Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, berharap kegiatan TOP CSR ini dapat disinergikan dengan program pemerintah, khususnya program pemberdayaan sosial dan pengentasan kemiskinan.
“Pemerintah akan dengan senang hati, untuk berdialog dan merumuskan sinergi dan kolaborasi CSR, untuk membantu pembangunan bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup,” kata dia di Jakarta, Rabu (5/4).
Sebanyak 117 perusahaan terkemuka dari berbagai sektor industri, mengikuti kegiatan Top CSR (Corporate Social Responsibility) 2017, yang bertemaAligning CSR to Business Strategy, hari ini (Rabu, 5 April 2017), di Rafflesia Grand Ballroom – Balai Kartini, Jakarta.
Tercatat, beberapa nama besar menjadi pemenang penghargaan. Itu antara lain Bank Rakyat Indonesia (BRI); Pertamina; Astra International; Unilever Indonesia; Holcim Indonesia; Kalbe Farma, MNC Group; Pan Brothers, Japfa Comfeed Indonesia, FIFGroup, Indosat, Sinarmas Land, United Tractors, Sepatu Bata, Bank CIMB Niaga; Gajah Tunggal; Indocement; HM Sampoerna, Bank Danamon, Levi’s, dan perusahaan besar lainnya.
Acara yang dihadiri lebih dari 500 audience dari kalangan Direksi, Komisaris dan staf CSR ini, berlangsung sangat meriah dan suskes. Penilaian CSR didasarkan pada keterkaitan CSR terhadap 3 hal yakni: 1) ISO 26000, 2) Strategi Bisnis, 3) Praktek GCG.
Kegiatan TOP CSR diselenggarakan oleh Majalah BusinessNews Indonesia, yang bekerja sama dengan sejumlah lembaga kredibel seperti Komite Nasional Kebijakan Governance/KNKG, Masyarakat CSR Indonesia, SGL Management, Asia Business Research Center, Mitra Bhadra Consulting, Yayasan PAKEM, PPM Manajemen, Alvara, Indonesia CSR Society, Dwika Consulting, Sinergi Daya Prima, dan SBC Sinergi Internasional.
Ketua Dewan Juri Top CSR 2017 yang juga ketua KNKG, Mas Achmad Daniri, hari ini di Jakarta, mengatakan bahwa penghargaan itu merupakan kegiatan penilaian dan pemberian penghargaan tertinggi, kepada perusahaan yang berhasil menjalankan program CSR, PKBL (program kemitraan bina lingkungan), Community Involvement & Development (CID), secara efektif-berkualitas di Indonesia.
Menurutnya, kebanyakan praktek CSR di Indonesia masih menggunakan paradigma lama. Contohnya, manajemen perusahaan menganggap bahwa kegiatan CSR sekadar donasi kepada masyarakat, dan tidak bermanfaat langsung ke perusahaan. Kemudian, praktik CSR masih dalam batas community involvement and development (CID), untuk memeroleh dukungan komunitas sekitar. Selain itu, program CSR terlalu beragam, kurang fokus, tidak terkait bisnis inti, dan belum menjadi bagian strategi bisnis. “Juga, belum merujuk ke ISO 26000,” kata Daniri.
Praktek CSR dan paradigma lama tersebut harus diubah menuju paradigma baru. CSR harus aligning dengan business strategy. Jika CSR tidak selaras dengan strategi bisnis, maka perusahaan hanya menambah/memerbesar cost atau biaya saja, dan bukan sebuah investasi yang meningkatkan nilai perusahaan.
Padahal, setiap biaya CSR yang dikeluarkan, harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pemegang saham sebagai upaya untuk meningkatkan nilai perusahaan. Jika CSR selaras dengan strategi bisnis, maka CSR bukan lagi sebagai beban, namun justru menjadi kebutuhan perusahaan.
“ISO 26000 dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan CSR yang sesuai dengan paradigma baru tersebut. ISO 26000 adalah guidance (panduan) pelaksanaan tanggung jawab sosial organisasi (baik perusahaan, lembaga maupun instansi), dan bukan guideline (pedoman),” Daniri menambahkan.(wiyanto)