Kemendikdasmen Tekankan Kolaborasi Lintas Sektor Cegah Bahasa Daerah Punah

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Hafidz Muksin.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Hafidz Muksin menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh masyarakat, akademisi, dan lembaga pendidikan untuk pelestarian bahasa dan sastra daerah.

Semarak.co – Hal tersebut disampaikan Hafidz pada kuliah umum bertajuk “Keanekaragaman dan Kelestarian Bahasa di Indonesia: Mengeksplorasi Variasi Regional dan Pelindungan Bahasa”. yang digelar hybrid, yang diikuti 700 peserta.

Bacaan Lainnya

“Kami sangat mengapresiasi kerja sama ini, kolaborasi sangat penting dalam upaya pelestarian bahasa daerah, agar warisan leluhur kita tidak punah,” tegasnya, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Mitra BKHumas Fortadik, Senin (28/7/2025).

Hafidz juga mengapresiasi antusiasme peserta serta kehadiran para narasumber, termasuk Nazarudin, akademisi sekaligus pegiat pelestarian bahasa dari Universitas Indonesia, dan Marian Klamer, profesor bahasa rumpun Papua dan Austronesia dari Universitas Leiden.

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman bahasa daerah, tercatat sebanyak 718 bahasa daerah. Bahasa daerah tersebut tidak hanya menjadi alat komunikasi, melainkan juga cerminan kekayaan budaya dan identitas bangsa.

Keanekaragaman bahasa ini diibaratkan sebagai ‘taman kota’ yang penuh aneka warna, di mana setiap warna melambangkan karakter unik dari masyarakat di berbagai penjuru nusantara.

Hafidz menekankan peran generasi muda sebagai pilar pelestarian bahasa daerah, yang idealnya berperan aktif melalui berbagai kegiatan budaya, lomba berbahasa daerah, serta pemanfaatan media digital dalam mengembangkan bahasa lokal melalui berbagai wadah ekspresi kekinian.

“Keberagaman bahasa di Indonesia seperti taman kota yang penuh aneka warna, masing-masing warna melambangkan karakter masyarakat dari berbagai penjuru nusantara. Generasi muda adalah kunci utama pelestari bahasa daerah, mereka perlu ditanamkan agar memiliki kecintaan terhadap bahasa ibu,” tambahnya.

Marian Klamer memaparkan betapa kompleks dan kaya ekologi linguistik Indonesia yang meliputi tidak hanya bahasa daerah dan bahasa Indonesia, melainkan juga lingua franca lokal dan ragam Melayu yang telah berkembang selama berabad-abad.

Ia mencontohkan fenomena di Pulau Pantar yang kecil namun memiliki 11 bahasa lokal, menandakan keberagaman yang sangat tinggi meskipun dalam wilayah terbatas.

Selanjutnya, Nazarudin membagikan studi kasus tentang bahasa Oirata di Pulau Kisar, Maluku, yang menghadapi tantangan penurunan jumlah penutur, namun terus dilestarikan melalui inisiatif lokal dan dokumentasi intensif.

Kajian dan penelitian yang telah dilakukan bertahun-tahun tersebut, telah memantik semangat dan kreativitas tokoh masyarakat setempat untuk menciptakan kamus bahasa daerah yang ada di wilayahnya agar menjadi dokumentasi penting dan media pembelajaran bagi generasi mereka. (hms/smr)

Pos terkait