Oleh Pradipa Yoedhanegara *)
semarak.co-Kontestasi Politik Pilpres 2024 semakin memanas paska dibentuknya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sebagai akibat akrobat politik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia memutuskan perkara putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Batas Usia Minimal Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Sejumlah kalangan menilai dikabulkannya Putusan tersebut merupakan jalan untuk memuluskan Gibran Rakabuming sebagai Cawapres pendamping Prabowo Subianto. Pro dan Kontra akibat putusan tersebut bisa berdampak negatif pada Presiden Joko Widodo yang dapat dianggap meninggalkan legacy tidak baik dalam penegakan nilai demokrasi di negeri ini.
Dinasti politik yang dibangun oleh Rezim Jokowidodo sangatlah bertentangan dengan Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Pasca putusan MK tersebut, yang melanggengkan Gibran Rakabuming maju sebagai salah satu kandidat Cawapres dan telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai peserta dalam Pilpres, Kondisi politik makin memanas karena adanya keinginan untuk membuat “Hak Angket” terhadap Mahkamah Konstitusi Mkri dan Presiden Jokowi, yaitu hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Ide awal Hak Angket tersebut, berasal dari Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu mengusulkan DPR menggunakan hak angketnya terhadap Mahkamah Konstitusi, yang notabene merupakan Partai Pendukung Presiden Jokowi.
Selain Masinton Pasaribu Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, juga membuka opsi “pemakzulan” terhadap Jokowi jika dugaan cawe-cawe atau campur tangan dalam Putusan MK tersebut terbukti.
Bukan hanya Masinton dan Mardani Ali Sera yang kecewa terhadap kondisi demokrasi yang terjadi saat ini, ekspresi kekecewaan tersebut banyak juga disampaikan oleh tokoh-tokoh nasional dipelbagai saluran media dan media sosial yang merasa kondisi demokrasi di negeri ini makin terpuruk, lantaran adanya indikasi ketidaknetralan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024.
Seruan kekecewaan banyak pihak dan ancaman demonstrasi dengan skala yang luas terhadap Kepemimpinan Presiden Jokowi, tidak bisa dianggap enteng oleh Partai Pendukung Presiden Jokowi, maupun Partai Pengusung Prabowo – Gibran Rakabuming.
Yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Garuda dan Partai Prima.
Kekecewaan publik yang begitu masif, apabila bisa di maintenance dengan baik oleh lawan politik maupun kelompok oposisi dan gerakan ekstra parlementarian, maka akan menimbulkan reaksi negatif bagi seluruh kebijakan pemerintahan Jokowi diakhir masa jabatannya.
Dan pada akhirnya Presiden Jokowi beserta Parpol pengusung Gibran akan menjadi musuh bersama rakyat, karena dianggap sebagai biang keladi kerusakan sistem demokrasi kita, yang membuat disharmonis kehidupan berbangsa dan bernegara.
Momentum kekecewaan Publik, harusnya bisa dijadikan alat untuk Kandidat Capres lainnya untuk meraih dukungan suara kelompok yang kecewa akibat manuver politik MK dan Presiden Jokowi, yang tersirat secara kasat mata telah membuat dinasti politik untuk melanggengkan kekuasaan.
Capres Anies Baswedan maupun Capres Ganjar Pranowo, harusnya memiliki kemampuan secara terus menerus membawa pesan “Lawan Politik Dinasti” dan “Netralitas Presiden Jokowi”, dalam Kontestasi Pilpres 2024 mendatang.
Selain itu Cawapres Abdul Muhaimin Iskandar maupun Cawapres Mahfud MD harus punya keberanian yang tegas dan lugas membuat statement Politik, mengenai bahaya KKN dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Moment yang paling indah adalah seperti yang telah diungkapkan oleh Capres Anies Baswedan saat jamuan makan siang oleh Presiden Jokowi yang menitipkan pesan banyak orang kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bersikap “Netral dalam Pilpres 2024” mendatang, meski putranya ikut dalam kontestasi Pilpres sebagai Cawapres Prabowo.
Sebagai Pesan Penutup, kepada relawan para kandidat Capres dan Cawapres dan Partai pendukungnya, agar berfokus mengawasi tempat-tempat TKA beraktivitas, untuk menjaga agar TKA tersebut tidak disalah gunakan oleh kepentingan sesat pengusa sebagai usaha untuk melakukan penggelembungan suara pemilih.
Selain itu pengawasan terhadap ASN dan Instrumen dibawah Kemendagri, BIN, Komponen Cadangan juga wajib jadi perhatian utama agar tidak di jadikan alat pemenangan dan pendulang suara Kandidat yang di usung oleh penguasa. Jadi Relawan dan Partai yang bersebrangan dengan Penguasa harus memulai Operasi Kontra, Kontra, dan Kontra, karena lawan pasti masif melakukan penggalangan.
Wallahul Muwaffiq ila aqwamith thariq, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, 5 November 2023
🙏PYN🙏