Janji Kampanye Banyak Ditagih, Menaker Jelaskan Prosedur Dapatkan Kartu Pra Kerja

Capres 01 Jokowi pamer kartu, salah satunya kartu pra kerja saat kampanye Pilpres 2019. foto: internet

Satu dari sekian jumlah kartu yang ditawarkan sebagai bentuk janji kampanye calon presiden (capres) Joko Widodo adalah Kartu Pra Kerja. Begitu Jokowi terpilih, maka kartu yang dianggap seksi ini langsung jadi tren dan ditagih bertubi-tubi masyarakat.

Menteri Ketenagakerjaan Muhammad (Menaker) Hanif Dhakiri menjelaskan prosedur untuk mendapatkan Kartu Pra-Kerja yang merupakan janji kampanye Presiden Joko Widodo untuk pemerintahannya periode 2019-2024.

“Kartu Pra-Kerja itu first come first serve bisa saja. Kalau sudah habis, ya, habis, yang penting daerah bisa melihat dari proporsi pengangguran atau segala macam, dibagi kuota,” kata Hanif di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta Pusat, Jumat (19/7/2019).

Rencananya pemerintah akan memberikan Kartu Pra-Kerja kepada 2 juta orang penerima manfaat dengan nilai keseluruhan Rp10,3 triliun. “Pemerintah tidak memilih siapa saja 2 juta penerima itu, tapi hanya menentukan eligibilitasnya saja,” ujarnya.

Jadi sama seperti beasiswa, terang Hanif, boleh ambil beasiswa, tidak ambil juga boleh. “Tapi kalau mau dapat beasiswa ada kriterianya, nah, ini kalau mau ambil Kartu Pra-Kerja berarti sama,” kata Hanif.

Syarat-syarat penerima Kartu Pra-Kerja adalah tidak punya pekerjaan atau pekerja existing. “Nah, pemerintah akan melihat perkembangannya, melihat trennya. Misalnya kalau existing kita perlu upgrade seperti di retail,” paparnya.

Karena retail ini banyak berubah, kata dia, mereka harus diupgrade atau kategori PHK itu yang paling rentan di mana? “Sehingga sangat mungkin secara teknokratis untuk didesain mengenai kualifikasi itu jadi prinsipnya eligibilitas,” kata Hanif.

Pemerintah setidaknya akan membagi tiga kelompok calon penerima Kartu Pra-Kerja, yaitu, pertama para pencari kerja seperti lulusan baru, kedua para pekerja yang sedang bekerja dan ketiga para korban PHK.

“Kebijakannya oleh pemerintah itu disiapkan yang namanya triple skiling. Ada skilling, up-skilling dan reskilling. Jadi untuk para pencari kerja terutama fresh graduate yang masih muda-muda, yang belum punya keahlian atau sekolah ada masalah masuk program ‘skilling’ sehingga punya skill, jadi bisa masuk ke pasar kerja,” kata Hanif.

Waktu pelatihan tiga bulan dan mendapat sertifikat dan tiga bulan pasca pelatihan mendapat insentif selama tiga bulan. Untuk mereka yang sudah bekerja perlu meningkatkan keterampilan (upskilling) agar dapat memiliki karir atau dapat berganti pekerjaan yang lebih baik.

Mereka yang mengikuti upskilling mendapat pelatihan selama dua bulan dan insentif selama dua bulan. “Ini dinamakan insentif pengganti upah. Walaupun namanya insentif pengganti upah, nanti itu apakah 100 persen upah, 75 persen upah, atau 50 persen upah itu simulasi fiskal. Itu kita tunggu dari Kemenkeu,” ujar Hanif.

Ketiga adalah reskilling bagi para koban PHK dan diperuntukkan bagi mereka yang ingin beralih profesi sehingga keterampilannya harus berubah. “Berarti dia dua bulan dapat pelatihan sama sertifikasi karena dia tidak punya pekerjaan dan diasumsikan kalau orang kena PHK itu berarti berkeluarga kan beda sama new comer,” ulasnya.

Korban PHK mendapat pelatihan selama dua bulan dan mendapatkan insentif pengganti upah saat pelatihan. Setelah selesai pelatihan dia mendapatkan insentif selama tiga bulan. Jad, total lima bulan, tapi angkanya tanya menteri keuangan, ya?” kata Hanif. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *