Jimly Semprot Polisi soal Petinggi KAMI, Relawan Jokowi Khawatir Kembali ke Zaman Orba

Ketua Relawan Jokowi Mania (JoMan) Immanuel Ebenezer (kanan) akrab bersama petinggi KAMI Syahganda Nainggolan. Foto: twitter @Immanuelebenez3 di internet

Aksi penangkapan aparat kepolisian pada sejumlah petinggi Koalisi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) memperoleh perhatiaan dari berbagai pihak. Bahkan relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun ikut memberikan kritikan cukup pedas. Relawan Jokowi ini khawatir kembali seperti di zaman orde baru (Orba).

semarak.co– Ketua Relawan Jokowi Mania (JoMan) Immanuel Ebenezer mendukung tindakan kepolisian dalam menegakan Hukum tapi menolak penangkapan atas dasar perdekatan keamanan.

Bacaan Lainnya

“Kita tidak mau kembali ke zaman Orba. Kami sesalkan penangkapan para aktivis yang pro demokrasi, yakni Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan oleh aparat kepolisian,” ujar pria yang akrab disapa Noel dikutip galamedia.pikiranrakyat.com, Jumat (16/10/2020).

Noel menyatakan dukungannya terhadap langkah aparat kepolisian dalam menangkap para pelaku kerusuhan saat demonstrasi penolakan terhadap disahkannya Omnibus Law Undang Undang (UU) Cipta Kerja. Untuk itu, perlu diusut tuntas siapa orang yang diduga mendalangi kerusuhan tersebut.

“Jokowi Mania pun mendukung sikap tegas kepolisian dalam menindak perusuh yang merusak dan mengganggu ketertiban umum. Tapi ungkap juga dong sumber dananya, dari mana itu berasal dan siapa aktor intelektualnya. Kalau itu terjadi, baru jempol,” ujarnya.

Noel meminta Jokowi bisa bertemu dan berdiskusi dengan kalangan aktivis mahasiswa, buruh, dan aktivis pro demokrasi terutama untuk membahas UU Cipta Kerja. Sebab, Jokowi harus dengar suara rakyat di akar rumput.

“Apalagi, Pak Jokowi juga minta para aktivis 98 untuk mengkritisi kebijakannya agar benar-benar pro rakyat. UU Omnibus Law ini baik untuk semua rakyat, tapi memang ada beberapa pasal yang perlu dikritisi supaya bisa mengakomodir semua kelompok. Kalau UU ini bisa mengakomodir untuk semua, pastinya baik untuk investasi,” kata dia.

Aksi unjuk rasa terjadi di sejumlah daerah menolak disahkannya UU Cipta Kerja melalui rapat paripurna di Gedung DPR Senin (5/10/2020). Bahkan demo berakhir ricuh di sejumlah daerah termasuk Ibu Kota Jakarta dan masih terus berlangsung hingga hari ini.

Dalam demo rusuh itu, ada banyak yang diamankan oleh aparat kepolisian termasuk anggota KAMI di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Namun, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim juga menangkap petinggi KAMI yakni Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan atas tuduhan pelanggaran UU ITE.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie geram menyaksikan perlakuan aparat kepolisian kepada tokoh KAMI, Jumhur Hidayat, dan Syahganda Nainggolan. Jumhur dan Syahganda ditangkap karena dianggap menyebarkan informasi provokatif dan hoax di media sosial terkait UU Cipta Kerja (Ciptaker).

Jumhur dan Syahganda serta sejumlah aktivis KAMI ditampilkan dalam acara konferensi pers di Bareskrim Polri Kamis (15/10/2020). Para aktivis KAMI tampak mengenakan baju tahanan berwarna oranye dengan tangan diborgol. Mereka diperlakukan seperti penjahat kriminal lainnya.

“Ditahan saja tidak pantas apalagi diborgol untuk kepentingan disiarluaskan,” tegas Jimly Asshiddiqie melalui akun Twitter pribadinya, @JimlyAs, Jumat 16 Oktober 2020.

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu menyebut aparat kepolisian merupakan pengayom masyarakat. Seharusnya aparat lebih bijaksana dalam menegakkan keadilan.

“Sebagai pengayom warga, polisi harusnya lebih bijaksana dalam menegakkan keadilan dan kebenaran. Carilah orang jahat, bukan orang salah atau yang sekedar salah,” ujar Jimly yang juga anggota DPD RI dari Jakarta.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon menganggap Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat merupakan tahanan politik. Rezim ini dianggap lebih kejam dari Belanda dalam memperlakukan tahanan politik.

Sebab, para tahanan politik diperlakukan seperti penjahat kriminal. “Dulu kolonialis Belanda jauh lebih sopan dan manusiawi memperlakukan tahanan politik,” kata Fadli Zon.

Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra itu menyebut satu persatu tahanan politik yang pernah dipenjara pada masa penjajahan Belanda di tanah air.

“Lihat Bung Karno di Ende, Bengkulu n Bangka. Bung Hatta n Syahrir memang lebih berat di Digul. Di Bandanaitra lebih longgar. Mereka masih diperlakukan manusiawi bahkan diberi gaji bulanan,” tulis Fadli Zon dalam aku twitter, Kamis (15/10/2020).

 

sumber: galamedianews.pikiran-rakyat.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *