Kasus Ahmad Dhani, Capres Prabowo Subianto: Pihak Itu Tidak Membaca Sejarah

Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, menyampaikan pidato kebangsaan di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (14/1/2019). Prabowo-Sandiaga menyampaikan pidato kebangsaan dengan tema "Indonesia Menang" yang merupakan tagline visi dan misinya. foto: internet beritasatu,.com

Calon Presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto angkat bicara atas kasus ujaran kebencian yang menjerat musisi Ahmad Dhani Prasetyo. Ketua umum Partai Gerindra ini menilai, kicauan Dhani di media sosial yang membuat pentolan band Dewa 19 itu dipenjara, tidak menyinggung orang lain.

“Ada orang seperti Ahmad Dhani menyampaikan satu kalimat yang saya lihat tidak ada menyinggung orang lain. Hanya mengatakan yang garis besar, yang umum, tapi sekarang dia ada dipenjara,” keluh Prabowo dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Sport Mall Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (6/2).

Maka itu, Prabowo mengaku bingung dengan masalah yang menjerat kader Partai Gerindra yang juga calon anggota legislative (caleg) Partai Gerindra Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Timur itu. Sementara ada banyak kepala daerah yang mendukung Prabowo-Sandi, diketahu Prabowo yang kemudian dipenjara.

Namun, lanjut dia, mereka yang telah mendekam dipenjara tetap mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga. “Saya tidak mengerti dan saya tidak tahu siapa otak daripada tindakan-tindakan seperti ini? Saya tidak mengerti, siapa?” kata Prabowo yang berpasangan dengan cawapres Sandiaga Salahuddin Uno.

Pihak yang membuat para pendukungnya itu masuk penjara, nilai dia, tidak pernah membaca sejarah. “Nanti kalau rakyat semua sudah turun semua, tidak ada kekuatan di bumi ini yang bisa menahan kehendak rakyat,” ujarnya.

Cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno menyoroti pasal karet yang masih ada dalam Undang-Undang ITE. Jika memenangkan Pilpres 2019 dan dipercaya memimpin negeri ini, Sandiaga berjanji akan merevisi aturan yang jadi kontroversi.

“Kami lagi mulai menugaskan tim menelusuri Undang-Undang ITE tersebut dan mengidentifikasi pasal-pasal karet dimana dan sudah memulai pembicaraannya. Seandainya Allah kasih amanah ini kepada kami, rakyat memilih Prabowo-Sandi, itu inisiasi pertama kami,” tutur Sandiaga di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (2/2).

Selain itu, Sandiaga juga akan berkoordinasi dengan anggota DPR RI terpilih. Menurutnya, diperlukan pemahaman bersama bahwa UU ITE bukanlah alat untuk memukul lawan dan melindungi teman. Siapa pun yang nantinya menjadi penguasa, harus memahami itu.

“Bukan hanya Prabowo-Sandiaga. Karena saya juga khawatir karena power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely. Kita harus membentengi diri kita sendiri pada kemungkinan-kemungkinan menggunakan produk hukum untuk dipakai untuk melanggengkan kekuasaan dan sebagainya,” jelas dia.

Bagi Sandiaga, tidak perlu berkomentar terkait produk dan proses hukumnya. Tapi lebih kepada akar hukum undang-undang tersebut yang perlu segera dibahas oleh seluruh pejabat negara yang berkepentingan.

“Negara ini besar karena saling memberikan masukan, jangan sampai kita nggak bisa memberikan masukan karena takut kita bersuara. Kita takut dikriminalisasi dengan undang-undang tersebut dan yang sangat rawan interpretasi abu-abu itu kita hilangkan. Semua harus hitam putih, semuanya harus tegak lurus,” Sandiaga menandaskan.

Sebagaimana diketahui, menurut banyak kalangan, UU ITE masih terdapat ketidakjelasan. Persoalannya, karena UU tersebut kerap dipakai menuntut pidana pengguna media sosial yang melayangkan kritik lewat dunia maya.

Cawapres Sandi Uno saat kampanye dihadapan emak emak. foto: internet

Akhirnya, UU ITE masuk ke daftar aturan yang mesti direvisi oleh pemerintah bersama DPR. Prosesnya pun berliku. Pasalnya, ada proses Rapat Kerja, Rapat Panja, Rapat Tim Perumus dan Rapat Tim Sinkronisasi. Hingga pada akhirnya, pada 2016 UU ITE disahkan dengan hasil revisi yang telah dikaji.

Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyatakan undang-undang ITE menjadi sorotan pihaknya.
Prabowo-Sandi akan mendorong revisi undang-undang tersebut bila nanti terpilih pada Pemilu 2019. Karena menurut Dahnil ada indikasi undang-undang tersebut dijadikan alat oleh penguasa.

“UU ITE ini menjadi perhatian khusus Prabowo-Sandi untuk direvisi karena korban utama UU ITE adalah masyarakat awam,” kata Dahnil di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (4/2).

Berdasarkan pemantauannya, UU ITE itu saat ini banyak memakan korban masyarakat awam dan mereka yang kerap bersuara lantang kepada pemerintah. “Jadi pejabat publik yang kemudian merasa martabatnya terganggu dengan kritik, bisa menggunakan UU ini untuk menjerat siapa pun.

Data kita lebih dari 35 persen pelapor UU ITE itu adalah pejabat negara. Ini signal sederhana bahwa UU ITE menjadi alat buat pejabat negara membungkam kritik. Artinya sebagian besar pejabat kita punya kecenderungan anti kritik,” katanya.

Dahnil mencatat, sejak disahkan pada 2008, UU ITE banyak disalahgunakan dan banyak memakan korban ketika Jokowi mulai memerintah di 2014. “Puncaknya adalah tahun 2016 ada 84 kasus dan tahun 2017 ada 51 kasus. Jadi, komitmen kita adalah merevisi UU ITE. Kita ingin stop pengbungkaman publik, dan kriminaslisasi,” pungkas Dahnil.

Adapun materi perubahan hasil dari revisi yang telah disepakati:

1. Untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3), dilakukan 3 (tiga) perubahan sebagai berikut:
a. Menambahkan penjelasan atas istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik”.
b. Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum.
c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.
2. Menurunkan ancaman pidana pada 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a. Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (tahun) dan/atau denda dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
b. Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:
a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
4. Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:
a. Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
b. Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
5. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
a. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi;
b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
6.Menambahkan ketentuan mengenai ‘right to be forgotten’ atau ‘hak untuk dilupakan’ pada ketentuan Pasal 26, sebagai berikut:
a. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
b. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
7. Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:
a. Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;
b. Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum. (snc/tbc/mdc/lin)

Sumber: sindonews.com/tribunnews.com/merdeka.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *