Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah menyiapkan rencana aksi dalam penanganan keluarga miskin ekstrim di desa yang ditargetkan nol persen pada tahun 2024.
semarak.co-Menteri Desa (Mendes) PDTT Abdul Halim Iskandar mengatakan, untuk mencapai 0% itu tidaklah dimudah. Namun, dengan tekad kuat dari desa yang ingin mengalami kemajuan dalam meningkatkan ekonomi, sehingga diyakini target itu akan bisa tuntas hingga tahun 2024.
“Menurunkan kemiskinan ini bukanlah pekerjaan ringan tapi juga bukan pekerjaan yang terlalu berat kalau dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan semua pihak melaksanakan tugasnya masing-masing,” ujar Mendes PDTT Halim di Jakarta, Selasa (19/10/2021).
Diakuinya, desa adalah sumber identifikasi masalah, akar pemasalahan pembangunan dimiliki oleh desa. Solusi atas mayoritas permasalahan dapat dipecahkan dari desa. Karena desa mendominasi sebagian besar permasalahan di Indonesia.
“Saya optimistis, kemiskinan ekstrim nol persen hingga tahun 2024 dilevel desa itu akan terwujud. Karena desa itu pasti bisa,” kata Mendes PDTT Halim, sapaan akrabnya, seperti dirilis humas melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT, Selasa (19/10/2021).
Doktor Honoris Causa dari UNY mengatakan, “Dari aspek kewilayahan, 74.961 desa di Indonesia melingkupi 91 persen wilayah seluruh Indonesia. Sedangkan dari aspek kependudukan terdapat sebanyak 43 persen penduduk Indonesia tinggal di desa.”
Lebih dari itu, Mendes PDTT Halim mengatakan, desa memiliki jumlah kemiskinan terbesar dibandingkan kota. Adapun kemiskinan ekstrem di Indonesia mencapai 4 persen atau mencakup 10,9 juta jiwa dan sekitar 7,3 juta jiwa warga miskin ekstrim tinggal di desa.
“Saat ini, persentase penduduk miskin Indonesia mencapai 10,14 persen atau sebanyak 27,54 juta orang. Di Perkotaan, persentase penduduk miskin hanya 7,89 persen. Sedangkan di perdesaan mencapai 13,10 persen,” terang Gus Menteri, sapaan akrab Mendes PDTT Halim.
Berdasarkan Data yang dirilis Badan Pusat Statitik pada bulan Mei 2021 juga disebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di perdesaan lebih rendah dibandingkan perkotaan. Di Perkotaan, Tingkat Pengangguran Terbuka mencapai 8 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 4,11%.
“Data tersebut menyisakan anomali, dimana perdesaan yang memiliki tingkat pengangguran lebih rendah dari perkotaan. Tapi perdesaan memiliki tingkat kemiskinan dan kemiskinan ekstrem lebih tinggi dibandingkan perkotaan,” kata mantan Ketua DPRD Jawa Timur.
Karena itu dalam rencana aksi penanganan kemiskinan ekstrem di desa, salah satu yang akan dilakukan Kemendes PDTT adalah meningkatkan pendapatan warga desa melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, Padat Karya Tunai Desa (PKTD).
Lalu pengembangan dan pelibatan warga desa dalam unit usaha Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan dengan sejumlah program-program pemberdayaan yang dapat meningkatkan pendapatan warga desa. “Dari Sejumlah yang dapat meningkatkan pendapatan Warga tersebut, BUMDes yang paling banyak berkontribusi untuk pembangunan desa dan penguatan ekonomi warga desa.
Apalagi, kata dia, pada tahun 2021 sebanyak 45.233 Bumdes yang masih aktif telah mempekerjakan lebih dari 20 Juta orang dengan omset Rp 4,6 triliun selama setahun terakhir. “Karena itu, saya optimistis angka nol persen kemiskinan ekstrim akan terwujud di tahun 2024,” katanya.
Mendes PDTT Halim membeberkan strategi mengentaskan kemiskinan ekstrem yang ditarget rampung pada 2024 mendatang. Menurut Gus Menteri, kunci menyelesaikan kemiskinan ekstrem hingga 0% sebagaimana dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu ada pada data dan harus diselesaikan di level desa.
“Harus berbasis data mikro, by name by address, satu nama satu alamat, inilah yang harus betul-betul dipersiapkan,” kata Gus Menteri usai meresmikan Sistem internet of think untuk budidaya ikan koi di Desa Kemloko, Nglegok, Blitar, Minggu (17/10/2021).
Saat ini ia sedang merampungkan pemutaakhiran data berbasis SDGs Desa yang didalamnya memuat kondisi warga di setiap desa di Indonesia. Melalui data berbasis SDGs Desa tersebut diharapkan semua program dan bantuan pemerintah seperti BLT Dana Desa, Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan jaring pengaman sosial lainnya betul-betul tepat sasaran.
“Untuk kebutuhan itu, mengentaskan kemiskinan ekstrem tidak butuh anggaran terlalu besar karena semua sudah ada tinggal menetapkan sasaran. Saya meminta para Pendamping Desa agar segera menyelesaikan tugasnya,” pinta Gus Halim, sapaan lain dari Gus Menteri.
Pasalnya, kata Gus Halim, tugas yang paling mendesak adalah menyelesaikan pemutaakhiran data berbasis SDGs Desa. “Pemutakhiran data berbasis SDGs Desa merupakan salah satu faktor utama di dalam pencapaian target pembangunan desa,” pungkas Gus Menteri. (rus/bad/smr)