Kementerian ATR/BPN Wajibkan KKPR Bagi Perubahan Fungsi Kawasan Hutan yang Belum Termuat di RTR

Kawasan hutan yang mengalami perubahan fungsi dan belum dimuat dalam RTR, wajib melalui Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Foto: humas ATR/BPN

Kemudahan berusaha menjadi salah satu dari lima asas diselenggarakannya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK). Lima asas itu adalah pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan, dan kemandirian.

semarak.co-Untuk melaksanakan asas-asas itu, pemerintah telah menerbitkan 49 peraturan pelaksana, salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang terbit pada 2 Februari 2021.

Bacaan Lainnya

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Tata Ruang melakukan Sosialisasi Kebijakan Penataan Ruang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Palembang, Rabu (21/4/2021). Acara dibuka Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatra Selatan, Pelopor.

“Kami ingin mendukung investasi di Indonesia khususnya di Sumatra Selatan. Semoga dengan adanya kemudahan yang disediakan, investasi menjadi semakin banyak,” ungkap Pelopor dalam rilis humas melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Jumat (23/4/2021).

Dalam kesempatan yang sama Direktur Jenderal Tata Ruang, Abdul Kamarzuki, menyampaikan salah satu terobosan di bidang tata ruang, yaitu Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR). Konfirmasi atau persetujuan KKPR fungsinya ada dua. Yang pertama, menggantikan izin lokasi.

Yang kedua, kata Kamarzuki, menggantikan berbagai Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) untuk membangun dan pengurusan tanah. Bagi daerah yang telah memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), pelaku usaha maupun nonberusaha dapat menggunakan mekanisme Konfirmasi KKPR.

Namun jika daerah tersebut belum memilliki RDTR, dapat menggunakan Persetujuan KKPR. “Kalau Bapak/Ibu ingin membangun rumah di suatu tempat, yang penting Bapak/Ibu sudah mendapatkan KKPR-nya,” ungkap Kamarzuki.

Penerbitan KKPR hanya memerlukan waktu 20 hari kerja untuk direspon. “Jika pelaku usaha atau nonberusaha memohon KKPR, dalam 20 hari sudah harus mendapatkan respon. Dalam 20 hari itu, sepuluh harinya dilakukan Pertimbangan Teknis atau Pertek Pertanahan,” jelasnya.

Dalam masa transisi ini, bagi pemilik izin lokasi yang izinnya masih berlaku, izin tersebut masih dapat dilanjutkan hingga masa izinnya habis. Acara ini diselenggarakan secara daring dan luring, hadir langsung Direktur Jenderal Tata Ruang, Abdul Kamarzuki dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatra Selatan, Pelopor.

Lalu Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I, Reny Windyawati, dan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Sumatra Selatan Novian Aswardani.

Sebelumnya Kamarzuki mengatakan, pelaksanaan kegiatan yang lokasinya di kawasan hutan yang mengalami perubahan fungsi dan belum dimuat dalam RTR, wajib melalui Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang mengamanatkan bahwa perubahan peruntukan dan fungsi serta penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Dalam hal perubahan peruntukan dan fungsi Kawasan Hutan belum dimuat dalam RTR, maka kegiatan pemanfaatan ruangnya dilaksanakan setelah mendapatkan Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

“Tujuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang meminta agar pemanfaatan ruang pada lokasi pelepasan Kawasan Hutan yang belum dimuat dalam RTR harus mengajukan KKPR adalah untuk menjaga ketertiban penerbitan hak,” imbuh Kamarzuki pada Rapat Pembahasan KKPR di Kota Palembang, Provinsi Sumatra Selatan, Selasa (20/4/2021).

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Selatan Pelopor menegaskan, pemberian hak pada lokasi pelepasan Kawasan Hutan yang belum dimuat dalam RTR dapat dilanjutkan prosesnya setelah diperoleh Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Selanjutnya, kata Pelopor, dalam RTRW harus dilakukan perubahan peruntukan menjadi holding zone sesuai delineasi SK Menteri Kehutanan. Terhadap pelepasan kawasan Hutan Produksi Tetap dalam rangka tukar menukar kawasan hutan untuk pembangunan industri di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatra Selatan, perlu dilakukan pengawalan proses revisi RTRW Provinsi dan Kabupaten.

Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ahmad Fuad mengatakan, “Kami akan memastikan lokasi tukar menukar Kawasan Hutan dan akan mengawal perubahan peruntukan kawasan hutan yang telah dilepaskan sebagai Peruntukan Kawasan Industri dalam Rencana Revisi RTRW Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2013-2033.”

Senada dengan itu, Kepala Seksi Perencanaan Provinsi Sumatra Selatan, Fowstino menjelaskan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Sumatera Selatan akan berkoordinasi dengan BPKH untuk mengidentifikasi lokasi tukar menukar Kawasan Hutan, untuk selanjutnya dapat ditindaklanjuti dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatra Selatan Tahun 2016-2036.

“Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang merupakan salah satu bentuk penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha. Pelaksanaan KKPR dimaksudkan untuk menerjemahkan produk tata ruang menjadi produk yang lebih simpel dan dapat dimengerti oleh masyarakat.” tutup Abdul Kamarzuki. (taru/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *