Tim Kuasa Hukum Badan Pemenagan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi membuat catatan atas fakta-fakta penting selama persidangan gugatan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 14-21 Juni 2019 dan akan diputuskan 28 Juni besok.
Wakil Ketua Kuasa Hukum BPN Prof Denny Indrayana mengatakan, catatan ini bisa juga disebut sebagai kesimpulan. Walau belum disampaikan secara lengkap. Salah satunya adalah fakta bahwa calon presiden (capres) nomor urut 01 Joko Widodo menyalahgunakan posisinya selaku presiden atau sebagai petahana.
“Sehingga hal ini melanggar prinsip kesetaraan dan kesempatan di antara peserta pemilu,” ujar Denny dalam rilis Media Tim Kuasa Hukum BPN, Senin (24/6/2019).
Catatan lain, lanjut Denny, dalam persidangan sengketa hasil Pilrpes 2019 terungkap bahwa cawapres dari paslon 01, KH Maruf Amin masih menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat Bank Mandiri Syariah dan Bank BNI Syariah yang merupakan perusahaan BUMN.
“Maka posisi Maruf sebenarnya bertentangan dengan UU Keuangan Negara, UU Tipikor, Putusan MK, Putusan MA, praktik Kementerian BUMN, dan Putusan Bawaslu KPU yang menyatakan salah seorang caleg Gerindra Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena bekerja di anak usaha BUMN,” bebernya.
Caleg Gerindra dari Dapil Bekasi untuk DPR yang dimaksud adalah Mira Sumirat. ”KPU diskriminatif karena KH Maruf Amin dinyatakan MS (Memenuhi Syarat), sedangkan Mira Sumirat TMS sebaliknya. KPU manipulatif karena mengatakan putusan itu memenuhi putusan Bawaslu,” paparnya.
Padahal faktanya lebih duluan putusan KPU yang menyatakan Mira Sumirat itu TMS, baru kemudian putusan itu dibawa ke Bawaslu yang selanjutnya menyatakan MS atau Memenuhi Syarat.
Putusan Bawaslu itu merupakan hasil mediasi atau perdamaian antara pihak pemohon dalam hal ini Mira Sumirat, dan pihak termohon yakni KPU. “Karena itu kami berkesimpulan kalau KPU tidak bisa menegakkan prinsip kejujuran dan keadilan, sebagai asas pemilu yang diamanatkan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945,” sindirnya.
KPU, kata Denny, telah melanggar prinsip-prinsip dari asas bebas, rahasia, jujur dan adil. Ini terkait tulisan dan ajakan capres petahana kepada para pendukungnya untuk memakai baju putih saat ke TPS. “Capres yang juga Presiden RI dengan ajakannya telah melanggar asas bebas, rahasia, jujur, dan adil,” ujar mantan Wakil Menkumham di era Presiden SBY.
Terkait kecurangan terstruktur, sistematis, dan massif atau TSM, Denny menyebut, penggunaan fasilitas, anggaran, aparat negara, program negara jelas adalah aksi TSM yang melanggar asas jurdil (jujur dan adil).
“Salah satu contoh TSM itu adalah Dana Desa, yang melibatkan presiden yang menaikkan honor pendamping dana desa, ada keterlibatan Kementerian Desa PDT (Pembangunan Daerah Tertinggal), ada surat dari PDI Perjuangan dan video,” ungkapnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, ada keterangan pendamping desa dari Kalimantan Selatan yang pernah ikut pelatihan nasional. Serta dalam pelatihan pendamping desa diarahkan untuk memenangkan Paslon 01. “Itu bukti-buktinya semua sudah kami serahkan ke MK,” beber Denny.
Pelatihan dan pembekalan untuk para saksi paslon 01 dalam acara Training of Trainers (ToT) yang digelar selama dua hari di sebuah hotel mewah di Kelapa Gading, Oktober 2018, terang dia, jelas membuktikan adanya indikasi perbuatan TSM.
“Hal tersebut sesuai keterangan dua orang saksi fakta, yakni saksi Hairul Anas Suaidi yang diajukan sebagai saksi oleh tim hukum 02, maupun saksi fakta Anas Nashikin yang diajukan tim hukum 01,” urut Denny.
Ada presentasi Moeldoko yang berjudul ’Kecurangan adalah Bagian dari Demokrasi’, lanjut dia, ada presentasi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebutkan penaklukan Pulau Sumatera dengan memanfaatkan para kepala daerah yang sudah menyatakan dukungan kepada paslon 01.
Manfaatkan posisi sebagai incumbent, kapitalisasi program pemerintah, kuasai penyelengara pemilu sampai ke level KPPS. Ada juga presentasi Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa tengah) yang mengatakan ’Kalau aparat netral buat apa’, ada juga pernyataan ’aparat adalah saksi’, dan kehadiran pejabat negara, kehadiran KPU dan bawslu, termasuk kehadiran presiden yang juga capres dari 01. Ini semua membuktikan adanya kecurangan TSM,” pungkasnya. (lin)