“Instalasi Bambu” Dihargai di Negara Lain, Dihujat di Negeri Sendiri Hanya Karena Benci Anies

Buntut dari pembongkaran seni instalasi atau Getah Getih lebih banyak kecaman daripada yang mendukungnya. Itu terlihat dari media sosial (medsos), terutama whatsapp (WA). Salah satunya komentar yang diberi judul Dungu Kolektif dari Geisz Chalifah.

semarak.co-Mereka meributkan instalasi Seni Bambu yang biayanya Rp 550 juta dengan beragam alasan, cuma 11 bulan dll. Tapi Apel Kebangsaan yang isinya Konser musik biayanya Rp 18 M, mereka tutup mata dan bungkam.

Ada pula yang mengatakan wajar karena itu hiburan gratis bagi rakyat. Rp18 M itu wajar walau acaranya cuma bbrp jam. Namun seni bambu yang memberikan ruang bagi seniman Indonesia untuk memamerkan karyanya di pusat Ibukota dgn dana Rp 550 juta, ga wajar, karna cuma 11 bulan.

Gue mau tanya dong, mereka belajar dungu secara kolektif dimana ya? Kok bisa dungu bareng2 dan kompak.

Kemudian WA Group lain ada anggotanya, Erwin Barley yang meneruskan pesan berantai setelah mengutip dari situs kontenislam.com.

Selain di Bundaran HI, Instalasi Bambu karya seniman Joko Avianto pernah dipajang di Jerman dan Jepang, dihargai bangsa lain tapi dihujat di negara sendiri hanya karena benci Anies Baswedan.

Karya seni kelas dunia, dihargai 550 juta, dibilang kemahalan? Buzzer buzzer. Gimana Indonesia mau maju?

Baca Tulisan Jajang Agus Sonjaya Direktur Bambubos:

Sayangnya mata hati dan pikiran publik sudah tertutup oleh kebencian pada Anies. Banyak yang gagal membaca dan menemukan makna di balik karya ini. Tak bisa dipungkiri, karya ini akan membuka banyak tafsir, misal tentang lilitan silang siur yang berarti keruwetan, kerumitan.

Untuk makna karya ini, entah sesuai dengan maksud sang seniman atau tidak, Anies sudah berusaha “memandu” dengan memberikan narasi getah getih. Meski begitu, cemo’oh tak berhenti, setelah KOMPAS memberitakan tentang biaya 550 juta, mereka mengkaitkan dengan pemborosan dan mark up.

Menurut saya wajar ratusan juta habis untuk karya seni seperti ini. Terlalu murah, malah! Bambu memang harus “mahal” agar dihargai. Kalo murah, bambu akan selamanya diinjak-injak.

Saya sudah mengerjakan ratusan proyek bambu, termasuk di antaranya seni instalasi. Untuk instalasi seni yang besar macam begini tidak bisa dihitung hanya dengan melihat harga bahan. Butuh perhitungan struktur, riset, ujicoba, dan lain-lain (lebih lanjut bisa baca comment Syaifudin Ihsar di bawah).

Tugu jam yang saya buat di Malaysia, misalnya, harganya sekitar 150 juta, padahal hanya menggunakan bambu petung 8 batang dan apus 6 batang. Harga ini di luar transport lho ya.

Bambu yang dahulu sangat dihargai dan banyak manfaat, kini mewakili pedesaan, mewakili kemiskinan– citra bahan orang miskin. Ia nongkrong di inti ibukota. Jelas tidak cocok. Jelas timpang. Untuk pembacaan ini, para pembenci Anies “benar”. Memang itu pesan yang hendak disampaikan Joko Avianto: KONTRAS, TAPI TAK BISU.

Instalasi seni berbahan 1.600 batang bambu ini dibentuk sangat dinamis. Saya menangkap pesan “perlawanan”. Ribuan bambu yang diikat kuat itu berdiri di antara gedung-gedung pencakar langit.

Bahan untuk membangun gedung-gedung itu diambil dengan meruntuhkan bukit-bukit kapur dan melubangi bumi. Tak hanya itu, ketika beroperasi ia memboroskan energi yang luar biasa besar, antara lain listrik dan air serta tabungan kita bersama.

Barokallohu fiik Goodbener Indonesia. Sumber: fb

Tiba tiba banyak yang menjadi sok bijak, sayang tuh duit nya buat begini begitu. Tetapi untuk konser apel yang makan dan 18 M. Mereka pada diam seribu bahasa. Padahal Joko Avianto katanya Ahoker, eh mereka bully Anies nya, Aniesnya gak ada standar gila kaya mereka, semua anak bangsa di ajak berpartisipasi tanpa melihat latar belakang.

Muhammad Zulkifli (@mzulkiflimz) July 18, 2019

DPRD DKI Jakarta akan memanggil Dinas Kehutanan, Pertamanan dan Pemakaman guna menanyakan pembongkaran instalasi seni bambu “Getah-Getih” yang ongkos pemasangan serta pembuatannya menelan biaya Rp 550 juta.

Sekretaris Komisi D (bidang pembangunan) DPRD DKI Jakarta Pandapotan Sinaga mengatakan, pemanggilan itu dibuat guna memastikan tidak ada kerugian yang dibebankan ke masyarakat terkait pembongkaran itu.

“Ya, dalam waktu dekat ini akan kami panggil. (Selain potensi kerugian, red) akan ditanya juga sumber dananya,” ujar dia di Jakarta, Kamis (18/7/2019).

Menurut dia, masyarakat perlu mendapat penjelasan dari pemerintah karena biaya yang digelontorkan untuk pembangunan dan pemasangan karya seni buatan Joko Avianto itu tidak murah. “Anggaran itu urusan yang sensitif,” tambah Pandapotan.

Puluhan petugas dari Dinas Kehutanan, Pertamanan, dan Pemakaman DKI Jakarta membongkar seni instalasi bambu “Getah-Getih” di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Rabu malam hingga Kamis dini hari.

Pembongkaran itu dilakukan karena material bambu dinilai mulai lapuk. Sehingga berpotensi membahayakan warga yang kerap berfoto di bawahnya. Sisa bambu yang dipotong secara manual itu selanjutnya dibuang ke tempat penampungan sampah KS Tubun di Jakarta Pusat dan Srengseng di Jakarta Barat.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memasang karya seni instalasi “Getah-Getih” di seberang Patung Selamat Datang pada Agustus 2018, bertepatan dengan perhelatan Asian Games 2018 di Jakarta.

Sebelumnya Pandapotan Sinaga mengatakan pembongkaran instalasi seni bambu “Getah-Getih” di Bundaran Hotel Indonesia (HI) merupakan bentuk pemborosan karena terlalu banyak biaya dikeluarkan untuk manfaat yang tak terlampau lama.

Menurut Pandapotan saat dihubungi di Jakarta, Kamis (18/7/2019) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat membangun karya seni dengan cara yang lebih berkelanjutan, khususnya dari sisi pembiayaan. “Begitu besar uang yang dikeluarkan, Rp550 juta untuk biaya pembuatan dan pemasangannya. Sementara apa manfaat yang didapat?” kata Pandapotan.

Puluhan petugas dari Dinas Kehutanan, Pertamanan, dan Pemakaman DKI Jakarta membongkar seni instalasi bambu “Getah-Getih” di Bundaran HI, Jakarta pada Rabu malam hingga Kamis dini hari.

Bambu-bambu yang telah terpotong selanjutnya diangkut ke tempat pembuangan sampah di KS Tubun, Jakarta Pusat dan Srengseng, Jakarta Barat. Karya instalasi buatan seniman Joko Avianto itu dibongkar karena bambu dinilai mulai lapuk sehingga berpotensi membahayakan warga.

Hal itu karena saat instalasi bambu itu terpasang banyak warga yang mendekat di bawahnya untuk berswafoto atau mengabadikan gambar. Seni instalasi “Getah-Getih” dipasang pada medio Agustus 2018 bertepatan dengan perhelatan Asian Games di Jakarta.

Saat ini, di lokasi bekas terpasangnya “Getah-Getih” tersisa tanaman hijau yang sempat menjadi alas dari karya seni tersebut.

Anggota Fraksi Gerindra DKI Jakarta Syarif membela Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait pembongkaran karya seni instalasi bambu ‘Getah Getih’.  Ia mengatakan tak seharusnya semua permasalahan ditimpakan kepada Anies.

Dia meminta pihak yang merencanakan pembangunan karya seni itu bertanggung jawab atas pembongkaran seni Getah Getih itu.

“Meminta yang merencanakan itu bertanggung jawab menjelaskan kepada publik, jangan semua masalah ditimpakan kepada gubernur,” kata Syarif saat dihubungi, Kamis (18/7).

Syarif menjelaskan, seharusnya publik tidak terlalu mempermasalahkan dana pembangunan karya seni itu. Sebab, menurutnya dana pembangunan tersebut berasal dari urunan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik DKI.

Pihak yang harusnya dirugikan dalam hal ini ialah BUMD, karena mereka yang mengeluarkan uang melalui biaya Coorporate Social Responsibility (CSR). “BUMD kan bisa mengambil dari CSR. Kalau dari CSR ya tergantung kepada yang memberikan, mubazir tidaknya. Kedua, kalau dari BUMD saya menyayangkan perencanaannya,” ujarnya.

Kendati berada dalam kebijakan Anies, Syarif meminta agar pihak yang merencanakan lebih berhati-hati dalam soal penganggaran. Pelaksanaan belanja barang harus diperhitungkan dulu nilainya sebelum dianggarkan.

“Sekali lagi saya mengingatkan perencanaan yang baik ya tidak asal-asalan. Terulang kesalahan saat perencanaan sehingga pada saat pelaksanaan belanja barang itu menjadi masalah salah satunya belum setahun belum dipangkas,” kata dia.

Sementara itu, Seniman yang membuat instalasi bambu ‘Getah Getih’ Joko Avianto bercerita awal mula ide ini dari permintaan Anies untuk membuat karya seni.  Saat itu, karya seni dimaksudkan sekaligus dalam rangka menyambut Asian Games 2018.

“Sebenarnya dulu Pak Gubernur mengundang langsung kayak saya ‘Mas ini ada event ini nih Asian Games’. Tapi maksudnya pesanan secara khusus iya Pak Gubernur ngomong ke saya membuat karya Asian Games,” kata Joko saat dihubungi, Kamis (18/7).

Diakuinya, karyanya itu memang hanya untuk bersifat waktu jangka pendek. Ia memang sudah memprediksi bahwa umur Getah Getih hanya berkisar antara 6 bulan hingga 1 tahun. “Karya ini memang karya yang sifatnya buat festival. Kan kemarin itu menghadapi Asian Games kan dan 17 Agustus tahun lalu,” kata dia.

Ia juga sempat mewanti-wanti Anies bahwa Getah Getih hanya tahan sampai bulan Februari 2019 dengan sejumlah perawatan. Namun saat itu Anies menyaranan agar menunggu sampai satu tahun.

Hingga kini belum ada pembicaraan lebih lanjut antara Anies dan Joko mengenai instalasi lebih lanjut. “Kalau saya sih sudah tiga kali ya waktu itu saya bilang sampai Februari. Tapi pak Gub bilang nanti saja kita lihat sampai 1 tahun,” kata dia.

Pada tahun 2018 Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan instalasi seni bambu ini dipajang sebagai sebuah karya seni khas Indonesia. Pemasangan dilakukan dalam rangka menyambut perhelatan Asian Games 2018. Pembangunan ini menelan biaya sebesar Rp550 juta

 

sumber: indopos.co.id/cnnindonesia, KAHMI Cilosari 17/DPP SESINDO

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *