Kolaborasi Kementerian ATR/BPN dan KLHK, Percepat Implementasi UU Cipta Kerja dan Aturan Pelaksanaan

(kanan ke kiri) Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar dan Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil dalam pertemuan tindak lanjut pembahasan regulasi dari turunan UUCK. Foto: humas ATR/BPN

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyelenggarakan pertemuan sebagai tindak lanjut dari pembahasan beberapa regulasi dari turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).

semarak.co-Acara di Jakarta Pusat, Jumat (4/6/2021) ini membahas sinergitas PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah.

Bacaan Lainnya

PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; PP No 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan PP Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.

Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil berkata bahwa pertemuan ini bertujuan untuk mencari solusi dari masalah serta bagaimana perhatian penuh pemerintah dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dunia.

Sofyan A. Djalil tak menampik jika saat ini seluruh pihak tengah melakukan reformasi bukan dalam ruang hampa, yang berarti bahwa tak hanya menyelesaikan permasalahan yang sudah ada, namun juga berprogres mengikuti tantangan di segala lini.

Bicara soal regulasi dan birokrasi, seringkali banyak usulan dan solusi yang bertabrakan dengan aturan yang ada. Sofyan A. Djalil menjelaskan bahwa tujuan dari UUCK adalah menghilangkan aturan-aturan yang mengekang tersebut.

Jika ada kebutuhan serta kepentingan yang berdampak besar pada masyarakat, kata Sofyan, sementara pengaturannya belum jelas dan belum lengkap maka pejabat pemerintahan dapat melakukan diskresi.

“Prinsipnya berdasarkan business judgement rule yakni kita harus putuskan mana solusi yang membawa manfaat besar kepada masyarakat. Diskresi tak apa jika Undang-Undang yang ada tak bisa mengatasi masalah,” tutur Sofyan A. Djalil dalam rilis humas melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Sabtu (5/6/2021).

Hal senada diungkapkan Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar. Esensi dari UUCK, nilai Siti Nurbaya, adalah kemudahan birokrasi dan mempercepat perizinan. Menteri LHK juga mengimbau jika ada persoalan teknis yang dialami tim ATR/BPN-LHK, agar kembali pada maksud awal dari UUCK yakni membawa kemudahan berusaha.

Lalu kemudahan investasi dan kemudahan pembangunan dalam hal ini adalah Program Strategis Nasional. “Mari kita menjadi tim yang well equipped, kita mengerti secara teknis, kita perkuat koordinasi kita. Semoga ada penyelesaian yang baik dari koordinasi ini,” tutur Siti.

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto, memaparkan bahwa ada 7 isu strategis yang akan dibahas lebih lanjut dengan Kementerian LHK yakni persoalan tata ruang, pesisir dan pulau-pulau kecil, pengadaan tanah, pengukuran dan pemetaan, hak atas tanah, Reforma Agraria dan sengketa konflik pertanahan.

“Nantinya pembahasan akan berdasarkan dari satu per satu topik serta lokus yang diangkat agar permasalahan program semakin terlihat jelas,” tambah Sekjen Kementerian ATR/BPN.

Direktur Jenderal Penataan Agraria, Kementerian ATR/BPN Andi Tenrisau berkata bahwa sudah selayaknya semua pihak mencari prosedur tetap (protap) bersama untuk menjadi acuan penyelesaian permasalahan.

Dalam forum diskusi bilateral itu, Andi Tenrisau juga mengajukan beberapa pertanyaan sebagai bahan diskusi seperti berapa target redistribusi tanah dari TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria-red) yang dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah-red) khususnya dari pelepasan kawasan hutan.

“Harapannya dengan menyampaikan ini dalam forum ini, dapat kita temukan dan sampaikan solusi bersama,” ujar Andi dalam rilis yang sama.

Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN, Abdul Kamarzuki menyampaikan beberapa hal terkait PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Ia menyebut bahwa pada PP tersebut terdapat ketentuan terkait proses integrasi agar tidak terjadi tumpang tindih atau delineasi kawasan hutan yang berbeda.

Menurutnya, proses integrasi delineasi kawasan hutan itu perlu dilakukan pada pembahasan lintas sektor pada setiap rancangan susunan tata ruang. “Pembahasan delineasi batas daerah lintas sektor ini disepakati dalam waktu 10 hari,” tutur Abdul Kamarzuki. (ar/ys/wn/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *