Indonesia Miliki Modal Jadi Pusat Keuangan Syariah, OJK Nilai Tergantung Kinerja Perbankan Syariah

Tangkapan layar aplikasi video conference Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara sebagai pembicara kunci dalam webinar bertajuk Menggenjot Akselerasi Keuangan Syariah di Kalangan Milenial di Jakarta, Jumat (25/6/2021). Foto: wartaekonomi di internet

Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pusat keuangan syariah dunia. Karena Indonesia didukung beberapa modal yang tak dimiliki oleh negara lain. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar, dimana sebesar 87% atau sekitar 230 juta penduduknya pemeluk agama Islam.

semarak.co-Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara menegaskan, dengan jumlah penduduk itulah Indonesia seharusnya bisa lebih mendalami Syariah Islam. Sudah seharusnyalah Indonesia menjadi pusat keuangan syariah.

Bacaan Lainnya

“Merupakan potensial customer yang sangat besar bagi ekonomi dan keuangan Syariah,” kata Tirta sebagai pembicara kunci dalam webinar bertajuk Menggenjot Akselerasi Keuangan Syariah di Kalangan Milenial di Jakarta, Jumat (25/6/2021).

Sektor keuangan syariah memang terus tumbuh dan berkembang. Namun, tentu saja pencapaian ini tidak terlepas dari kinerja industri perbankan syariah, industri keuangan nonbank syariah dan juga pasar modal syariah yang terus-menerus memainkan peranan yang sangat strategis meskipun di masa pandemi COVID-19.

Adapun dukungan modal pertama, rinci Tirta, ialah pertumbuhan aset keuangan syariah di Indonesia terus menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Per akhir Maret 2021, total aset keuangan syariah di luar saham syariah mencapai Rp 1.863 triliun.

“Tentu saja pencapaian ini tidak terlepas dari kinerja industri perbankan syariah, industri keuangan nonbank (IKNB) syariah dan pasar modal syariah yang terus memainkan peranan yang sangat strategis meskipun di masa pandemi Covid-19,” ucapnya.

Modal selanjutnya, kata Tirta, ialah Indonesia merupakan negara dengan populasi umat muslim terbesar dunia. Sehingga, potensi pasar keuangan syariah dalam negeri sangat seksi untuk dikembangkan secara optimal.

Selain itu, tingginya populasi generasi milenial dan z juga juga merupakan peluang emas untuk menggenjot pertumbuhan keuangan syariah di tanah air. Mengingat, mayoritas kedua kelompok tersebut telah memiliki kemampuan keuangan yang cukup baik.

Maka kelompok milenial ini jelas merupakan critical economic player yang dapat berperan dalam mengakselerasi pertumbuhan keuangan Syariah. Berdasarkan data OJK, hingga Maret 2021 total aset keuangan syariah tidak termasuk saham syariah telah mencapai Rp1.863 triliun.

Atau sekitar 10% dari total aset industri keuangan yaitu dari perbankan syariah. “Itu market share 6,4% dari yang nonbank syariahnya 4,4% dan yang pasar modal syariahnya cukup tinggi yaitu 17,3%,” ucapnya.

Penerbitan masterplan ekonomi keuangan syariah Indonesia tahun 2019-2024 oleh Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) juga merupakan sebuah tonggak penting dalam pengembangan industri keuangan syariah di Indonesia.

Dengan segenap potensi ini OJK berharap industri keuangan syariah dapat berperan optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional khususnya juga di masa pandemi ini.

Sekadar informasi, dalam rangka mendukung industri keuangan yang sehat, stabil, dan berdaya saing tinggi OJK meluncurkan Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025. Kehadiran cetak biru tersebut sebagai pendukung pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan di Indonesia.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, cetak biru ini berperan sebagai pedoman bagi para pemangku kepentingan dalam menentukan arah dan prioritas pengembangan SDM khususnya dalam mendukung kesiapan menghadapi perkembangan terkini.

“Cetak biru ini disusun secara bersama-sama dengan para pemangku kepentingan, di antaranya asosiasi kelembagaan/profesi serta akademisi,” kata Wimboh dalam sambutan di Jakarta, Selasa (25/5/2021).

Ada beberapa alasan yang menjadi dasar mengapa perlu disusun Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan 2021-2025. Alasan- alasan tersebut:

Pertama, transformasi digital yang berlangsung saat ini perlu didukung dengan sumber daya manusia yang memadai.

Kedua, implementasi tata kelola, risiko dan kepatuhan memerlukan sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas.

Ketiga, kesenjangan kompetensi sumber daya manusia saat ini masih tinggi; Keempat, dinamika perubahan global yang perlu diantisipasi dalam pengembangan sumber daya manusia.

Kelima, pertumbuhan sektor jasa keuangan syariah perlu didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas.

Keenam, industri sektor jasa keuangan mengelola dana masyarakat sebesar Rp23.234 triliun (per Desember 2020);

Ketujuh, aspek perlindungan konsumen yang perlu diperkuat dengan menyediakan sumber daya manusia yang kompeten, dan “Kedelapan, sampai saat ini kita belum memiliki Cetak Biru Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Jasa Keuangan,” papar Wimboh. (net/l6c/aku/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *