Kementerian Koperasi (Kemenkop) dan UKM (KemenKopUKM) mendorong tenun Karaja Sumba agar mampu menjadi produk high end yang bernilai ekonomi tinggi, mengingat Karaja Sumba merupakan sebuah produk budaya yang bernilai sejarah.
semarak.co-Menteri Koperasi (Menkop) dan UKM Teten Masduki mengatakan saat ini tren industri fesyen dunia sedang mengarah ke kain yang memiliki nilai tinggi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Kita tahu tenun Sumba ini merupakan budaya yang luar biasa dan punya potensi ekonomi untuk dikembangkan.
“Selama ini, tenun ini sudah dikenal dunia. Kita harus terus kembangkan tenun ini sehingga mampu menjadi produk high end,” ungkap Menkop Teten, ketika melakukan Dialog Interaktif bersama Pengrajin Tenun dan Pelaku Usaha Sumba Barat, NTT, Minggu (17/12/2023).
“Contohnya Dior pernah pakai kain tenun Geringsing Bali untuk produk unggulan mereka. Ini jadi potensi, kita sudah bicara dan bekerja sama dengan Sekolah Prancis bahkan New York, agar karya desainer kita bisa masuk pasar dunia. Ada momen yang bisa kita manfaatkan, saya optimistis bahwa batik dan tenun bisa masuk ke sana,” ujarnya.
Menkop Teten menegaskan, berbicara mengenai pengembangan ekonomi, penenun erat juga kaitannya dengan pemberdayaan perempuan. Selain itu, hal ini juga dikatakan dapat menjadi sumber pemberdayaan ekonomi lokal. Karaja Sumba sendiri menjadi produk yang sangat baik dan bernilai tinggi, karena menggunakan pewarna alami dan dapat menjadi produk green economy.
“Ini masuk ke peradaban modern di mana dunia sedang mengarahkan green economy yang lebih sustain. Ini penting karena dalam perdagangan dunia, produk dengan nilai-nilai seperti itu yang memiliki value lebih,” kata Menkop Teten dirilis humas usai acara melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Minggu (17/12/2023).
Menkop Teten menekankan, tenun Karaja Sumba harus dijual mahal dengan dua pendekatan, yaitu menjualnya ke pasar ekspor atau menarik para pembeli untuk datang ke Sumba. Jadi Sumba mengunjungi dunia atau dunia mengunjungi Sumba.
“Sudah ada hotel yang bagus, tinggal kita kembangkan lagi resort untuk penduduk agar bisa menikmati keuntungan ekonomi. Jadi kain Sumba bisa menjadi oleh-oleh premium dari Sumba. Ini harus dihargai tinggi,” ujar Menkop Teten.
Di tempat yang sama, Pengelola Karaja Sumba Roswita Asti Kulla mengatakan kehadiran Karaja Sumba disebabkan keresahan dan kebingungan menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan budaya. “Banyak mama-mama dari desa dipukul dan jadi korban kekerasan atau KDRT. Ternyata faktor ekonomi jadi salah satu penyebab yang paling kuat,” imbuh Asti Kulla.
“Pendidikan dan ekonomi harus selaras kami percayai hal ini, Karaja percaya ini jadi solusi masalah sosial dan ekonomi. Kita punya kekayaan alam besar dan titah budaya yang tinggi yaitu tenun ikat,” demikian Asti Kulla menambahkan.
Menurut Asti, Tenun Karaja menjadi tentun yang hampir punah karena transformasi manusia yang serba ingin instan. Maka dari itu, ia berpikir untuk kembali memberdayakan pembuatan tenun Karaja.
“Saat ini, pelestarian budaya menenun telah kami mulai, dan akhirnya kami bergerak dan berjalan 3 tahun dengan lebih dari 100 penenun dan 40 persen usianya 19-40 tahun, sedangkan sisanya berusia 50-70 tahun. Sejak 2019 sampai saat ini kami berhasil mendapatkan Rp200 juta sampai Rp300 juta,” katanya.
Sementara Chief of Community & Parnership Krealogi Hanna Keraf mengatakan bahwa KemenKopUKM dan Krealogi akan membantu untuk menyiapkan permintaan bagi produk Karaja Sumba baik dari hotel maupun pihak lainnya.
Sebab, menurut Hanna, produk Karaja Sumba sudah dipercaya oleh pembeli, di mana dari hasil survei yang dilakukan, sebanyak 80 persen pembeli sudah tahu brand Karaja Sumba dan percaya dengan kualitas brand tersebut.
“Rencana kami pada 2024, KemenKopUKM dan Krealogi sudah mulai membangun sistem produksi, dan kita ingin menggandeng mitra agar bisa memberikan kontribusi pada perempuan Sumba Barat. Mimpi besar kami Karaja Sumba juga bisa menjadi agregator UMKM lainnya, ada sekitar 30 UMKM yang dapat bekerja sama dengan Karaja Sumba,” ucap Hanna (smr).