Oleh Rokhmat Widodo *)
semarak.co-Dalam dinamika politik Indonesia, hubungan antara tokoh-tokoh penting sering kali menjadi sorotan publik. Salah satu hubungan yang menarik perhatian adalah antara Prabowo Subianto presiden terpilih 2024-2029, dengan Gibran Rakabuming Raka, wali presiden terpilih 2024.
Seiring dengan semakin dekatnya waktu pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober 2024, berbagai spekulasi dan analisis mengenai prospek hubungan antara Prabowo dan Gibran semakin marak, terutama setelah munculnya kasus Fufufafa.
Kasus Fufufafa merujuk pada akun di Kaskus yang diduga kuat milik Gibran Rakabuming Raka. Pemilik akun ini melecehkan dan menghina Prabowo Subianto, anak dan mantan istrinya Titiek Soeharto. Nama Gibran dan Fufufafa menjadi trending topik di platform media sosial X (Twitter).
Pengamat telematika Roy Surya memastikan Gibran sebagai pemilik akun Fufufafa. Mantan pendukung Jokowi seperti Islah Bahrawi menilai pemilik akun Fufafafa sedang sakau, rasis dan sosok yang berbahaya. Gibran sendiri justru meminta wartawan untuk menanyakan pemilik akun Fufafafa tersebut.
Namun justru yang blunder pernyataaan dari Menkoimfo Budi Arie yang memastikan Fufufafa bukan milik Gibran Rakabuming Raka. Projo sebagai pendukung Jokowi garis keras membantah Gibran sebagai pemilik akun Fufufafa.
Hubungan Prabowo-Gibran bisa renggang pasca pelantikan 20 Oktober 2024 setelah munculnya Fufufafa. Adapun dasar penilainnya Prabowo selalu mengingat penilaianya angka 11 dari Anies Baswedan. Dari berbagai kesempatan Prabowo mengungkapkan ke publik ada yang kasih angka 11.
Namun tidak sedikit yang memprediksi hubungan Prabowo-Gibran tidak akan renggang dengan munculnya Fufufafa. Prabowo memiliki jiwa pemaaf dan negarawan. Mantan Danjen Kopassus dikhianati perjanjian Batu Tulis saja masih mempunyai hubungan baik dengan Megawati Soekarnoputri.
Hubungan antara Prabowo dan Gibran sangat penting mengingat mereka memiliki basis dukungan yang cukup besar. Prabowo, dengan partainya Gerindra, memiliki kekuatan politik yang signifikan, sementara Gibran, sebagai putra presiden, memiliki akses dan pengaruh yang kuat di kalangan pemilih muda serta di kalangan loyalis Jokowi.
Keterikatan antara dua tokoh ini dapat memiliki dampak besar terhadap stabilitas politik Indonesia pasca-pelantikan. Melihat kembali langkah-langkah strategis yang diambil Prabowo dan Gibran dalam beberapa tahun terakhir, terlihat bahwa keduanya memiliki visi yang sejalan dalam beberapa hal.
Mereka sama-sama menyadari pentingnya pembangunan infrastruktur dan peningkatan ekonomi lokal. Gibran mengedepankan inovasi dan teknologi dalam pemerintahan kota, sementara Prabowo mengusung program ketahanan pangan dan pertahanan yang kuat.
Jika hubungan ini dapat dipupuk dengan baik, bukan tidak mungkin mereka bisa berkolaborasi dalam berbagai program yang akan menguntungkan masyarakat luas. Namun, tantangan yang dihadapi hubungan ini tidaklah kecil.
Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana mereka dapat mengatasi stigma negatif yang muncul akibat kasus fufufafa. Masyarakat akan mengawasi setiap langkah yang diambil oleh keduanya, dan jika mereka tidak mampu menangani isu ini dengan baik, reputasi mereka bisa terpengaruh secara signifikan.
Dalam konteks ini, penting bagi Prabowo dan Gibran untuk membangun komunikasi yang baik. Keduanya harus mampu menjelaskan kepada publik mengenai langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi masalah Fufufafa.
Dengan menjalin hubungan yang solid, mereka bisa saling mendukung untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan efisien. Selain itu, mereka juga harus melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, agar publik merasa memiliki andil dalam pemerintahan.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan menggandeng organisasi masyarakat sipil dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus pada isu-isu pemerintahan bersih. Melalui kolaborasi ini, Prabowo dan Gibran bisa mendapatkan masukan yang konstruktif dan membangun kepercayaan publik.
Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan kebijakan publik dapat menciptakan transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik. Persoalan lain yang mungkin muncul adalah soal perbedaan gaya kepemimpinan dan pendekatan politik.
Prabowo, dengan pengalaman panjang di dunia politik, mungkin memiliki cara pandang yang berbeda dibandingkan Gibran yang masih terbilang baru. Ini bisa menimbulkan potensi konflik jika tidak dikelola dengan baik.
Keduanya perlu mengedepankan dialog dan saling menghormati perbedaan untuk menciptakan sinergi yang positif. Pada akhirnya, prospek hubungan Prabowo dan Gibran pasca pelantikan sangat bergantung pada kemampuan mereka dalam mengatasi tantangan yang ada.
Jika keduanya dapat bersinergi dan membangun kepercayaan di antara mereka dan dengan publik, hubungan ini berpotensi untuk menjadi salah satu pilar penting dalam stabilitas politik Indonesia ke depan. Rakyat berharap agar kedua tokoh ini mampu menjadi contoh bagi generasi muda lainnya dalam berpolitik dengan etika.
dan integritas yang tinggi, serta mampu memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan bangsa. Dengan demikian, melalui kasus fufufafa sebagai pelajaran, harapan akan terciptanya hubungan yang harmonis antara Prabowo dan Gibran bukanlah hal yang mustahil.
Mereka mempunyai kesempatan untuk merancang masa depan yang lebih baik untuk Indonesia, jika mereka mampu membangun sinergi dan menjalin komunikasi yang efektif, serta tetap berkomitmen pada prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih dan transparan. ***
*) Pengamat Politik dan Kader Muhamamdiyah Kudus
sumber: onlineindo.tv, 9/14/2024 10:53:00 PM di WAGroup