Jadikan Sekolah dan Kampus Kawasan Bebas Sampah Plastik

ilustrasi sampah botol minuman mineral. foto: internet

Kasus kematian ikan paus jenis Sperm Wale di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, beberapa waktu lalu menjadi titik lanjut perang melawan sampah plastik. Satwa laut langka berukuran 9,6 meter itu mati akibat mengonsumsi sampah plastik seberat 5,9 kilogram.

Sungguh mengenaskan.

Indonesia memang masuk dalam daftar negara pengguna plastik terbanyak di dunia. Indonesia berbada pada urutan kedua di dunia. Dari data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun.

Dari jumlah itu sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Bahkan sampah kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 milar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik. Kenyataan itu sangat memprihatinkan kita semua.

Berbagai daerah kembali merespon permasalahan plastik. Banyak diantaranya yang menerapkan kebijakan pembatasan kantong plastik. Misalkan pemerintah kota Denpasar yang menerbitkan Peraturan Wali (Perwali) Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Langkah itu sebagai respon penggunaan plastik yang semakin membahayakan.

Kemudian pemerintah kota Bogor juga merespon sama. Melalui Perwali Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Bahkan beberapa daerah lain melakukan aksi sama, seperti Balikpapan dan Jambi,serta masih banyak lagi daerah yang ikut ambil sikap melawan plastik.

Pendekatan regulasi sebagai kebijakan publik memang perlu. Tujuannya agar upaya yang dilakukan terarah dan mencapai sasaran. Namun tidak jarang regulasi hanya menjadi tumpukan kertas saja. Hanya menjadi macan yang berkuasa saat dipersidangan. Tetapi gagal menumbuhkan kebiasaan atau habit dalam diri masyarakat.

Gagalnya menumbuhkan habit baru dalam penggunaan plastik, karena perang melawan plastik tidak menjangkau anak sekolah dan mahasiswa. Pemerintah daerah tidak menjadika regulasi itu sebagai pintu masuk keberbagai institusi, misalkan lembaga pendidikan.

Data Kemendikbud tahun 2017/2018mencatat jumlah sekolah tingkat SD, SMP, SMA/SMK di Indonesia itu mencapai 214.409 unit. Sedangkan jumlah perguruan tinggi di Indonesia, menurut Kemenristek Dikti tahun 2018 mencapai 4.504 kampus se Indonesia.

Begitu banyaknya sekolah dan kampus di Indonesia harusnya menjadi sarana yang efektif untuk melakukan edukasi terhadap plastik. Setidaknya melalui gerakan bebas plastik di sekolah dan kampus. Hal itu berarti jumlah siswa dan mahasiswa yang menggunakan plastik di sekolah dan kampus pun akan efektif menurunkan jumlah penggunaan plastik.

Berbekal asumsi sederhana itu pemerintah sepatutnya dapat membidik sekolah dan kampus sebagai implementasi kebijakan pembatasan plastik. Harapannya dengan kebiasaan tidak menggunakanplastik di sekolah dan kampus akan terbawa dalam lingkungan kesehariannya.

Semoga masa depan lingkungan Indonesia lebih baik.

Riko Noviantoro

Peneliti bidang Kebijakan Publik Institute for Development of Policy & Local Partnership (INDEPOL-LP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *