Copas pwmu/republika *
semarak.co-Mengutip pwmu.co/Kamis 22 Oktober 2020 | 15:27–Abu Lahab adalah paman Rasulullah saw. Nama aslinya Abdul Uzza bin Abdul Muththalib. Awalnya hubungan Abu Lahab dengan kemenakannya ini sangat baik.
Saking baiknya dua anak lelakinya, Utbah dan Utaibah, menikah dengan dua putri Rasulullah, Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Hubungan kekerabatan itu memburuk sejak Rasulullah menjadi nabi. Hanya dialah yang menjadi musuh. Paman lainnya seperti Abu Thalib, Abbas, dan Hamzah berpihak kepada Rasulullah.
Saking bencinya kepada Nabi Muhammad, dia minta Utbah dan Utaibah menceraikan istrinya dan mengembalikan dua putri itu kepada Rasulullah. Bahkan ketika Nabi saw berdakwah kepada orang-orang di pasar atau di Masjidil Haram, Abu Lahab memata-matai dari belakang.
Begitu Rasulullah selesai bicara mengajak manusia hanya menyembah Allah, Abu Lahab ganti berbicara menjelek-jelekkan nama baik Nabi Muhammad dan jangan percaya omongannya. Dia selalu menyulut api permusuhan kepada kemenakannya sendiri.
Karena itu kemudian Allah menurunkan surat al-Lahab yang menjelaskan perilakunya itu ibarat api yang melahap segala usaha dan hartanya menjadi sia-sia. Abu Lahab termasuk orang kaya. Namun dia takut perang. Saat Perang Badar, dia tak mau ikut.
Dia membayar orang untuk menggantikan, yaitu Ashi bin Hisyam bin Al-Mughirah. Ini tradisi Quraisy. Jika tidak bisa berangkat perang harus mengirim seseorang menggantikan dirinya.
Berita Kekalahan
Kitab Sirah Nabawi Ibnu Hisyam menceritakan, ketika Abu Lahab mendengar informasi kekalahan orang-orang Quraisy di Perang Badar, dia tak langsung percaya. Tapi rasanya dia sudah sangat malu dan stres berat. Dia tak habis pikir kekuatan orang Mekkah bisa kalah dengan pasukan Madinah pimpinan Nabi Muhammad yang jumlahnya lebih kecil.
Karena itu dia segera mencari kebenaran kabar itu kepada orang-orang yang pulang dari perang. Ternyata berita perang ini sudah menghebohkan warga Mekkah. Mereka berkelompok membicarakan kabar kekalahan itu di sekitar Kakbah.
Abu Lahab keluar menuju Masjidil Haram. Mencari orang yang bisa memberinya informasi. Dia datang ke kemah kerja Abu Rafi’, budak Abbas bin Abdul Muththalib yang bekerja membuat anak panah. Di situ ada istri Abbas, Ummu Fadhl, saudara iparnya.
Abu Lahab berjalan dengan marah. Segera mengambil tempat duduk. Lalu datang keponakannya, Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muththalib. Abu Lahab bertanya, “Hai Abu Sufyan, kemarilah. Aku yakin kamu mempunyai informasi valid.”
Abu Sufyan bin Al-Harits duduk di dekat Abu Lahab. Orang-orang lainnya juga mengerubunginya ingin mendengar ceritanya. Abu Lahab berkata, “Hai kemenakanku, beritahu aku bagaimana kabar orang-orang Quraisy.”
Abu Sufyan bin Al-Harits berkata, “Demi Allah, kita bertemu dengan mereka. Mereka membunuh dan menawan semau mereka. Demi Allah, aku tidak mencela orang-orang Quraisy. Kita bertemu dengan orang-orang putih di atas kuda belang di antara langit dan bumi. Demi Allah, tidak ada yang sanggup bertahan menghadapi mereka.”
Berkelahi dengan budak
Abu Rafi’ yang pro Rasulullah berkomentar, “Demi Allah, orang-orang putih tersebut adalah para malaikat.” Abu Rafi’ ini diam-diam sudah muslim bersama majikannya Abbas namun keislamannya masih disembunyikan.
Abu Lahab ternyata marah mendengar komentar itu. Dia mengangkat tangannya memukul wajah Abu Rafi’ dengan pukulan yang menyakitkan. Abu Rafi’ melawan. Dia membalas tapi Abu Lahab menyerangnya lagi. Keduanya berkelahi. Abu Rafi’ kalah. Badannya babak belur dihajar.
Melihat budaknya dianiaya, Ummu Fadhl membela Abu Rafi’. Dia ambil kayu pasak kemah lantas dia hajar Abu Lahab dengan pukulan kayu itu hingga luka parah. Ummu Fadhl berkata, “Kamu anggap dia lemah, ketika tuannya tidak ada di tempat?”
Abu Lahab pulang dengan kemarahan meluap. Tujuh hari kemudian dia sakit keras. Tubuhnya muncul bisul semacam sakit thoun yang berbau. Ada yang menyebut sakit itu akibat infeksi luka pukulan Ummu Fadhl.
Anak, istri, tetangganya tak ada yang mau merawatnya. Dia sendirian di rumah. Akhirnya dia mati tanpa diketahui orang. Bau busuk menyengat yang mengundang orang berdatangan ke rumahnya. Dia pun dikubur asal-asalan di dalam rumahnya karena tetangganya tak tahan dengan bau yang menusuk hidung. Akhir kematian Abu Lahab yang mengenaskan di tengah penghromatan dan gemerlap hidupnya.
Diberitakan republika.co.id-Selasa 12 Feb 2019 06:01 WIB/Dukungan tidak selalu datang dari seluruh keluarga terdekat. Hal itu pula yang dialami Rasulullah SAW. Ketika menerima risalah kenabian, beliau SAW justru merasakan permusuhan dari pamannya sendiri yang bernama Abu Lahab.
Abu Lahab bin Abdul Muthalib bin Hasyim merupakan salah satu paman Nabi SAW. Nama aslinya adalah Abdul Uzza. Lahab berarti ‘yang menyala-nyala.’ Sebutan itu disematkan karena waktu kecil dia dikenal dari wajahnya yang tampak cerah.
Allah SWT melaknat Abu Lahab. Namanya bahkan diabadikan melalui surah al-Lahab yang terdiri atas lima ayat. Asbabun nuzul surah itu diterangkan Imam Bukhari yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas.
Konteksnya adalah sesudah Nabi SAW menerima wahyu pertama. Awalnya, beliau SAW melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi. Selang waktu kemudian, turun surah asy-Syu’ara’ ayat ke-214 yang artinya, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”
Maka, beliau SAW pun mulai menyebarkan risalah Islam secara terbuka. “Suatu hari, Rasulullah SAW naik ke atas bukit Shafa lalu memanggil orang-orang Quraisy untuk berkumpul. Pada saat mereka telah berkumpul, Rasulullah lalu berkata, ‘Sekiranya saya sekarang mengatakan kepada kalian bahwa pasukan musuh akan menyerang kalian di pagi ini atau sore ini, apakah kalian akan mempercayainya?’
Mereka serentak menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah SAW lalu berkata, “Sesungguhnya saya sekarang memberi peringatan kepada kalian terhadap akan datangnya azab yang pedih.’ Mendengar ucapan Nabi SAW tersebut, Abu Lahab langsung menyahut, ‘Celaka engkau, apakah hanya untuk menyampaikan hal ini engkau mengumpulkan kami!?’
Allah SWT melalui Jibril AS lalu menurunkan ayat ini (surah al-Lahab) kepada Nabi SAW. Surah al-Lahab sendiri secara harfiah berarti ‘gejolak api’ atau ‘sabut.’ Pada ayat keempat dan kelima, disebutkan firman Allah SWT yang artinya: “Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar”, “Yang di lehernya ada tali dari sabut.”
Maknanya, istri Abu Lahab kelak juga akan merasakan siksa api neraka. Riwayat Ibnu Jarir yang sampai pada Yazid bin Zaid menyebutkan, suatu ketika istri Abu Lahab menebarkan duri-duri ke jalan yang biasa dilalui Nabi SAW. Tidak lama kemudian, turunlah surah al-Lahab, ayat kesatu hingga keempat.
Untuk diketahui, surah al-Lahab turun 10 tahun sebelum matinya Abu lahab. Karena itu, banyak ulama yang berpendapat, turunnya firman Allah SWT itu sebagai salah satu mukjizat. Kematian Abu Lahab terjadi setelah Perang Badar. Waktu itu, dia tidak mengikuti pertempuran tersebut.
Dengan menyetor 4.000 dirham, dia meminta seorang temannya, al-Ashi bin Hisyam, untuk menggantikannya di medan perang. Perang Badar berakhir dengan kekalahan yang memalukan dari pihak musyrikin Quraisy. Sepekan setelah itu, Abu Lahab menderita sakit parah. Dia pun meregang nyawa dan tewas.
Jasadnya diabaikan orang-orang tiga hari berturut-turut. Bau busuk menyeruak. Para tetangganya memutuskan untuk menggali sebuah lubang besar dan memasukkan mayat Abu Lahab ke dalam boks kayu. Dimasukkanlah peti kayu dan isinya itu ke dalam lubang tersebut. Cara menguburkannya begitu merepotkan.
Orang-orang tidak tahan dengan bau busuk yang keluar dari jasad Abu Lahab, sehingga mereka memasukkan peti tadi dari kejauhan. Sesudah itu, lubang tadi dilempari dengan kerikil dan tanah sampai rata. Demikianlah akhir hayat sang penentang dakwah Nabi SAW. (net/pwm/rep/smr)
*) artikel ini dicopas dari dua link pwmu.co dan republika.co.id, baca terkait Abu Lahap:
https://semarak.co/binasalah-abu-lahab-atas-laknat-allah-atas-kezaliman-pada-nabu-muhammad-saw/