Kemendikdasmen Perkuat Akses Layanan Kebahasaan yang Inklusif, Mendikdasmen Mu’ti: Penguasaan Bahasa Inggris Kunci Sukses

Salah seorang peserta Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia Adaptif bagi Disabilitas Rungu menjadi bukti bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa untuk semua. Foto: humas Kemendikdasmen

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menegaskan komitmennya dalam menghadirkan layanan kebahasaan yang setara, modern, dan inklusif. Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif bagi Disabilitas Rungu menjadi bukti bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa untuk semua.

Semarak.co – Tanpa batas kemampuan, wilayah, atau latar belakang. Sebagai bagian dari transformasi layanan kebahasaan nasional, pengembangan UKBI Adaptif bagi disabilitas rungu menjadi terobosan penting agar layanan kebahasaan dapat diakses seluruh lapisan masyarakat.

Bacaan Lainnya

Hal ini juga sejalan dengan peningkatan posisi bahasa Indonesia di dunia internasional, yaitu bahasa Indonesia kini menjadi bahasa resmi kesepuluh yang digunakan dalam sidang UNESCO dan telah diajarkan di lebih dari 57 negara.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Hafidz Muksin menyampaikan bahwa UKBI merupakan sarana penting untuk mengukur kemahiran berbahasa Indonesia sehingga perlu terus dikembangkan agar menjangkau semua lapisan masyarakat.

Seiring dengan transformasi digitalisasi layanan kebahasaan dan kesastraan, sambung Hafidz, pengembangan aplikasi UKBI bagi disabilitas rungu selaras dengan visi Kemendikdasmen mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua.

“Saya menyampaikan apresiasi atas inovasi dan kreativitas yang terus dikembangkan ini. Semoga melalui uji coba aplikasi UKBI bagi disabilitas rungu ini akan diperoleh masukan yang konstruktif,” ujar Hafidz dalam kegiatan Uji Coba Soal UKBI Adaptif dan Uji Coba UKBI Disabilitas Rungu.

“UKBI merupakan instrumen resmi untuk mengukur kemahiran berbahasa Indonesia bagi seluruh pengguna bahasa Indonesia, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing,” demikian Hafidz menambahkan dirilis humas usai acara melalui WAGroup Mitra BKHumas Fortadik, Jumat (10/10/2025).

Dilanjutkan Hafidz bahwa UKBI terus dikembangkan dari waktu ke waktu hingga kini menjadi UKBI Adaptif, sebuah sistem digital yang memungkinkan peserta untuk mengikuti ujian dari mana saja dan kapan saja.

UKBI Adaptif bagi Disabilitas Rungu menjadi langkah nyata dalam mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua dan mendukung pendidikan yang inklusif agar setiap pengguna bahasa Indonesia, termasuk disabilitas rungu, dapat memiliki kesempatan yang sama untuk mengukur kemahiran berbahasa Indonesia mereka.

Balai dan Kantor Bahasa Provinsi Selenggarakan Uji Coba UKBI Adaptif bagi Disabilitas Rungu

Badan Bahasa, Kemendikdasmen telah melaksanakan UKBI Adaptif bagi Disabilitas Rungu, pada 8–9 Oktober 2025. Khusus bagi peserta disabilitas rungu, kegiatan ini digelar serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 9 Oktober 2025 melalui balai dan kantor bahasa di setiap provinsi dan diikuti 222 peserta.

Kegiatan ini terdiri atas dua bagian utama, yaitu uji coba soal UKBI Adaptif secara umum dan uji coba aplikasi UKBI Adaptif bagi disabilitas rungu. Uji coba soal secara umum telah dilaksanakan di tujuh provinsi, yaitu Kepulauan Riau, Yogyakarta, NTB, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, dan DKI Jakarta.

“Tujuannya untuk mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua dan pendidikan yang inklusif. Kami ingin memastikan soal dan aplikasi ini benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengguna disabilitas rungu,” tutur Hafidz lagi.

Harapannya, ucap dia, UKBI dapat dimanfaatkan masyarakat luas untuk pemetaan kemampuan, peningkatan kompetensi, atau seleksi karier, dan ke depan dapat digunakan pula di sekolah-sekolah bagi peserta didik difabel.

Uji coba ini tidak hanya mengujikan soal, tetapi juga mengukur validitas dan reliabilitas instrumen UKBI Adaptif serta menguji kinerja aplikasi digital agar aplikasi UKBI Adaptif benar-benar ramah dan mudah diakses oleh difabel.

Hasil kegiatan ini akan menjadi dasar pengembangan lebih lanjut supaya UKBI Adaptif makin inklusif, akurat, dan andal. Salah seorang peserta uji coba aplikasi UKBI Adaptif bagi disabilitas rungu Dame mengungkapkan pengalamannya.

“Hari ini saya pertama kali ikut ujian. Bahasa itu berbeda karena kita punya budaya, bahasa Indonesia, dan bahasa isyarat. UKBI ini menyesuaikan kemampuan masing-masing. Jadi, jangan takut mencoba. Tes ini bisa bermanfaat untuk masa depan untuk kerja, kuliah, dan lainnya,” ujar Dame dalam bahasa isyarat.

Dua peserta warga negara asing, Maram Al Arnab (Suriah) dan Chiara (San Marino), menilai bahwa UKBI sangat penting bagi penutur asing. “Sertifikat UKBI membantu kami untuk mendapatkan pekerjaan di Indonesia dan memudahkan kami memperoleh beasiswa,” tutur mereka.

Sementara itu, Haikal dari MTsN 9 Jakarta menyampaikan bahwa UKBI menjadi motivasi bagi pengguna bahasa Indonesia untuk terus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Dirilis humas Kemendikdasmen sebelumnya di hari ini juga, Jumat (10/10/2025), Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, memaparkan arah kebijakan pembelajaran Bahasa Inggris dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2025 – 2045 yang bertumpu pada tiga pilar transformasi.

Yaitu pemerataan akses kualitas layanan pendidikan, peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan, serta transformasi pembelajaran menuju pendidikan mendalam (deep learning) yang berorientasi pada masa depan, produktif dan kompetitif.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 13 Tahun 2025, Bahasa Inggris akan menjadi mata pelajaran wajib mulai tahun ajaran 2027/2028. Kebijakan ini merupakan implementasi nyata dari Peta Jalan Pendidikan Nasional

Yang menekankan bahwa kemahiran berbahasa asing khususnya Bahasa Inggris adalah instrumen kunci dalam mengembangkan profil lulusan yang produktif dan kompetitif secara global,” ujar Mendikdasmen Abdul Mu’ti dirilis humas usai acara melalui WAGroup Mitra BKHumas Fortadik, Jumat siang (10/10/2025).

Demikian Mendikdasmen Mu’ti menyampaikan ketika menjadi pembicara utama (keynote speaker) pada Konferensi Internasional TEFLIN (Teaching English as a Foreign Language) ke-71 di Universitas Brawijaya, Malang, 8 – 10 Oktober 2025.

Konferensi Internasional ini mengangkat tema “Reimagining English Language Education in the Age of AI and Digital Transformation: Integrating Inclusive Education and Cultural Diversity” yang dihadiri oleh para pakar pendidikan Bahasa Inggris dari berbagai negara.

Mendikdasmen juga menegaskan pentingnya teknologi dan kecerdasan buatan dalam pembelajaran Bahasa Inggris. “Meskipun teknologi sangat membantu, namun ia tidak dapat menggantikan peran guru,” kata Mendikdasmen Mu’ti yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Sejalan dengan kebijakan pembelajaran mendalam (deep learning), terang Mendikdasmen Mu’ti, salah satu mata pelajaran opsional adalah koding dan kecerdasan buatan yang dapat diintegrasikan dengan pembelajaran bahasa Inggris.

Menanggapai pertanyaan dari salah satu peserta konferensi mengenai kompetensi guru, Mendikdasmen Mu’ti mengakui bahwa kompetensi guru Bahasa Inggris saat ini masih perlu ditingkatkan. “Mulai tahun depan kita akan menyelenggarakan pelatihan intensif untuk guru Bahasa Inggris,” jawabnya.

Sebagai tindak lanjut, Kemendikdasmen melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan merancang program peningkatan Kompetensi Guru Sekolah Dasar dalam Mengajar Bahasa Inggris (PKGSD MBI).

Program ini bertujuan meningkatkan kemahiran bahasa Inggris Guru SD untuk mencapai level CEFR (Common European Framework of Reference for Language) A2, dengan fasilitator nasional minimal level B1+.

Program ini dibuat dengan prinsip pembelajaran mindful (berkesadaran), joyful (menyenangkan), meaningful (bermakna), serta terintegrasi dalam sistem LMS untuk mendukung pembelajaran digital yang berkelanjutan.

Salah satu peserta konferensi, Risma Riansih, guru SMAN 1 Lubuk Linggau, yang saat ini sedang menempuh studi S3 mengaku sangat antusias mengikuti Konferensi Internasional ke-71. Ia mengikuti acara tersebut untuk terus mengembangkan kompetensinya sebagai pendidik.

Dari konferensi ini, ia memperoleh ilmu baru tentang teknik mengajar dan penggunaan kecerdasan buatan dalam pembelajaran. Risma mengatakan, kecerdasan buatan tidak dapat menggantikan peran guru, melainkan hanya sebagai pendukung.

“Guru tetap dibutuhkan kapanpun dan di manapun. Kecerdasan buatan hanya sebagai partner saja.  Ke depan, saya berencana mengajarkan siswa-siswanya untuk memanfaatkan AI dengan bijak tanpa menjadikannya sebagai satu-satunya alat berpikir,” imbuhnya.

Perwakilan panitia penyelenggara TEFLIN 2025 menyampaikan bahwa kehadiran mendikdasmen sangat relevan dengan arah konferensi tahun ini. Sebab, peserta yang hadir merupakan para guru dan dosen bahasa Inggris dari fakultas ilmu pendidikan yang berfokus pada teacher training untuk mencetak calon-calon guru masa depan.

“Kami ingin para future teachers siap menghadapi kebijakan baru pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar dan mampu beradaptasi dengan perkembangan kecerdasan buatan,” jelas Risma dirilis humas Kemendikdasmen. (hms/smr)

Pos terkait