Iman dan Imun: Tiga Pembelajaran Penyintas Covid-19

Rektor IPB Prof Dr Airf Satria pada upacara pengukuhan guru besar tetap IPB University di kampus IPB Dramaga, Bogor, Sabtu (11/1/2020). Foto: indopos.co.id

Oleh Arif Satria *

semarak.co– ‘Terpilih’ menjadi bagian dari penyintas (survivor) Covid-19 tentu bukanlah hal yang saya harapkan. Namun saya bersyukur, karena barangkali begitulah cara-Nya agar saya punya kesempatan belajar hal baru, termasuk introspeksi diri. Paling tidak ada tiga catatan pembelajaran yang dapat saya bagikan sebagai penyintas Covid-19.

Bacaan Lainnya

Pertama, ketahanan spiritual. Ibnu Sina mengatakan, “kepanikan adalah separoh penyakit, ketenangan adalah separo obat, dan kesabaran adalah langkah awal kesembuhan”. Karena itu, pertanyaannya : apa yang menjadi sumber ketenangan?

Mengingat Allah adalah sumber ketenangan hati (QS Arra’d: 28) dan dalam QS Al-Baqarah 152 Allah juga berfirman, “Karena itu ingatlah kepadaku, niscaya aku akan ingat kepadamu”.

Mengingat Allah berarti semakin mendekatkan diri: dzikir, sholawat, tadarus Al-Quran, mendengarkan ayat-suci Al Quran, beribadah dan doa secara total. Ingat, Al Quran adalah juga sumber syifa atau “obat” dalam arti luas, sebagaimana firmanNYA, “Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi syifa’ dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”(QS. Al Isra’: 82).

Mendekatkan diri adalah membangun keikhlasan dan membangun prasangka baik, termasuk melihat cobaanNYA ini sebagai momentum perbaikan diri. Yakni, momentum menjadi pribadi yang berkualitas yang sabar, rendah hati, peduli, dan menjadi hamba yang lebih baik.

Kekuatan iman mendatangkan kemampuan mengambil hikmah setiap cobaan. Ingat janji Allah bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan (QS 94:5-6). Kekuatan iman akan mendatangkan prasangka baik.

Prasangka baik kepada Allah adalah sumber ketenangan, dan ketenangan adalah sumber peningkatan imun, dan imun adalah pertahanan terbaik menghadapi penyakit. Karena itu, berprasangka baiklah kepada Allah karena Allah akan berkehendak sesuai prasangka hambanya.

Kedua, ketahanan interpersonal. Saya menyatakan secara terbuka bahwa saya positif terkenan Covid-19, untuk memudahkan tracing dan meminimumkan risiko menularnya ke orang lain. Setelah informasi meluas, doa terus bergema.

Yang pokok adalah doa orang tua dan keluarga yang memiliki ketulusan khusus. Begitu pula peran para sahabat dalam: (a) mengirimkan doa dan semangat, (b) mengirimkan tips pengobatan, dan bahkan banyak yang (c) membantu obat-obatan.

Komunikasi interpersonal yang baik menjadi sumber kebahagiaan. Sebaliknya, komunikasi interpersonal yang buruk akan menjadi energi negatif yang menguras emosi yang bisa menurunkan imun.

Cinta tulus tak bersyarat para sahabat melalui doa dan atensi adalah energi positif yang menciptakan ketenangan, semangat baru, dan optimisme kesembuhan yang bisa memperkuat imun.

Ketiga, ketahanan fisik, yang bisa muncul dari ketahanan spiritual dan interpersonal di atas. Namun demikian ketahanan fisik juga harus diperkuat dengan tindakan medis.

Rumah sakit (RS) memiliki standar obat-obatan anti Covid-19 berupa paket multi vitamin C-D-E & zinc, obat-obatan termasuk antibiotik, makanan bergizi dan obat kumur, yang sebagian besar ditujukan peningkatan imun. RS melakukan pemantauan rutin suhu, tekanan darah dan saturasi.

Siapapun yang dinyatakan positif sebaiknya dibawa ke rumah sakit untuk diagnosis: paru-paru, darah, dan sekaligus deteksi kemungkinan ada penyakit sampingan yang akan berpengaruh untuk strategi pengobatan Covid-19.

Selain itu, saya mengkonsumsi obat-obatan herbal berbagai merk, propolis, permen Cajuput kayu putih inovasi IPB, madu, jahe merah, dan setiap saat menghirup aroma minyak kayu putih baik dengan euca roll on, maupun menghirup uap air panas yang ditetesi kayu putih.

Saya juga mengkonsumsi air Zam Zam. Banyak juga yang mengirimkan ramuan herbal lainnya tak bermerk, yang sebagian saya konsumsi ketika sudah mengetahui kandungannya. Semua konsumsi obat herbal perlu kita konsultasikan ke dokter.

Jadi, kunci menghadapi Covid-19 adalah imun, dan peningkatan imun bisa terjadi karena penguatan ketahanan spiritual, interpersonal, dan fisik.

Tulisan ini tidak berpretensi sebagai analisis faktor kesembuhan. Tulisan ini adalah sekedar cerita dan refleksi apa yang saya lakukan dan alami selama 6 hari perawatan di RS ini, yang Alhamdulillah kemudian dinyatakan sembuh setelah uji swabnya negatif. Mari kita terus saling mendoakan semoga sehat selalu sehat walafiat. Semoga bermanfaat.

Sentul, 26 September 2020

*) penulis adalah pasien sembuh Covid-19 yang juga Rektor IPB.

 

sumber: WA Group Jurnalis Kemenag

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *