Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengecam keras terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap enam siswi yang dilakukan seorang oknum Kepala Sekolah berinisial BS di salah satu Sekolah Dasar (SD) Swasta di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut).
semarak.co-Kementerian PPPA telah koordinasi dengan pemerintah daerah beserta aparat penegak hukum setempat untuk memastikan hak-hak para korban terpenuhi, baik berupa pendampingan psikologis maupun hukum, hak pendidikan, serta proses penegakan hukum terhadap pelaku.
Kementerian PPPA, kata Nahar, telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (P3APM) Kota Medan dan UPTD P2TP2A Provinsi Sumut dalam upaya penjangkauan, melakukan asesmen awal, pendampingan hukum, dan pendampingan psikologis terhadap para korban yang merupakan Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK).
Berdasarkan hasil pendampingan psikologis awal, para korban membutuhkan pendampingan secara berkala oleh Psikolog Klinis untuk memulihkan kondisi psikologis mereka guna menghindari terjadinya dampak yang tidak diinginkan,” ungkap Nahar dalam keterangannya di Jakarta (21/5/2021).
Nahar menegaskan Kementerian PPPA juga akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah agar Dinas Pendidikan dapat memastikan terpenuhinya keberlangsungan hak pendidikan bagi para korban yang tergolong usia anak.
Kementerian PPPA bersama Dinas P3APM Kota Medan dan UPTD P2TP2A Provinsi Sumut, kata dia, telah berkoordinasi dengan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Poldasu terkait proses hukum terhadap pelaku.
“Jika dugaan kasus kekerasan seksual terhadap anak ini terbukti kebenarannya, pelaku dianggap telah melanggar Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan dapat dijerat dengan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 dengan sanksi pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar,” kutip Nahar.
Pelaku juga terancam dijatuhi sanksi pidana tambahan masing – masing 1/3 dari ancaman pidana awal karena berprofesi sebagai tenaga pendidik (kepala sekolah) dan melakukan tindakan kejahatan kepada lebih dari 1 (satu) orang korban.
Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan pidana tambahan lainnya berupa pengumuman identitas pelaku, hingga dijatuhi tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Selain memastikan pemenuhan hak-hak dan pendampingan psikologis bagi para korban, Kementerian PPPA akan terus mengawal proses penegakan hukum guna memastikan pelaku mendapatkan tindakan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kasus ini merupakan bentuk kejahatan serius, saya mewakili Kemen PPPA berharap adanya upaya penanganan serius dari pemerintah daerah maupun pihak terkait lainnya di daerah dalam menangani kasus ini,” ungkap Nahar seperti dirilis humas Kementerian PPPA, Sabtu (22/5/2021).
Proses hukum harus dipastikan berjalan, kecam dia, begitu juga dengan upaya perlindungan khusus anak, hal ini perlu dipastikan berjalan tanpa meninggalkan dampak baik secara fisik maupun psikis pada anak sebagai korban.
Sebelumnya pada 16 April 2021, puluhan orangtua siswa melakukan unjuk rasa di depan salah satu Sekolah Dasar Swasta di Kota Medan tempat pelaku dan para korban bertemu.
Para orangtua tersebut menuntut agar pelaku oknum Kepala Sekolah BS yang diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak mereka dapat dipecat dan diproses hukum sesegera mungkin.
Dibagian lain Kementerian PPPA mengecam keras tindakan penganiayaan yang dilakukan seorang ayah berinisial WH (35) kepada anak kandungnya yang berusia 5 tahun di wilayah Tangerang Selatan (Tangsel).
Kementerian PPPA langsung menerjunkan Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Kementerian PPPA Kamis (20/5/2021) pukul 22.00 WIB untuk berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangsel, Polda Metro Jaya, dan Polres Tangerang Selatan.
Hal tersebut dilakukan demi memastikan proses penanganan kasus berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku, serta korban mendapatkan pendampingan dan layanan dalam proses pemulihannya.
“Kami mengecam keras tindakan penganiayaan yang dilakukan seorang ayah kepada anak kandungnya. Guna menindaklanjuti kasus tersebut, kami langsung menerjunkan tim untuk berkoordinasi dan bergabung dengan P2TP2A Kota Tangerang Selatan,” ujarnya sambil menambahkan.
“Polda Metro Jaya, dan Polres Tangerang Selatan untuk memastikan proses hukum terhadap pelaku berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Kami juga memastikan agar korban mendapatkan pendampingan dan layanan yang dibutuhkan dalam proses pemulihan dari kejadian tersebut,” tegas Nahar.
Berdasarkan hasil pendampingan dan asesmen Tim SAPA 129 Kementerian PPPA bersama Unit PPA Polres Tangsel dan P2TP2A Kota Tangsel, motif WH melakukan tindakan kekerasan tersebut karena adanya masalah keluarga, khususnya antar kedua orangtua yang dilampiaskan kepada anak.
Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui fisik dan psikis korban saat ini berada dalam kondisi yang baik. Atas tindakannya, pelaku terancam dijerat Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Ditambah sepertiga dari hukuman penjara tersebut karena pelaku merupakan orangtua korban sehingga akan terjadi pemberatan secara hukuman pidana. Nahar menambahkan Tim SAPA 129 Kemen PPPA akan terus memantau proses asesmen dan kondisi korban.
“Tim SAPA 129 Kemen PPPA akan memantau proses asesmen yang akan dilakukan P2TP2A Kota Tangerang Selatan dan juga memonitor kondisi korban,” ujar Nahar dirilis humas PPPA yang sama.
Pihak Polres juga akan melakukan mitigasi dan pemulihan trauma kepada korban melalui P2TP2A Kota Tangerang Selatan, dibantu pihak pusat melalui Kementerian PPPA. Saya berharap tidak ada lagi anak yang menjadi korban akibat masalah keluarga. (smr)