Hukum Berpuasa Sunnah di Hari-hari Tasyriq!

Ilustrasi keutamaan puasa Arafah. foto: internet

Oleh Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby *

semarak.co-Saudaraku kaum Muslimin rohimakumulloh. Ada diantara saudara kita yang bertanya: “Bolehkah berpuasa sunnah di hari-hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah) itu?”

Bacaan Lainnya

Insya Alloh, berikut ini jawabannya: Dalam masalah ini, akan kami sebutkan lebih dulu beberapa hadits Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam yang terkait masalah ini:

PERTAMA: Hadits dari ‘Aisyah dan Ibnu Umar rodhiyallohu ‘anhuma, keduanya pernah berkata:

لم يرخص في أيام التشريق أن يصمن إلا لمن لم يجد الهدي

“Tidak ada keringanan untuk berpuasa pada Hari-Hari Tasyriq  kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan Hadyu (hewan sembelihan qurban bagi jama’ah haji di tanah suci).” (HR Imam Al-Bukhori, no. 1997-1998)

KEDUA: Hadits Nubaisyah Al-Hudzali rodhiyallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أيام التشريق أيام أكل وشرب

“Hari-Hari Tasyriq adalah hari-hari makan dan minum (yakni hari raya).” Dalam riwayat lainnya ada tambahan:

وذكر الله

“Dan (hari-hari) berdzikir kepada Alloh (yakni dengan melafadzkan takbir dan sebagainya).” (HR Imam Muslim, no. 1141)

KETIGA: Hadits dari Ka’ab bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, juga mirip dengan hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha seperti yang tersebut di atas. (HR Imam Muslim, no. 1142)

KEEMPAT: Hadits ‘Amru bin Al-‘Ash rodhiyallohu ‘anhu. Imam Abu Dawud rohimahulloh berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abdulolloh bin Maslamah Al-Qo’nabi, dari Malik, dari Yazid bin Al-Had, dari Abu Murroh maula Ummu Hani’:

أنه دخل مع عبد الله ابن عمرو رضي الله عنهما على أبيه عمرو بن العاص رضي الله عنه، فقرب إليهما طعاما، فقال : كل، فقال : إني صائم، فقال عمرو : كل فهذم الأيام التي كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرنا بافطارها وينهانا عن صيامها. قال مالك : وهي أيام التشريق.

“Bahwasannya dia masuk bersama Abdulloh bin ‘Amru rodhiyallohu ‘anhuma ke rumah bapaknya (yakni) ‘Amru bin Al-‘Ash rodhiyallohu ‘anhu (salah seorang sahabat Nabi), lalu dia mendekatkan (menyajikan) makanan kepada keduanya, lalu dia berkata: “Makanlah!”

Dia (Abdulloh bin Amru) berkata: “Sesungguhnya aku berpuasa!” ‘Amru berkata: “Makanlah, ini adalah hari-hari dimana Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk berbuka (yakni makan dan minum), dan melarang kami berpuasa.” Malik (salah seorang perowi hadits ini) berkata: “Yakni hari-hari tasyriq !”  (HR Imam Abu Dawud, no. 2401)

Tentang hadits tersebut, guru kami Syaikh Abu Abdillah Zayid bin Hasan bin Sholih Al-Wushobi Al-Umari hafidzhohulloh berkata: “Hadits tersebut juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad (4/197) dan Al-Hakim (1/435) dari jalan-jalan (seperti pada hadits riwayat Imam Abu Dawud di atas, kemudian juga diriwayatkan dari jalan-jalan lainnya, sebagaimana yang dikeluarkan Al-Baihaqi (4/297), sanadnya shohih.”

Hadits tersebut juga dikeluarkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwaththo’ (1/376),…..hadits ini juga disebutkan guru kami (yakni Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rohimahulloh) dalam As-Shohihul Musnad (2/89) dengan lafadz dari Abu Dawud.” ( Al-Jami’ li Ahkamil ‘Idain, minal Kitab was Sunnah wa Aqwalil Aimmah, hal. 27)

Intinya, hadits tersebut sanadnya shohih!

Dalil-dalil tersebut sangat jelas menunjukkan pada kita: tidak bolehnya berpuasa sunnah di Hari-Hari Tasyriq karena hari-hari tersebut termasuk hari raya kaum muslimin. Tetapi meskipun demikian, para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, dan berikut ini penjelasannya:

PENDAPAT PERTAMA: Boleh berpuasa pada hari-hari itu, khususnya bagi orang-orang yang melakukan haji Tamattu’, bila mereka tidak mendapatkan Al-Hadyu (hewan sembelihan qurban di tanah suci) untuk berqurban, tetapi tidak boleh berpuasa pada hari-hari itu untuk yang selain mereka.

Diriwayatkan bahwa ini adalah pendapatnya Ibnu Umar, Aisyah, juga pendapatnya Ubaid bin Umair, Malik, Al-Auza’i, Ishaq, dan juga As-Syafi’i dalam salah satu pendapatnya. Dalil mereka adalah hadits-hadits yang telah disebutkan di atas.

PENDAPAT KEDUA: Tidak boleh berpuasa sunnah di hari-hari itu secara mutlak (baik untuk orang yang berhaji maupun yang selain mereka). Diriwayatkan, bahwa ini adalah pendapatnya Ali, Abdulloh bin Amru bin Al-Ash, juga pendaapatnya Abu Hanifah, Ibnul Mundzir, Dawud Ad-Dhohiri, juga pendapat yang masyhur dari Imam As-Syafi’i dan pendapat yang rojih dari Imam Ahmad bin Hambal dari dua pendapat beliau dalam masalah ini.

PENDAPAT KETIGA: Boleh berpuasa secara mutlak. Diriwayakan bahwa ini pendapat dari Az-Zubair bin Al-Awwam, Ibnu Umar dan juga Ibnu Sirin rohimahulloh. Dari tiga pendapat tersebut di atas, yang rojih (kuat dan terpilih) adalah pendapat pertama (yakni, bagi orang yang tidak sedang berhaji, dilarang untuk berpuasa sunnah.

Tetapi bagi orang yang berhaji tamattu’, dan tidak mendapatkan binatang hadyu, boleh baginya untuk berpuasa). Hal ini karena kesesuaiannya dengan dalil-dalil yang telah disebutkan di atas.

Disamping itu, ada dalil lainnya yang menunjukkan bahwa Hari-Hari Tasyriq merupakan juga Iedul Muslimin (Hari raya kaum Muslimin), sebagaimana dalam hadits Uqbah bin ‘Amir rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يوم عرفة ويوم النحر، وايام التشريق عيدنا أهل الإسلام ، وهن أيام أكل وشرب

“Hari Arofah (tanggal 9 Dzulhijjah), Hari Nahr (tanggal 10 Dzulhijjah) dan Hari-Hari Tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah) adalah hari-hari raya kita kaum muslimin, hari-hari tersebut adalah hari-hari makan dan minum.”

(HR Imam Ahmad 4/152), Abu Dawud no. 2402, At-Tirmidzi no. 773, Ibnu Abi Syaibah (3/376), Ibnu Khuzaimah no. 2100 dan Al-Baghowi dalam Syarhus Sunnah no. 1790, sanadnya shohih), wallohu a’lamu bis showab.

(Maroji’: Al-Muhalla (4/451), Al-Mughni (3/164), Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (6/486), Syarh Shohih Muslim (hadits no. 1141), Al-Mufhim (3/199), dan Fathul Bari (4/242), lihat pula Al-Jami’ li Ahkamil ‘Idain, minal Kitab was Sunnah wa Aqwalil Aimmah (hal. 25-28), karya guru kami Syaikh Zayid Al-Wushobi hafidzhohulloh).

Jadi, kesimpulannya: “Tidak boleh berpuasa Sunnah di hari-hari tasyriq, bagi orang-orang yang tidak sedang menunaikan ibadah haji! Dan hukumnya adalah haram!”

Wallohu a’lamu bis showwab! Semoga pembahasan yang ringkas ini bermanfaat bagi kita semuanya… Akhukum fillah. Allohu yubaarik fiikum….

Surabaya, Ahad pagi yg sejuk, 10 Dzulhijjah 1443 H / 10 Juli 2022 M

 

sumber: WAGroup PERKOKOH PERSATUAN MUSLIM (postMinggu10/7/2022/)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *