Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya diperlakukan sama seperti Habib Rizieq Shihab (HRS) karena kembali menimbulkan keramaian publik saat berkunjung ke Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur Nusa Tenggara Timur (NTT). Kehadiran Jokowi di NTT kembali mengundang kerumunan warga.
semarak.co-Setidaknya gambaran itu muncul dari sejumlah video yang merekam kedatangan Jokowi ke Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur (Flotim).
Jokowi memang datang untuk misi mulia, yaitu meninjau langsung penanganan bencana yang terjadi di NTT. Namun demikian, kehadirannya kembali menimbulkan kerumunan orang, sebagaimana sebuah video yang beredar.
Video itu merekam Jokowi sedang memberikan jaket kepada seorang pemuda setempat. Aksi itu ditonton masyarakat yang berjubel. Dikhawatirkan kerumunan publik yang terjadi berubah menjadi klaster baru Covid-19 dan terjadi di daerah bencana pula.
Pengamat sosial politik Muslim Arbi menilai kerumunan yang terus berulang saat Jokowi melakukan kunjungan daerah patut didalami unsur kesengajaannya. Jika terus dibiarkan, dikhawatirkan Indonesia akan semakin lamban keluar dari pandemic Covid-19.
“Kehadiran Jokowi menimbulkan kerumunan, dan negara ini belum bebas Covid-19. Ini jelas-jelas pelanggaran. Jika terus-terus timbulkan kerumunan, ini ada unsur kesengajaan langgar protokol kesehatan,” ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (11/4/2021) yang dilansir eramuslim.com.
Dia lantas membandingkan dengan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang menimbulkan kerumunan lalu ditangkap, ditahan, dan diadili atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan. Seharusnya, perlakuan serupa dikenakan kepada Presiden Joko Widodo jika negeri ini dalam satu tujuan bersama keluar dari pandemi.
“Ini bukti ketidakadilan yang nyata. Kalau HRS ditangkap dan diadili karena kerumunan, maka Jokowi juga seharusnya sama diperlakukan seperti HRS. Karena prinsip negara hukum, equality before the law,” jelas Muslim.
Jika Jokowi tidak diperlakukan yang sama, maka tindakan Jokowi tebar kerumunan merupakan cerminan negara kekuasaan. “Penguasa semaunya dan seenaknya berbuat apa saja. Hukum, keadilan dan UU tunduk di bawah kaki penguasa. Ini potret kerusakan negara di bawa rezim Jokowi,” pungkas Muslim.
Pengamat sosial politik, Muslim Arbi pun meminta agar fenomena kehadiran Jokowi yang selalu menimbulkan kerumanan diusut. Sebab, bukan tidak mungkin peristiwa yang berulang tersebut ada unsur kesengajaan.
“Kehadiran Jokowi menimbulkan kerumunan, dan negara ini belum bebas Covid-19. Ini jelas-jelas pelanggaran. Jika terus-terus timbulkan kerumunan, ini ada unsur kesengajaan langgar protokol kesehatan,” ujar Muslim.
Muslim mengingatkan bahwa peristiwa serupa pernah terjadi di Maumere, NTT beberapa waktu lalu. Di mana Jokowi diadang warga yang berkerumun. Namun Jokowi bukannya langsung pergi untuk menghindari terjadinya kerumunan.
Sebaliknya, mantan walikota Solo itu malah tampil dari sunroof mobilnya dan membagikan souvenir. Menurut Muslim, Jokowi memperlihatkan tindakan arogansi kekuasaan karena secara terang-terangan mengajak masyarakat melanggar protokol kesehatan. “Tindakan itu cermin sok kuasa dan semena-mena,” pungkas Muslim. (net/smr)