PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) kembali melakukan aksi korporasi yang sama di 2017, setelah sebelumnya melakukan pemecahan nominal saham (Stock Split) di 2011. Latar belakang perbankan pelat merah ini melakukan Stock Split adalah harga saham berkode BBRI telah mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir dengan CAGR sebesar 14,02%. Namun volume perdagangan saham menunjukkan tren penurunan seiring dengan semakin tingginya harga saham.
Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan, perseroan bermaksud meningkatkan basis investor ritel domestik melalui stock split ini. Keberadaan investor ritel domestik diharapkan mampu memberi keseimbangan (balancing) sekaligus untuk mendukung program ‘menabung saham’ serta memberikan kesempatan pada investor ritel domestik untuk mampu memiliki saham blue chip. BRI berkomitmen untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di masyarakat, salah satunya melalui pasar modal.
Sebelumnya, BRI bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Kustodian Sentra Efek Indonesia bekerja sama menyelenggarakan program Desa Nabung Saham yang bertujuan agar semua lapisan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan bisa berinvestasi di instrumen saham. Perseroan melaksanakan Stock Split dengan rasio 1:5 dengan pertimbangan, rasio dimaksud merupakan rasio yang paling optimal bagi investor ritel.
“Harga saham setelah stock split berada pada kisaran Rp 3000 dengan harga nominal menjadi Rp50,- per saham. Dengan fraksi harga Rp10, bank yang core bisnisnya kredit usaha rakyat ini berharap mampu menarik investor ritel domestik secara lebih luas,” ujar Suprajarto dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di gedung BRI, Jakarta Selatan, Rabu (18/10)
Dengan harga saham yang terjangkau, lanjut Suprajarto, perseroan mengharapkan likuiditas perdagangan akan semakin meningkat. Pelaksanaan Stock Split juga mencerminkan optimisme Perseroan terhadap pertumbuhan bisnis ke depan. Setelah RUPSLB tanggal 18 Oktober 2017 menyetujui pelaksanaan Stock Split, rencana perdagangan dengan nilai nominal setelah pemecahan akan dilaksanakan pada tanggal 10 November 2017. Suprajarto enggan menjelaskan lebih rinci penempatan direksi baru dan juga pergeseran Sunarso.
RUPSLB juga memutuskan menghapus jabatan Wakil Direktur Utama yang selama ini dijabat Sunarso, dan menugaskan dua direksi baru yakni Handayani dan Sophia Alizsa. Mayoritas pemegang saham juga menyepakati pergantian komisaris, yakni Rofikoh Rokhim yang sebelumnya sebagai Komisaris PT Hotel Indonesia Natour menggantikan Adhyaksa Dault. “Dengan jajaran baru kami akan meneruskan program kerja. Alasan pemberhentian dan penugasan baru itu di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” kata Suprajarto.
Adapun Handayani sebelumnya menjabat sebagai Direktur Konsumer PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BTN). Sedangkan Sophia Alizsa sebelumnya menjabat Kepala – EVP Jaringan Bisnis Ritel BRI.
Setelah RUPS-LB, jajaran direksi dan komisaris BRI
Direktur Utama : Suprajarto
Direktur Kredit Mikro dan Ritel : Priyastomo
Direktur Kredit Menengah, Korporasi dan BUMN : Kuswiyoto
Direktur Konsumer : Handayani
Direktur Strategi, Bisnis, dan Keuangan : Haru Koesmahargyo
Direktur Kelembagaan : Sis Apik Wijayanto
Direktur Perbankan Korporasi : Mohamnad Irfan
Direktur Kepatuhan : Susy Liestiowaty
Direktur Manajemen Risiko : Donsuwan Simatupang
Direktur Human Capital : Sophia Alizsa
Direktur Digital Banking dan Teknologi : Indra Utoyo
Sedangkan Jajaran Komisaris BRI
Komisaris Utama/Komisaris Independen Adrinof A. Chaniago
Wakil Komisaris Utama : Gatot Trihargo
Komisaris : A. Fuad Rahmany
Komisaris : Mahmud
Komisaris : Rofikoh Rokhim
Komisaris : A. Sony Keraf
Komisaris : Vincentius Sonny Loho
Komisaris : Nicolaus Teguh
Komisaris : Jefry J. Wurangian.35