Oleh Anonym *
semarak.co-Iblis terdampar, terusir dan akhirnya terlaknat atau terkutuk. Kenapa (?) Karena Iblis dungu. Di-mana letak kedunguan Iblis (?) Melawan perintah Tuhan, dengan argumentasi syahwat kesombongan.
Apakah sebelumnya Iblis tidak pintar, alim, abid, dan mulia (?) Ya, atas dasar itulah, iblis diperdaya ego sehingga sanggup melawan Tuhan dengan argumentasi syahwat sembari menganggap dia lebih mulia dari Adam (as).
Abu Jahal dan Abu Lahab dua paman Nabi yang dilaknat Tuhan. Kenapa (?) Juga karena dungu. Mereka mengingkari kenabian. Bahkan merasa lebih pantas jadi Nabi. Apakah mereka tidak pintar (?) Mereka hidup di tengah tradisi tutur dan sastra Arab sudah berkembang. Bukan hanya mengetahui bahasa Arab Amiyah tapi sudah maju peradaban syair.
Dalam suatu riwayat, Isa al-Masih pernah berkata, “Sesungguhnya aku telah mengobati orang-orang yang sakit, dan aku sembuhkan mereka dengan perkenan Allah, juga aku sembuhkan orang buta dan orang berpenyakit lepra dengan perkenan Allah, juga aku obati orang-orang mati dan aku hidupkan kembali mereka dengan perkenan Allah, kemudian aku obati orang dungu namun aku tidak mempu menyembuhkannya.”
Selanjutnya Isa as pun ditanya, “Wahai ruh Allah, siapa orang dungu itu?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang kagum kepada pendapatnya sendiri dan dirinya sendiri, yang memandang semua keunggulan ada padanya dan tidak melihat beban (cacat) baginya, yang memastikan semua kebenaran harus menurut diri sendiri. Itu orang-orang dungu, yang tidak ada jalan untuk mengobati.”
“Orang dungu” yang disebut Isa al-Masih dalam bahasa Arabnya disebut “al-ahmaq” Bukan dungu biasa, melaikan kedunguan ganda yang menurut Nabi Isa al-Masih tidak akan dapat diobati. Di kalangan kaum pelajar ada istilah sepandan, yaitu jahil murakkab (bodoh kuadrat), yaitu orang bodoh yang tidak menyadari kebodohannya sendiri.
Contoh kecil ada yang mengatakan bahasa Arab adalah Radikal dan condong berbau teroris, maka inilah orang dungu yang bicara karena tak paham ilmu bahasa Arab dan melupakan bahwa akademi bahasa Arab sudah mendunia dan banyak dipelajari di study pendidikan tingkat tinggi yang sangat membantu dunia keilmuan guna mempelajari kemajuan kehidupan masa lalu dan masa nanti.
Akhirnya masyarakat dunia luas sadar di negeri ini sangat banyak populer orang dungu yang bicara tapi tak paham ilmunya dan banyak sekali orang yang punya jabatan penting tapi sangat dungu…seakan akan orang ini punya kemampuan mengalahkan tuhan yang punya kuasa dalam hal apapun.
Dungu Perspektif Historia Klasik dan Kultur Tutur Islam Kontemporer
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata dungu bermakna sangat tumpul otaknya, tidak cerdas, bebal, bodoh, sok tahu, goblok. Namun dungu dalam korelasi dan perspektif agama, mereka yang tidak mau menerima kebenaran karena mempertahankan kesombongan dan kebodohan keyakinan.
Saat ini istilah dungu begitu populer. Terminologi ini menjadi sangat akrab dalam dinamika interaksi kita dengan hadirnya filsuf Rocky Gerung yang sangat sering berkata soal dungu.
Menurut Rocky, kosa kata dungu untuk menggambarkan seseorang yang menjawab pertanyaan tanpa berpikir sistematis. Arti lain dungu, koherensi antara dua premis yang tidak memiliki kesimpulan. Atau ketidak-tersambungan logika ilmu akibat sebuah kebodohan.
Tapi tahukah kita, bahwa makna dungu sudah populer dalam tradisi sufi sejak zaman klasik. Kata dungu jadi terdengar amelioratif. Mengingatkan saya pada kitab klasik karya Ibnu al-Jauzi (abad ke-6 Hijriah) berjudul Akhbar al-Hamqa wa al-Mughaffalin—jadi kitab itu ditulis sekitar 900 tahun.
Jadi, jauh sebelum populer saat ini, istilah dungu sudah populer. Karya Ibnul al-Jauzi, berjudul Akhbar al-Hamqa wa al-Mughaffalin itu kira-kira artinya Kabar Tentang Orang-orang Dungu. Dalam kitab itu, dijelaskan. Suatu hari, dalam sebuah forum yang diampu oleh Ibnu Abbas, ada seorang lelaki yang bolak-balik interupsi dan berkomentar.
Setiap kali orang itu berbicara, selalu saja salah. Ibnu Abbas beberapa kali meluruskan pembicaraannya, tapi masih saja lelaki itu berkomentar dan salah lagi, salah lagi. Setelah berulang beberapa kali, nampaknya Ibnu Abbas sudah mulai lelah. Ia kemudian menoleh ke arah budaknya, sembari berkata, “wahai budakku, aku merdekakan engkau sejak saat ini.”
Merasa aneh, si lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas. “Wahai Ibnu Abbas, kenikmatan besar apa yang membuatmu bersyukur seperti ini, sampai-sampai engkau memerdekakan budakmu?”
Ibnu Abbas menjawab singkat: “Aku bersyukur karena Allah tidak menjadikan aku seperti dirimu. Lelaki itu pun tercekat air liur di tenggorokannya dan wajahnya berubah kecut.”
Menurut Sayidina Ali, atribut dungu juga bisa disematkan kepada seseorang yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
اَحْمَقُ النَّاسِ مَنْ يَمْنَعُ الْبِرَّ وَيَطْلُبُ الشًّكْرَ، وَيَفْعَلُ الشَّرَّ وَيَتَوَقَّعُ ثَوَابَ الْخَيْ
Orang yang paling dungu adalah yang menahan kebaikan namun berharap sanjungan dan berbuat keburukan namun berharap pahala kebaikan.
اَحْمَقُ النَّاسِ مَنْ ظَنَّ اَنَّهُ اَعْقَلُ النَّاسِ
Orang yang paling dungu adalah yang merasa paling pandai.
تُعْرَفُ حَمَاقَة ُالرَّجُلِ فِي ثَلَاث : فِي كَلَامِهِ فِيْمَا لَا يَعْنِيْهِ وَ جَوَابِهِ عَمَّا لَا يُسْأَلُ عَنْهُ وَ تَهَوُّرِهِ فِي الْاُمُوْرِ
Kedunguan seseorang dapat dikenali pada tiga hal:
Pada perkataannya ketika berbicara tentang sesuatu yang tidak berhubungan dengannya. Pada jawabannya ketika menjawab sesuatu yang tidak ditanya tentang itu. Pada kecerobohannya dalam segala urusan.
اَلْاَحْمَقُ غَرِيْبٌ فِي بَلْدَتِهِ، مُهَانٌ بَيْنَ اَعِزَّتِهِ
Orang dungu itu terasing di lingkungannya dan terhina di antara orang-orang dekatnya. Lalu bagaimana sikap terbaik yang harus kita ambil saat berhadapan dengan orang dungu?
اَلسُّكُوْتُ عَلَى الْاَحْمَقِ اَفْضَلُ جَوَابِهِ
Diam di hadapan orang dungu adalah sebaik-baik jawaban.
*) artikel ini dicopas setelah menemukan menjadi pesan berantai yang dikirim berkali-kali, seperti pada sumber di bawah ini.
sumber: WAGroup ANIES FOR PRESIDEN 2024 (post Sabtu 11/9/2021/citrasyahara)