PT Agri Spice Indonesia merupakan salah satu mitra swasta lokal dalam program Sustainable Cooperative Agribusiness Alliance (SCAA) atas kerja samaPemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas dengan Pemerintah Amerika Serikat melalui USAID untuk mengembangkan ekonomi local di Indonesia.
PT Agri Spice telah mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk memperkuat sektor pertanian, meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi, serta meningkatkan produktivitas pertanian petani rakyat.
“Hingga saat ini, volume ekspor komoditas rempah dari PT Agri Spice Indonesia ini sudah mencapai 7 juta ton per tahun,” jelas Bambang Brodjonegoro, Menteri PPN/Kepala Bappenas pada acara Kunjungan ke Pabrik PT Agri Spice Indonesia, di Klaten, Jawa Tengah, Selasa (5/3).
SCAA focus pada pengembangan pengidupan berkelanjutan petani rakyat melalui peningkatan kerja sama agribisnis antara koperasi Indonesia, koperasi Amerika Serikat, dan sektor swasta di perdesaan Indonesia bagian timur, dengan fokus di Papua pada tahun pertamanya, dilanjutkan Sulawesi Selatan pada tahun berikutnya, dan berakhir di Januari 2020.
SCAA bertujuan meningkatkan hasil produksi petani local yang berkualitas ekspor, penanganan dan pemrosesan pasca panen, dan pemasaran komoditas bernilai jual tinggi, seperti vanili, cengkeh, pala, mace, dan kayumanis yang diperoleh dari petani penghasil rempah di Indonesia.
“Hasil panen komoditas rempah petani lokaldibeli PT Agri Spice Indonesia untuk diproses di pabrik pengolahan seperti di Klaten ini, sehingga dihasilkan produk dan komoditas bernilai jual tinggi untuk dipasarkan ke negara tujuan ekspor,utamanya Amerika Serikat dan Eropa,” kata Bambang.
Dengan target 5 ribu rumah tangga petani berpenghasilan rendah, Pemerintah Indonesia dan National Cooperative Business Association (NCBA Clusa) akan memberikan penyuluhan dan pelatihan penanaman bibit unggul, membentuk kelompok petani, membimbing proses produksi dan pasca panen, memfasilitasi distribusi, menjamin akses pasar lokal dan internasional, serta memberikan harga jual yang kompetitif.
Selain itu, SCAA diharapkan juga memberikan dampak positif bagi lingkungan, yaitu mengurangi dampak deforestasi dan mendukung pelestarian lingkungan di beberapa lanskap, misalnya di cyclops landscape yang sangat berpotensi dikembangkan menjadi lahan pertanian.
“SCAA akan bekerjasama dengan Program LESTARI untuk mengurangi emisi gas karbon di Indonesia sertamendukung peningkatan pengelolaan kawasan lindung di cyclops landscape.Diharapkan kedua program dapat bersinergi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berpendapatan rendah dan para petani di Sulawesi Selatan dan Papua,” terangnya.
Menteri Bambang berharap SCAA dapat mengikuti keberhasilan program pendahulunya, yaitu Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)yang dimulai pada September 2012-2015 dan diperpanjang hingga Maret 2016di Provinsi Sulawesi Selatan, NTT, dan Papua.
ICBDA merupakan contoh sukses kerjasama pemerintah-swasta yang memberikan dampak langsung bagi petani, masyarakat, pasar lokal, pabrik pengolahan lokal, koperasi pertanian, dan mitra lainnya dalam rantai nilai pertanian.
“Keberlanjutan program ICBDA telah dipastikan melalui transisi program menjadi sepenuhnya kerja sama swasta-swasta. Di antara petani, koperasi, dan swasta lokal dan internasional setelah program berakhir,” imbuhnya.
Dampak langsung program ICBDA adalah meningkatkan taraf hidup petani local serta meningkatkan hasil dan nilai produksi tanaman. Hingga September 2015, program ini telah meningkatkan pendapatan 11.844 petani dengan total volume ekspor singkong, lada, dan vanili mencapai 37.494 ton.
Selain itu, program ini membuka akses petani lokal terhadap pasar internasional, memperluas kesempatan kerja di sektor pertanian, serta memperkuat peran koperasi dan mitra internasional maupun lokal,yang salah satunya PT Agri Spice Indonesia,” jelasnya.
Menteri menjelaskan beberapa pembelajaran yang dapat kita petik dari model pembangunan ini. Pertama, para petani lokal sangat membutuhkan pendampingan untuk menghasilkan inovasi teknologi, bisnis, dan kelembagaan menuju usahatani yang bersifat bisnis.
Kedua, usaha tani perlu diperkenalkan dengan pendekatan bisnis sebagai sarana pemberdayaan, peningkatan produktivitas, dan eskalasi pendapatan petani. Ketiga, pemerintah harus dapat menstimulasikan pasar yang lebih baik dengan memperbaiki iklim usaha dan memfasilitasi kemitraan.
Terakhir, kemitraan dengan swasta harus dapat menawarkan solusi berkelanjutan dalam peningkatan kesejahteraan petani. “Saya berharap daerah lain yang memiliki potensi pertanian yang sama tetapi belum digarap dengan maksimal dapat terinspirasi untuk mereplikasi model pembangunan ini,” tukasnya.
Sehingga dengan dukungan pemerintah, mitra donor, swasta, koperasi, dan masyarakat, kita dapat bersama-sama meningkatkan taraf hidup dan profitabilitaspetani kita,” pungkasnya. (lin)