bayar premi sebesar Rp 400.000. Ilyas mengatakan, sampai saat ini sebanyak 388.900 TKI dilindungi BPJS Ketenagakerjaan. “Kami juga terus memantau TKI di delapan negara penempatan TKI,” kata Ilyas.
Menurut Ilyas, pihaknya selalu memberikan pelayanan terbaik terhadap semua peserta BPJS Ketenagakerjaan termasuk TKI. “Dengan kami, tidak mungkin klaim tidak dibayar, serta persyaratan tidak berbelit-belit,” kata dia. (lin)