Dalam Indonesia’s SDGs Annual Conference (SAC) 2024 di Jakarta, Selasa (8/10/2024), Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati memaparkan tantangan yang dihadapi Indonesia dan dunia terkait krisis planetari.
semarak.co-Deputi Vivi mengatakan, jika Indonesia menerapkan ekonomi sirkular, maka dapat membantu meminimalkan polusi, mengurangi penggunaan material hingga 28 persen, dan memangkas emisi gas rumah kaca 39%.
“Industri berkontribusi 34 persen emisi gas rumah kaca global pada 2019. Tantangan ini hanya dapat diatasi dengan pendekatan baru dalam mengelola sumber daya alam melalui ekonomi sirkular, yang diprediksi dapat mengurangi emisi tahunan rata-rata 7,3 gigaton,” ujar Vivi dalam sambutan.
Ekonomi sirkular menawarkan pendekatan baru dalam pengelolaan limbah industri dan penggunaan material yang lebih efisien. Pengurangan emisi gas rumah kaca dan limbah material mencapai angka signifikan, jika industri mengadopsi ekonomi sirkular dalam rantai pasokan.
“Tidak hanya mengurangi dampak lingkungan, prinsip ini juga dapat memperpanjang umur material dan mengembalikan sisa produksi ke sistem produksi,” ujar Deputi Vivi dirilis humas Kementerian PPN/Bappenas usai acara melalui WAGroup Bappenas Media, Selasa malamnya.
Studi hasil kerja sama Kementerian PPN/Bappenas dengan UNDP dan Pemerintah Denmark menunjukkan ekonomi sirkular di Indonesia diproyeksikan meningkatkan Produk Domestik Bruto hingga Rp638 triliun pada 2030, menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru, serta mengurangi limbah dan emisi gas rumah kaca.
“Inovasi dan teknologi hijau menjadi fokus SAC 2024. Pemanfaatan limbah organik dalam produksi pakan ternak menjadi contoh yang dapat mengurangi dampak lingkungan dan menciptakan peluang bisnis baru,” imbuh Vivi.
Melalui kolaborasi lintas sektor, Indonesia berpeluang mempercepat transformasi menuju industri hijau yang mendukung pertumbuhan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Ekonomi sirkular diharapkan dapat diterapkan di skala yang lebih luas.
Sehingga bermanfaat nyata bagi ekonomi dan lingkungan. Ke depannya, harap Vivi, kita berharap lebih banyak perusahaan dan startup yang menerapkan inovasi penciptaan produk hijau yang mengurangi emisi dan polusi.
Dengan kolaborasi lintas sektor dan penerapan teknologi, Indonesia berpeluang menjadi salah satu negara terdepan dalam menciptakan industri hijau yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Sesi paralel pertama Akselerasi Industri Berkelanjutan Mendukung Pencapaian SDGs, membahas kebijakan akselerasi industri hijau, penerapan ekonomi sirkular, dan strategi transformasi rantai pasokan untuk menyeimbangkan pertumbuhan industri dan ekologi.
Sesi kedua, Meraih Masa Depan Pekerjaan Berkelanjutan di Era Disrupsi fokus pada perubahan sektor pekerjaan terutama pekerjaan hijau.
Pembicara dari World Economic Forum dan LinkedIn membahas dampak disrupsi digital terhadap pasar tenaga kerja dan pentingnya pendidikan menciptakan pekerjaan berkelanjutan.
Pembiayaan ekonomi hijau juga menjadi sorotan sesi paralel ketiga, membahas kolaborasi dan akses pembiayaan bagi inovasi hijau serta UMKM di sektor pertanian berkelanjutan.
Sesi paralel keempat bertema Menjembatani Pendidikan dan Dunia Usaha untuk Daya Saing Berkelanjutan, membahas strategi menciptakan sinergi antara dunia pendidikan dan industri, serta inovasi pendidikan yang diperlukan untuk menyiapkan tenaga kerja masa depan yang berorientasi pada industri hijau.
Adapun sesi kelima, kewirausahaan sosial diulas sebagai fondasi penciptaan lapangan kerja masa depan, terutama dalam mendukung transformasi ekonomi hijau dan inklusi sosial di Indonesia.
SAC 2024 ditutup dengan sesi keenam bertemakan Langkah Kecil, Dampak Besar: Literasi Lingkungan, Pendidikan, dan Gaya Hidup Berkelanjutan, menekankan pentingnya perubahan perilaku melalui literasi lingkungan dan penerapan gaya hidup berkelanjutan. (smr)