Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membangun keadilan dan resolusi konflik pertanahan melalui program Reforma Agraria. Saat ini tengah menjalankan tugas besar, melakukan implementasi Reforma Agraria. Adanya Reforma Agraria menjadi upaya menciptakan keadilan masyarakat dalam hal pertanahan dan tata ruang yang berujung kesejahteraan masyarakat.
semarak.co-Wakil Menteri (Wamen) ATR/Wakil Kepala (Waka) BPN, Raja Juli Antoni mengungkapkan bahwa terdapat kesenjangan luar biasa perihal kepemilikan tanah. Melalui penerapan Reforma Agraria, diharapkan terdapat penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan.
“Misalnya ada yang punya tanah Hak Guna Usaha (HGU) begitu banyak, namun banyak pula masyarakat yang belum memiliki sejengkal tanah pun,” ujar Raja Juli Antoni pada kegiatan ATR/BPN Goes to Campus yang berlangsung di Gedung Widyaloka Universitas Brawijaya, pada Rabu (19/10/2022).
Raja Juli Antoni juga mengungkapkan, terkadang ada tanah HGU yang begitu luas namun tidak digunakan. Dari adanya tanah HGU yang habis masa berlaku, tanah telantar, tanah transmigrasi, hingga tanah pelepasan kawasan hutan, dapat digunakan redistribusi tanah kepada masyarakat.
“Kita bisa melakukan redistribusi tanah kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan akses kepada pertanahan, demi kesejahteraan mereka seperti petani gurem dan nelayan,” terang Wamen ATR/Waka BPN dirilis humas ATR/BPN usai acara melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Kamis (20/10/2022).
Sebagai upaya untuk mengurangi konflik pertanahan, Kementerian ATR/BPN tengah melakukan percepatan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Raja Juli Antoni menyebut, PTSL menjadi upaya mengatasi ketidakpastian alas hak masyarakat Indonesia yang sering kali menjadi salah satu penyebab konflik pertanahan.
Hal senada diungkapkan Direktur Landreform Kementerian ATR/BPN Sudaryanto. Ia mengatakan, ketika tanah yang dimiliki masyarakat benar-benar terdaftar dan terdata, akan meminimalisir adanya potensi konflik pertanahan. Tanah yang terdaftar dan terdata, dapat kita identifikasi untuk kegiatan lainnya.
“Semisal untuk agunan maupun perencanaan pembangunan. Tanah yang terdaftar dan terdata dapat digunakan untuk banyak hal. Contohnya untuk mengetahui harga-harga tanah, tata ruang, kemampuan tanah dalam hal kebermanfaatan, dan lain sebagainya,” papar Sudaryanto dirilis dan acara yang sama.
Dari semua hal tersebut, sambung Sudaryanto, di sanalah data pertanahan yang kita butuhkan. Diharapkan kita akan mempunyai data pertanahan secara terintegrasi jika semua tanah sudah terdaftar atau pendaftaran tanah sudah lengkap.
Turut hadir Rektor Universitas Brawijaya Widodo. “Sudah saatnya menjadi tugas bersama untuk membuat kebijakan agraria dan tata ruang yang berkelanjutan hingga di masa yang akan datang. Jika kita melihat kejadian 2-3 hari yang lalu, banyak banjir yang menerjang daerah di Kota maupun Kabupaten Malang,” imbuh Widodo.
Ini, lanjut dia, masalah nyata dari adanya perubahan status fungsi lahan yang sifatnya fungsional untuk penyangga menjadi perumahan. Itu sebabnya banyak banjir terjadi bahkan juga longso. Selain itu, Widodo juga mengungkapkan bahwa tantangan zaman ke depan semakin beragam, mulai dari krisis pangan, krisis energi, hingga krisis lingkungan.
“Kita bisa menghadapi tersebut jika memiliki konsep dan SDM yang bagus, seperti saat ini mahasiswa yang hadir di acara ini, diharapkan ke depannya dapat menjadi kader-kader di masa depan, serta adanya pembagian pengetahuan dasar terkait pertanahan,” tutupnya.
Pada kegiatan ini, mewakili panitia penyelenggara, Tenaga Ahli Bidang Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN Leon Alvinda Putra melaporkan jalannya kegiatan ATR/BPN Goes to Campus. Adapun hadir sebagai narasumber, Kepala Subdirektorat Pencegahan dan Hubungan Kelembagaan Kementerian ATR/BPN Shinta Purwitasari. (ar/yz/smr)