Prihatin dengan nasib yang dialami Nyonya Hartati, seorang janda yang menjadi korban penipuan dalam kasus jual beli Bali Rich Villa Ubud di Bali, Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) Lieus Sungkharisma meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) RI segera mengeksekusi lima terpidana yang kasusnya sudah diputus inkrah Mahkamah Agung (MA).
semarak.co-Keprihatinan Lieus muncul saat membaca surat terbuka yang ditulis Nyonya Hartati dan ditujukan kepada Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin berisi ucapan terima kasih dan permohonan perlindungan hukum dan keadilan untuk pelaksanaan putusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Namun Surat terbuka tertanggal 28 Desember 2020 yang tembusannya dikirim kepada Presiden Joko Widodo, kutip Lieus, Ketua Komisi III DPR RI dan Ketua MA tidak hanya berisi ucapan terima kasih nyonya Hartati atas telah dikembalikannya 8 sertifikat miliknya, tapi juga berisi keluhan terkait belum juga dilaksanakan eksekusi terhadap lima tersangka dalam kasus tersebut meskipun putusan MA sudah inkrah.
“Terus terang, saya sedih dan prihatin membaca surat nyonya Hartati itu. Dia seorang Janda. Bertahun-tahun dia berjuang sendirian mencari keadilan demi mendapatkan kembali haknya. Tapi sampai kini keadilan hukum belum benar-benar berpihak padanya,” ujar Lieus dalam rilisnya diterima semarak.co, Senin (4/1/2020).
Meskipun keputusan MA sudah inkrah, lanjut Lieus, jika tidak segera ditanggapi Jaksa Agung, apa yang dialami nyonya Hartati bisa terjadi pada siapa saja. “Pencari keadilan tidak bisa langsung merasakan keadilan berpihak kepadanya meskipun keputusan hukum sudah ditetapkan,” katanya.
Karena itulah Lieus meminta agar Jaksa Agung secepatnya merespon surat dari nyonya Hartati itu dan segera melakukan eksekusi terhadap kelima terdakwa yang telah divonis bersalah oleh MA tersebut.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus jual beli vila Bali Rich Ubud itu, Mahkamah Agung RI telah memutuskan kelima terdakwa dalam kasus tersebut bersalah dan divonis masing-masing pidana penjara 4 tahun hingga 4 tahun 6 bulan lamanya.
MA melalui amar putusan nomor 534k/pid/2020 menyatakan terdakwa Hartono, SH dipidana penjara selama 4 tahun Kemudian putusan nomor 535k/pid/2020 atas nama terdakwa Hendro Nugroho Prawiro Hartono dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan.
Lalu putusan nomor 544k/pid/2020 atas nama terdakwa Suryady alias Suryady Azis dengan dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan 4. Putusan nomor 555k/pid/2020 atas nama terdakwa Asral Bin H Muhamad Sholeh dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan putusan nomor 557k/pid/2020 atas nama terdakwa Tri Endang Astuti binti Solex Sutrisno dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Ironisnya, sampai hari ini hanya seorang terdakwa dalam kasus itu, yakni Putu Adi Mahendra, S.H.,M.Kn (saat itu staff Notaris Hartono) yang divonis melalui Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 134k/Pid/2020, yang dieksekusi Kejaksaan tanggal 3 Juni 2020 dan kini menjadi narapidana di Rutan Gianyar, Bali.
Maka, atas alasan keadilan dan kemanusiaan, Lieus mendesak Jaksa Agung menyegerakan eksekusi terhadap kelima terdakwa lain dalam kasus tersebut. “Sudah berbulan-bulan berlalu sejak putusan MA itu keluar, tapi eksekusi terhadap kelima terpidana belum juga dilaksanakan. Ini tentu saja tidak adil,” kata Lieus. (smr)