Kementerian ATR/BPN: Pendaftaran Tanah Ulayat Wujudkan Arahan Presiden dalam Pengolahan Tanah Berkeadilan

Kementerian ATR/BPN berkomitmen menjalankan arahan Presiden Prabowo terkait pengelolaan tanah dan ruang yang berkeadilan serta berkelanjutan.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berkomitmen menjalankan arahan Presiden Prabowo terkait pengelolaan tanah dan ruang yang berkeadilan serta berkelanjutan.

Semarak.co – Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Kementerian ATR/BPN, Andi Tenri Abeng menyatakan, hal tersebut diwujudkan salah satunya melalui pendaftaran dan pengadministrasian Tanah Ulayat yang tersebar di seluruh penjuru tanah air.

Bacaan Lainnya

“Sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto, perhatian terhadap pengelolaan tanah dan ruang yang berkeadilan serta berkelanjutan menjadi prioritas. Termasuk tanah ulayat,” ujarnya, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Sabtu (20/9/2025).

Pada Sosialisasi Pendaftaran dan Pengadministrasian Tanah Ulayat di Kabupaten Manggarai, Andi menyatakan, langkah ini merupakan sinergi antara hukum adat dan hukum pertanahan nasional. Dengan pendaftaran tanah ulayat, negara tidak hanya mengakui keberadaan tanah adat, tetapi juga memberikan kepastian hukum agar aset tersebut terlindungi dari potensi konflik.

“Manfaatnya jelas untuk memberikan kepastian hukum sehingga tanah ulayat tidak hanya dikenal secara adat tapi juga diakui negara. Selain itu, melindungi aset masyarakat hukum adat yang bukan hanya sekadar bernilai ekonomi, tapi juga sosial, budaya, dan spiritual,” tegas Andi.

Ia menjelaskan, NTT menjadi salah satu dari delapan provinsi target program pendaftaran tanah ulayat pada tahun 2025. Di Kabupaten Manggarai, Masyarakat Hukum Adat Niang Todo di Desa Todo, Kecamatan Satar Mese Barat, telah memiliki tanah ulayat seluas kurang lebih 2 hektare yang berstatus clear and clean.

Sementara itu, di Kabupaten Ngada terdapat tiga subjek masyarakat hukum adat dengan total tanah lebih dari 113 hektare yang siap didaftarkan, dan di Kabupaten Nagekeo terdapat sembilan bidang tanah ulayat seluas hampir 196 hektare.

Bupati Manggarai, Herybertus GL Nabit menyambut baik kegiatan ini dan menekankan pentingnya sosialisasi bagi masyarakat adat. “Kehadiran kita di sini penting agar semua mendapat informasi awal. Jangan berpikir program ini hanya untuk Kota Ruteng atau Todo saja, melainkan akan diperluas ke wilayah-wilayah lain,” ujarnya.

Program ini merupakan bagian dari Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP), hasil kerja sama Kementerian ATR/BPN bersama Bank Dunia. Pada 2025, program ini dilaksanakan di delapan provinsi, termasuk tiga kabupaten di NTT, yakni Timor Tengah Selatan, Manggarai, dan Sumba Timur.

Kementerian ATR/BPN Jadi Motor Penggerak dalam Memberikan Perlindungan bagi Masyarakat Hukum Adat

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggelar Sosialisasi Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat, yang berlangsung di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada Kamis (18/09/2025).

Melalui kegiatan ini, pemerintah senantiasa memastikan pengelolaan pertanahan dan tata ruang utamanya bagi masyarakat hukum adat, menjadi berkeadilan dan berkelanjutan sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

“Kementerian ATR/BPN sebagai institusi yang mengurus tanah dan ruang harus menjadi motor penggerak dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat hukum adat sesuai amanat konstitusi,” ujar Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi Deni Santo.

Deni Santo menjelaskan, kegiatan serupa juga dilaksanakan serentak di tiga kabupaten di NTT, yakni Timor Tengah Selatan, Sumba Timur, dan Manggarai Timur. “Pada hari ini bersamaan di tiga tempat tersebut, kami sosialisasi. Ini adalah bukti keseriusan dalam memberikan perlindungan bagi masyarakat hukum adat,” jelasnya.

Ia menambahkan, dari identifikasi awal yang dilakukan, masyarakat hukum adat di Desa Boti, Timor Tengah Selatan, memiliki tanah ulayat seluas kurang lebih 293 hektare. Selanjutnya pihaknya akan menunjuk batasnya, lalu para pihak akan menyetujui batas itu.

Bupati Timor Tengah Selatan Eduard Markus Lioe menyampaikan, pada 2025, Suku Boti dipilih menjadi salah satu target kegiatan pengadministrasian dan penyertipikatan tanah ulayat karena dipandang masih hidup, tetap eksis, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional maupun peraturan perundang-undangan.

“Perlu juga saya ingatkan kepada masyarakat hukum adat agar dapat menggunakan, mengusahakan, dan memanfaatkan tanahnya sendiri sesuai kaidah hukum adat yang dipegang, memelihara dan menjaga alam sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Suku Boti,” imbau Eduard. (GE/RT/AR/RZ/JR)

Pos terkait