Kementerian PPPA Kecam Kekerasan Seksual di Ponpes Musi Rawas, Kawal Proses Hukum dan Dampingi Korban

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar. Foto: humas PPPA

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar ikut mengecam keras kembali terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan pendidikan berasrama yang diduga dilakukan oknum pendidik salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, IM.

semarak.co-Nahar mengungkapkan, Kementerian PPPA akan mengawal proses hukum terhadap pelaku dan memastikan para korban mendapatkan pendampingan dalam pemulihan fisik maupun psikis secara optimal hingga tuntas.

Bacaan Lainnya

“Kementerian PPPA mengecam keras terjadinya kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan pengurus sekaligus pendidik salah satu Pondok Pesantren di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, IM kepada lima anak perempuan yang merupakan santrinya,” ungkap Nahar seperti dirilis humas Kementerian PPPA melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Selasa malam (14/12/2021).

Kasus ini seharusnya tidak terjadi, lanjut Nahar, terlebih lagi dilakukan di lingkungan yang semestinya menghadirkan rasa aman dan melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan. Kementerian PPPA akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengawal proses hukum yang seadil-adilnya terhadap pelaku.

Dan memastikan para korban mendapatkan pendampingan dalam pemulihan fisik maupun psikis secara optimal hingga tuntas. “Kami telah melakukan koordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi Sumatera Selatan, Dinas PPPA Kabupaten Musi Rawas,” ujar Nahar sambil melanjutkan.

Dan tim Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kabupaten Musi Rawas untuk mengawal kasus ini, kata dia, sehingga korban mendapatkan hak-haknya dan pelaku mendapatkan hukuman setimpal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan hasil koordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi Sumatera Selatan, diketahui UPT PPA Kab. Musi Rawas telah melakukan pendampingan dan assesmen kepada korban. Hasil assesmen menunjukan kondisi psikologis korban terlihat baik, namun ada sedikit rasa kecewa terhadap dirinya sendiri.

Tapi dengan dukungan dari keluarga dan teman-teman yang juga menjadi korban, lanjut Nahar lagi, perasaan kecewa tersebut berhasil mereka kubur dengan menguatkan dirinya kembali.

Kementerian PPPA melalui Dinas PPPA dan UPT PPA Kabupaten Musi Rawas diketahui telah mendampingi para korban dalam proses pelaporan hukum atas kasus yang mereka alami pada 16 dan 17 November 2021, melalui Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Polres Kab. Musi Rawas.

“Setelah itu, mendampingi para korban menjalani proses visum di salah satu Rumah Sakit Daerah. Tim UPT PPA juga melaporkan telah berkoordinasi dengan Camat setempat terkait keberadaan pondok pesantren dan latar belakang para korban yang mengalami tindakan kekerasan seksual tersebut,” terang Nahar.

Sementara itu, hasil koordinasi Kemen PPPA dengan Polres Kabupaten Musi Rawas menunjukkan bahwa saat ini pelaku IM telah diamankan pihaknya, namun masih belum mengakui perbuatannya dan tidak membenarkan laporan para korban. Selanjutnya, pihak Polres akan melakukan pemeriksaan psikologis kepada pelaku.

Jika terbukti bersalah, pelaku akan dikenakan Pasal 76 D Jo 81 ayat (1), Pasal 76 E Jo 82 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan pemberian hukuman kebiri kimia serta pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Mengingat pelaku adalah pendidik yang seharusnya melindungi korban, pidana hukuman akan ditambah 1/3 dari ancaman pidana yang diberikan. Selain itu, pelaku juga telah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Lebih lanjut, Nahar menambahkan Kemen PPPA juga telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama terkait tindakan yang akan dilakukan terhadap pondok pesantren tempat terjadinya kasus kekerasan seksual, serta merekomendasikan pada pihak Ponpes untuk memperbaiki sistem pendidikannya agar kasus kekerasan apapun bentuknya tidak terulang kembali.

“Selain itu, kami telah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan/atau Korban (LPSK) terkait upaya perlindungan terhadap korban, di antaranya dengan menerima permohonan dan memberikan perlindungan kepada seluruh korban juga para saksi, serta membantu korban mendapatkan hak atas restitusinya,” pungkasnya. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *