Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif mendorong puluhan jenama lokal untuk memperkuat identitas merek (brand DNA) dan melindunginya melalui Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Semarak.co – Direktur Fesyen Romi Astuti menyatakan, subsektor fesyen menjadi penyumbang terbesar ekspor ekonomi kreatif Indonesia dengan nilai mencapai sekitar 7 juta dolar AS pada 2025.
“Identitas dan ciri khas membuat sebuah produk menjadi unik dan berbeda dari pesaingnya. Namun, tanpa perlindungan HAKI, potensi plagiasi menjadi besar, sehingga peluang pasar produk pun dapat menurun,” ujarnya pada acara Bootcamp 1 Inkubasi Fesyen Jabodetabek, di Bogor, dirilis humas melalui WAGroup Kemenekraf Siaran Pers, Senin (3/11/2025).
Bootcamp 1 Inkubasi Fesyen Jabodetabek digelar Kementerian Ekraf/Badan Ekraf untuk pendampingan pengembangan identitas merek dan peningkatan kesiapan produk menuju pasar global.
Selain menjadi penyumbang terbesar ekspor dengan nilai sekitar 7 juta dolar AS, data BKPM menunjukkan subsektor fesyen menempati posisi kedua tertinggi dalam nilai investasi ekonomi kreatif, dengan total mencapai Rp9,43 triliun.
Astuti menyampaikan komitmen Kemenekraf dalam membantu fasilitasi untuk akses pengurusan dan pendaftaran HAKI. Ia menjelaskan bahwa melalui program Bootcamp 1 ini, Kemenekraf juga dapat semakin menguatkan data jenama yang memerlukan fasilitasi HAKI.
“Kementerian Ekraf/Badan Ekraf melalui Direktorat Pengembangan Fasilitasi Kekayaan Intelektual dapat membantu prosesnya, sementara Direktorat Fesyen siap mendukung dari sisi penyediaan data jenamanya,” tambahnya.
Sepuluh jenama fesyen terkurasi yang mengikuti program ini memperoleh manfaat yang berbeda sesuai dengan kebutuhan yang paling relevan bagi perkembangan usaha mereka. Batik Marunda, merasa kegiatan ini sangat membantunya dari segi penguatan bisnis dan nilai ekonomi produknya.
“Sebelumnya kami hanya fokus membina penghuni rusun mengembangkan desain, namun kurang memperhatikan dari aspek penjualan dan bisnis. Pelatihan dari Kementerian Ekraf/Badan Ekraf ini sangat menjawab kebutuhan kami untuk meningkatkan nilai jual produk agar meningkatkan perekonomian para ibu di rusun,” ujar Ketua Yayasan Batik Marunda, Irmanita.
Eti Yuniarti, pemilik PT Schon Craft Indonesia, merasa sesi mentoring keuangan memberi pemahaman baru, terutama dalam menentukan harga produk. Ia mempelajari penetapan harga bukan hanya soal biaya produksi, tetapi juga harus memperhitungkan segmentasi pasar, tingkat kerumitan pembuatan, dan kualitas hasil karya agar nilai jualnya tepat.
“Dari sesi mentoring aspek keuangan hari ini, kami jadi mengetahui bagaimana menentukan nilai jual sesuai dengan nilai dari karya buatan kami. Kami bisa lebih percaya diri untuk memasang harga yang sepadan dengan hasil yang kami kerjakan, tapi tetap dengan mempertimbangkan peluang kami di pasar,” ujar Eti.
Selain aspek keuangan, beberapa peserta juga merasa penguatan karakter brand menjadi manfaat utama yang mereka dapatkan. Jumirah, salah satu peserta yang juga pemilik jenama fesyen pakaian Mierto menilai pendampingan ini membantunya menemukan ciri khas yang lebih tajam tanpa meninggalkan identitas yang sudah dibangun sejak awal. (hms/smr)





