Pimpinan Ma’had Aly Mu’adz bin Jabal Kendari sekaligus Pembina LAZIS Mu’adz Zezen Zaenal Mursalin menyatakan, peran negara dalam pengelolaan zakat bukan sekadar kebijakan administratif, tapi memiliki dasar syar’i yang kuat dan menjadi konsensus para ulama.
Semarak.co – Dia menyatakan, pemerintah memiliki wewenang mengatur zakat, membagi, mengumpulkan, dan mendistribusikan berdasar kesepakatan di tengah para ulama fikih dan ditegaskan dalam buku-buku para ulama Ahlus Sunnah dari masa dahulu.
“Jika ada penolakan justru itu bukan berasal dari tradisi keilmuan Islam yang sahih. Perlu ditekankan, kewenangan negara mengelola zakat itu bentuknya tidak harus khilafah,” ujarnya, dirilis humas melalui WAGroup Baznas Media Center (BMC), Rabu (21/5/2025).
Menurut Kiai Zezen, untuk menjelaskan kedudukan ini, cukup merujuk pada sumber-sumber otoritatif Islam. “Karena itu sebetulnya inti apa yang dipermasalahkan itu mudah, dikeluarkan nash-nash dari fikih empat mazhab, kesepakatan-kesepakatan para ulama itu,” jelasnya.
Kemudian diambil nash-nash dari buku akidah para ulama Ahlus Sunnah, kemudian disampaikan hal itu, ditegaskan sebagai dasar hukum yang seharusnya tidak boleh ada seorang muslim yang menyelisihi hal itu.
“Sudut maslahat yang sudah berjalan dari masa ke masa, karena maslahat di belakang zakat itu, hikmah syariat dan maksud pensyariatannya itu sangat bertemu sekali dan sangat berkesesuaian bahwa yang mengatur ini adalah pemerintah,” tutur dia.
Kiai Zenzen menyatakan, dalam tinjauan syariat, amil zakat harus diangkat pemerintah yang sah. “Karena jika setiap orang dapat mengangkat dirinya sendiri sebagai amil, maka akan muncul amil abal-abal yang tidak profesional dan tidak amanah,” ujar dia menegaskan.
Pernyataan Zezen ini menjadi penegas di tengah dinamika pemikiran mengenai otoritas pengelolaan zakat. Ia menempatkan negara bukan sebagai pesaing lembaga zakat masyarakat, melainkan sebagai entitas syar’i yang memiliki legitimasi penuh dalam mengatur distribusi keuangan umat. (hms/smr)