Kemenkop dan UKM Nilai UU Perkoperasian Perlu Direvisi Dorong Ekosistem Bisnis Koperasi Makin Maju

Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop dan UKM Ahmad Zabadi. Foto: humas Kemenkop dan UKM

Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM menilai revisi atas Undang-Undang (UU) tentang Perkoperasian perlu terus didorong hingga disahkan demi menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992 sebagai upaya menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kebutuhan anggota dan masyarakat.

semarak.co-Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop dan UKM Ahmad Zabadi mengatakan, UU Perkoperasian yang saat ini berlaku adalah UU Nomor 25 Tahun 1992 yang sudah berusia 30 tahun dengan substansi cenderung obsolete (ketinggalan) sehingga perlu diperbaharui agar sesuai perkembangan zaman dan lingkungan strategis terkini.

Bacaan Lainnya

“Seiring perubahan cepat dalam dunia usaha dan teknologi serta berbagai permasalahan yang terjadi maka diperlukan UU yang juga mampu mengakomodasi, menjawab perubahan tersebut, dan memperbaiki tata kelola perkoperasian,” ujar Zabadi pada keterangan resminya di Jakarta, Minggu (5/6/2022) dirilis humas Kemenkop dan UKM melalui WAGroup FORWAKOP.

Dengan demikian, lanjut Zabadi, koperasi bisa bergerak lincah, modern, dipercaya, dan terutama memberikan kepastian hukum yang tegas terhadap setiap pelanggaran yang dapat menurunkan citra koperasi di kalangan masyarakat.

Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini adalah munculnya koperasi-koperasi bermasalah sehingga gambaran koperasi di masyarakat kurang baik. Ini bertolak belakang dengan prinsip koperasi, bahwa koperasi dengan azas kebersamaan, kekeluargaan, demokrasi tujuan utamanya adalah untuk memberikan kesejahteraan kepada anggotanya.

Berbagai permasalahan koperasi saat ini, antara lain penyalahgunaan badan hukum koperasi untuk melakukan praktik pinjaman online ilegal dan rentenir, penyimpangan penggunaan asset oleh pengurus, di lain pihak potensi anggota tidak dioptimalkan, dan pengawasan yang belum berjalan maksimal.

Pelanggaran koperasi yang juga kerap terjadi dalam bentuk tidak adanya izin usaha simpan pinjam maupun izin kantor cabang. “Banyak koperasi yang dikelola tidak sesuai dengan prinsip dan nilai koperasi sehingga menimbulkan malpraktik yang merugikan anggota maupun masyarakat,” imbuhnya.

Pendidikan anggota dan kerja sama antarkoperasi, kata dia, merupakan bagian penting dalam pelaksanaan prinsip koperasi tidak diselenggarakan sebagaimana mestinya dan adanya ketergantungan koperasi terhadap dominasi pengurus. Padahal dalam koperasi peran anggotalah yang paling utama.

“Salah satu kendala yang juga banyak ditemukan dalam koperasi bermasalah saat ini adalah mekanisme pengajuan PKPU dan kepailitan oleh kreditur/anggota koperasi yang belum diatur dalam UU sehingga menyulitkan anggota yang harus menghadapi proses PKPU dan pailit,” paparnya.

Ribuan anggota koperasi bermasalah kini terkatung-katung menunggu proses pengembalian simpanannya yang rumit. Zabadi mengatakan melihat begitu banyaknya permasalahan yang muncul, maka perlu penguatan dan pembaruan dalam draf RUU Perkoperasian yang akan disusun. “Ada banyak hal yang akan diatur,” ujarnya.

Salah satu yang ingin diperkuat adalah badan hukum koperasi, menguatkan pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah, penguatan pengawasan internal, disertai sanksinya. Selain itu juga, pengaturan sanksi pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan pengurus/pengelola koperasi maupun pihak lain yang mengatasnamakan koperasi.

Hal ini menjadi perhatian serius agar pengurus koperasi/pengelola bertanggung jawab dan taat azas terhadap semua aturan yang ada. “Adapun, pembubaran, penyelesaian, dan kepailitan koperasi akan turut diatur,” kata Zabadi mantan Dirut Smesco UKM.

Hal krusial lainnya adalah mempertegas regenerasi dan suksesi di koperasi dan mengatur  pembatasan masa periode kepengurusan. Menguatkan pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah dan mendorong penjaminan simpanan anggota koperasi.

“UU Perkoperasian yang akan disusun bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anggota, menghadirkan tata kelola koperasi yang baik dan akuntable, serta memberikan efek jera terhadap pelanggaran ketentuan peraturan sebagaimana diatur di dalam undang-undang perkoperasian,” kata Zabadi.

Kemenkop dan UKM telah membentuk Kelompok Kerja pembahasan Naskah Akademik RUU tentang Perkoperasian yang berasal dari akademisi (ahli ekonomi, ahli hukum), praktisi koperasi, pemerhati koperasi, notaris, ahli hukum, kementerian/lembaga terkait, serta internal Kementerian Koperasi dan UKM.

“Tim juga sudah mulai bekerja melakukan inventarisasi terkait permasalahan dan perkembangan dinamika perkoperasian. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan secara intensif per klaster RUU Perkoperasian,” tutupnya. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *