Ketua umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengungkapkan optimismenya dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Prabowo mengungkapkan bahwa dirinya bukanlah sosok politisi sejati sehingga mengakibatkan kalah di tiap kontestasi pilpres. Adapun sosok politisi yang dimaksud adalah berbicara tidak sesuai fakta yang ada.
semarak.co-Hal ini disampaikan Prabowo saat ditanya jurnalis Najwa Shihab dalam program Mata Najwa tayangan stasiun televisi TV7 seperti dikutip nkripost.com, Jumat (30/6/2023). Awalnya, Prabowo membantah stigma publik bahwa dirinya adalah sosok yang keras dan seram lantaran memiliki latar belakang sebagai anggota TNI.
Namun kini, sambung Prabowo, dirinya menjadi sosok yang lemah lembut. “Jadi, mungkin persepsinya Prabowo itu keras, Prabowo itu serem. Kan saya nggak serem sekarang. Jadi itu masalahnya. Jadi sebenarnya Prabowo yang asli itu lembut hati, nggak serem? Lembut, sangat lembut,” kata Prabowo sambi tertawa dari artikel asli tribunnews.com.
Lalu, Najwa pun menilai bahwa seorang politisi biasanya berbicara tidak sesuai fakta yang dikatakan. Menjawab hal tersebut, Prabowo mengakui tidak seperti politisi selama berkecimpung di dunia politik. Sehingga, sambungnya, hal ini membuat dirinya selalu kalah dalam tiap gelaran pilpres. “Banyak yang mengatakan, saya kurang politisi. Makannya saya kalah terus (dalam pilpres),” ujarnya.
Namun, Prabowo kini meyakini bahwa akan menang dalam Pilpres 2024 lantaran telah belajar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang notabene adalah penantang dirinya saaat Pilpres 2014 dan 2019. “Kali ini insya Allah (menang di Pilpres 2024) karena saya sudah belajar politik. Saya belajar dari Pak Jokowi yang mengalahkan saya. Berarti itu guru yang hebat, jadi ya santai saja,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Prabowo yang kini menjabat Menteri Pertahanan (Menhan) pernah empat kali bertarung dalam pilpres. Pada Pemilu 2004, dirinya ikut dalam konvensi capres yang dilakukan oleh Golkar untuk mencari sosok yang maju dalam pilpres. Namun, Prabowo kalah lantaran hanya mendapat 39 suara.
Alhasil, konvensi tersebut pun dimenangkan oleh Wiranto yang kemudian didampingi oleh Salahuddin Wahid sebagai cawapres. Lalu, pada Pemilu 2009, Prabowo pun kembali mencoba peruntungannya dengan berpasangan dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Namun, saat itu, ia dipasangkan sebagai cawapres dari Megawati.
Kendati demikian, pasangan Mega-Prabowo harus kalah dengan pasangan lain yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu berpasangan bersama Boediono. Dikutip dari Kompas.com, Mega-Prabowo kalah telak dengan pasangan SBY-Boediono. Berdasarkan hasil hitung Komisi Pemilihan Umum (KPU), SBY-Boediono memperoleh suara sah sebanyak 73.874.562 atau 60,8%.
Sedangkan Megawati-Prabowo hanya 32.548.105 suara atau tertinggal separuh suara dari SBY-Boediono. Seakan tak patah arang, Prabowo kembali bertarung dalam Pilpres 2014 sebagai capres dan berpasangan dengan Hatta Rajasa. Setali tiga uang, Prabowo-Hata Rajasa kembali kalah dengan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla (JK).
Dikutip dari laman KPU, Jokowi-JK menang dengan meraih 80 juta suara atau (53,15%). Sedangkan Prabowo-Hata Rajasa hanya memperoleh 62,58 juta (46,85%). Prabowo dan Jokowi pun kembali bertarung dalam Pilpres 2019. Adapun Prabowo berpasangan dengan Sandiaga Uno, sedangkan Jokowi menggaet Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya.
Lagi-lagi, Prabowo kalah dari Jokowi dengan selisih hampir 17 juta suara. Berdasarkan rekapitulasi KPU, Jokowi-Ma’ruf Amin memperoleh 85.607.362 atau 55,5 persen suara. Sedangkan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno meraih 68.650.239 atau 44,5% suara.
Sehingga, selisih kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11 persen suara. Kendati demikian, kini Prabowo pun bersinergi dengan Jokowi setelah ditunjuk menjadi Menhan di Kabinet Indonesia Maju. (net/nkr/tbc/smr)
sumber: nkripost.com di WAGroup INDONESIA ADIL MAKMUR (postJumat30/6/2023/diddymarsyudi)