Pemerintah menegaskan pentingnya membangun sistem pendidikan vokasi yang selaras dengan kebutuhan industri dan dunia kerja. Hal ini menjadi sorotan pada Rapat Koordinasi Vokasi dan Kemitraan Industri yang digelar Kemenko PMK, pada Selasa (1/7/2025),
Semarak.co – Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK Ojat Darojat mengungkapkan, meski pengangguran menurun pada awal 2024, tren ke depan masih menunjukkan potensi peningkatan.
“Data dari APINDO menyebutkan 70 % perusahaan TIK kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang sesuai. Ini alarm serius. Artinya, kita harus memperkuat link and match secara sistemik,” ujar Ojat, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Media PMK, Rabu pagi (2/7/2025).
Kemenko PMK menilai perlu ada peran yang lebih aktif dari industri dalam proses pendidikan vokasi. Kolaborasi antara politeknik, SMK, dan dunia usaha masih belum merata. Hanya sekitar 30% SMK dan politeknik memiliki kemitraan formal.
Padahal, keterlibatan industri sangat krusial dalam pemagangan, riset terapan, hingga pengembangan kurikulum. “Industri tidak bisa hanya duduk menunggu lulusan siap kerja. Mereka harus ikut dalam proses mencetaknya,” tegas Ojat.
Sebagai langkah konkret, Kemenko PMK akan mendorong penyusunan regulasi yang memberikan insentif bagi industri yang aktif bermitra, sekaligus sanksi bagi yang abai. Platform kolaborasi antara perguruan tinggi vokasi dan industri juga akan diperkuat.
Kemenko PMK juga menargetkan pembentukan konsorsium pendidikan vokasi antara SMK dan politeknik. Konsorsium ini akan memfasilitasi berbagi sumber daya, kurikulum, dan tenaga pengajar. Targetnya, persentase kerja sama antar-lembaga vokasi ditingkatkan dari 30 % jadi 60%.
Kemenko PMK juga mendorong program percepatan pemenuhan guru produktif untuk SMK. Saat ini, hanya 20% dari tenaga pengajar SMK yang tergolong produktif. Skema rekrutmennya akan melibatkan dosen politeknik dan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) vokasi.
Selain itu, akan dibentuk tim evaluasi independen untuk menilai efektivitas kinerja Tim Koordinasi Vokasi Daerah (TKDV). Hasil evaluasi ini akan menjadi bahan perbaikan peran TKDV agar kontribusinya terhadap politeknik dan universitas lebih nyata dan terukur.
Rapat juga membahas kemitraan internasional, terutama dengan aliansi China–Indonesia TVET Industry-Education Alliance (CITIEA) yang kini sudah mencakup 49 politeknik negeri, 80 institusi Tiongkok, dan 18 perusahaan Tiongkok.
Melalui proyek Modern Craftsman Academy, LZPU dan LiuGong Group merencanakan pembangunan pusat pelatihan di Kalimantan dan Sulawesi serta pengembangan pusat riset bersama bidang AI, energi terbarukan, dan pertanian.
“Kita menyambut baik kerja sama internasional. Tapi agar dinamis, regulasi seperti izin working permit dosen asing perlu disederhanakan. Kita akan bentuk tim lintas kementerian untuk memetakan regulasi yang perlu direvisi,” tutur Ojat. (hms/smr)