Oleh H. ANHAR NASUTION, Ketua Umum Forum Anti Korupsi dan Advokasi Pertanahan (FAKTA).
Belakang ini kita sering menyaksikan Presiden Joko Widodo menyerahkan sertipikat tanah kepada rakyat. Hampir setiap minggu di layar kaca televisi hal itu muncul. Bahagianya rakyat bisa mendapatkan sertipikat tanpa dipungut biaya dan dengan waktu singkat ribuan kelompok masyarakat secara serentak menerima sertipikat. Hebat! Kementrian ATR/BPN terkesan sangat bersemangat melaksanakan tugas dan kewajiban atas perintah atasannya, yakni Presiden Joko Widodo.
Namun di sisi lain perlu disikapi, pertama, pernyataan dan bahkan perintah rresiden yang akan membagikan sertifikat tanah kepada rakyat di 2017 sebanyak 5 juta sertipikat dan 2018 sebanyak 7 juta sertifikat. Akankah bisa tercapai atau hanya slogan semata? Mengingat kita lihat saja kinerja Kementrian ATR/BPN di bawah kepemimpinan yang dipegang tokoh-tokoh politik yang saya nilai kurang mumpuni dan tidak memiliki keahlian di bidangnya. Apakah bisa diharapkan?
Perlu dicatat dan dipahami bahwa BPN itu lembaga tehnis.Sebuah lembaga yang oleh para pendiri dan bahkan oleh para perumus UU PA, terdiri dari para pakar hukum pertanahan saat itu berharap besar pada lembaga ini akan dipimpin orang-orang yang ahli dan cakap di bidang pertanahan. Setidaknya mengerti betul mengurusi hak-hak yang mendasar bagi rakyat Indonesia bahwa hak untuk mendapatkan kepastian hukum akan sertifikat tanah rakyat itu merupakan Hak yang sangat mendasar bagi rakyat.
Kedua, persoalan sengketa pertanahan yang sangat banyak dan bersifat menahun tidak kunjung selesai dialami dan yang selalu jadi korban rakyat kecil. Rakyat miskin adalah rakyat yang belum melek hukum. Bahkan kita menyaksikan pejabat kantor pertanahan dibuat tidak berdaya sama sekali tatkala menghadapi putusan pengadilan yang kadang kala terasa tidak adil.
Ini karena kekuatan pemilik modal menguasai dan mempengaruhi putusan pengadilan tersebut. Walaupun berbagai peraturan telah dibuat dan Undang Undang-nya sangat jelas Namun diperlukan kecakapan dan keberanian. Sekali lagi Kementrian ATR/BPN ini adalah lembaga tehnis bersifat administratif yang akhirnya memerlukan pemimpin yang cakap dan memahami hokum-hukum pertanahan. Artinya yang khusus dan spesifik selayaknya dipimpin seorang yang memahami betul permasaalahan kementrian itu sendiri.
Jangan lah hanya karena kepentingan politik dan bargaining politik, lantas rakyat akan terus jadi korban. Itu sebab ketidakmampuan lembaga ini melayani dan menyelesaikan permasaalahan rakyat. Menjadi benarlah keraguan saya dan bahkan keraguan masyarakat tatkala sesumbarnya Presiden Joko Widodo yang mendengung-dengungkan pemberian jutaan sertifikat bidang tanah bagi rakyat, jika pada akhir masa jabatannya nanti hanya terealisir sebagian kecil saja.
Dan untuk itu yang perlu diperhatikan dan khususnya bagi anggota DPR Komisi II, yang bermitra dengan Kementrian ATR/BPN. Dimana atas keinginan presiden untuk memenuhi kebutuhan dan melayani rakyat atas pensertifikatan jutaan bidang tanah itu, pasti telah disetujui dan digelontorkan dana APBN triliunan rupiah.
Ini perlu menjadi perhatian serius dan pengawasan yang ketat oleh wakil-wakil rakyat yang telah mengemban amanah rakyat. Ingat uang yang digunakan itu adalah uang rakyat yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Maka sekali lagi akan menjadi slogan dan kebohongan belaka serta pekerjaan sia-sia semata, jika memberikan kepercayaan dan amanah pada orang yang bukan ahlinya. Sudah saatnya kelembagaan BPN ini dipimpin orang karir yang ahli di bidang pertanahan. Sebagaimana yang di dengung-dengungkan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla akan memberikan porsi kabinetnya pada tokoh-tokoh yang profesional di bidangnya. Jika tidak, wajar kemudian rakyat beranggapan penyerahan sertifikat untuk rakyat ini, tidak lebih dari pencitraan semata. ***
Ketua Umum Forum Anti Korupsi dan Advokasi Pertanahan (FAKTA) H. ANHAR NASUTION