HMS Center Minta Pemerintah Tak Buru-Buru Longgarkan PSBB, DPR : Hentikan Saja PSBB karena Tak Efektif

Anggota DPR dari Fraksi Golkar Dedi Mulyadi. foto: indopos.co.id

Anggota DPR Dedi Mulyadi menyampaikan agar penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah dihentikan karena sudah tidak efektif. Gantikan, kata Dedi, dengan karantina komunal berbasis RW (rukun warga) dan desa saja.

semarak.co -“Kondisi sekarang sudah tidak efektif. Saya mengusulkan PSBB diganti dengan karantina komunal berbasis RW dan desa,” kata Dedi dalam sambungan telepon dari Karawang, Minggu (10/5/2020).

Bacaan Lainnya

Melalui karantina komunal, nilai Dedi, di setiap desa mulai tingkat RW disediakan tempat karantina, pos penjagaan, alat pelindung diri, ambulans dan alat pengukur suhu tubuh. Bahkan disarankan agar tes swab dilakukan di tingkat RW.

Dengan karantina komunal itu setiap pengurus RW menutup sendiri daerahnya masing-masing sehingga saat ada orang yang masuk ke kampungnya diperiksa terlebih dahulu.

Menurut dia, masyarakat desa dikenal mandiri dan mereka bisa menjaga kampungnya sendiri, membangun jalan sendiri, membangun pos ronda sendiri bahkan bisa membuat sistem sendiri.

Konsep karantina komunal tersebut kini tengah dilaksanakan di Purwakarta. Dedi menyatakan kalau karantina komunal itu bisa jauh lebih efektif dibandingkan dengan PSBB yang kini diterapkan di sejumlah kabupaten/kota di tanah air.

Legislator dari Partai Golkar ini mengatakan PSBB kini sudah tidak efektif karena beberapa hal. Di antaranya ada kebijakan pemerintah pusat yang melonggarkan transportasi.

Pelonggaran transportasi membuat interaksi orang semakin tinggi dan banyak. Sementara PSBB bertujuan untuk menekan jumlah orang berinterkasi baik antar-individu maupun antar-wilayah. Tetapi lalu lintas mobil tetap bisa lolos pos pemeriksaan di tengah PSBB. Penjagaan ketat hanya dilakukan pada jam-jam tertentu.

“Kalau PSBB tidak efektif karena aturannya terlalu panjang dan lama sehingga berdampak pada ekonomi dan sosial masyarakat. Belum lagi kebijakan pemerintah pusat yang melonggarkan transportasi,” ulang Dedi menandaskan.

Di sisi lain, lanjut Dedi, ada kebijakan yang berbenturan, yakni PSBB dan kelonggaran transportasi. Kondisi itu membuat masyarakat bingung. “Sektor ekonomi jadi terhenti kalau kebijakan PSBB terlalu lama,” kata Dedi.

Mantan Bupati Purwakarta ini juga mengatakan kebijakan PSBB tidak sepenuhnya ditaati masyarakat. Seperti satu toko buka, tetapi toko lain tutup. Orang berkerumun di satu toko yang buka, dan itu tidak ada artinya PSBB untuk menekan interaksi manusia.

Alasan lain PSBB sudah tidak efektif adalah kebijakan itu malah memicu problem sosial akibat bantuan dampak corona yang tak merata dan salah sasaran. “Daripada tidak jelas, ya sudah hentikan saja PSBB, karena membingungkan masyarakat oleh regulasi yang aneh-aneh,” kata Dedi.

Dampak lain dari PSBB adalah membuat aparat jenuh saat menjaga pos pemeriksaan, sehingga mudah emosi ketika menghadapi masyarakat yang bandel. Tapi sisi lain, masyarakat juga mulai jenuh karena tak bebas berpergian.

Sementara itu, Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center Hardjuno Wiwoho meminta pemerintah tidak buru-buru melakukan relaksasi atau pelonggaran penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Alangkah bijak jika perubahan kebijakan didasarkan sepenuhnya pada pertimbangan kesehatan. Pelonggaran PSBB ini agak aneh, karena berdasarkan grafik pertumbuhan kasus positif COBID-19 ini, belum ada petunjuk yang dapat membenarkan hadirnya kebijakan relaksasi,” kata Hardjuno dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/5/2020).

Meski kurva penyebaran virus ini mulai melandai. “Perubahan kebijakan yang begitu cepat, bantah-bantahan antarlembaga negara atau kementerian, kebingungan terkait anggaran yang dibutuhkan dalam mengatasi pandemi, membuat masyarakat kebingungan,” ujarnya.

Hardjuno menilai relaksasi ini harus dipertimbangkan pemerintah dalam menghadapi wabah virus ini. Apalagi kebijakan pemerintah ini tanpa dasar yang kuat. Ia menilai relaksasi ini membuat makin masifnya persebaran virus corona ke daerah.

Hal ini menguatkan dugaan bahwa pemerintah belum mempunyai grand desain penanganan virus corona. “Sepertinya, pemerintah sudah kehabisan akal dalam mengatasai wabah Covid-19,” ungkapnya.

Hardjuno Wiwoho yang menyebutkan relaksasi ini semacam karpet merah bagi Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China untuk masuk Indonesia. “Ini kan jelas tidak adil. disatu sisi, aturan PSBB ini begitu ketat untuk rakyat sendiri, disisi lain justru longgar bagi orang asing,” katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina HMS Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal meminta pemerintah melakukan kajian secara komprehensif terkait rencana relaksasi PSBB.

Hal ini penting agar tujuan utama utama penerapan PSBB, yakni menjaga nyawa, keamanan, dan kesejahteraan rakyat benar-benar terwujud. “Pelonggaran PSBB harus dikaji secara matang. Jangan grasa grusu. Pertimbangkan keselamatan rakyat,” tegasnya.

Selain itu, Mantan Kapuspen Kejagung ini mengimbau aparat keamanan yang bertugas di daerah perbatasan bersikap tegas dan ekstra ketat dalam mengawasi arus kendaraan dan orang yang keluar masuk, terutama berasal dari negara pandemic virus Corona seperti China.

Ketegasan aparat sangat penting agar pelaksanaan PSBB berjalan sesuai dengan harapan. “Pemerintah harusnya membatasi pergerakan warga negara asing yang akan masuk ke Indonesia, sebagaimana pemerintah membatasi masyarakatnya sendiri dengan PSBB. Jangan diberi ruang kelonggaran sedikitpun,” katanya.

HMS Center melakukan Bakti Sosial (Baksos) di Kompleks kediaman Almarhum Kiai Kholiq Soetardjo alias Aula Eyang Apih di RT 02 RW 10 Desa Cilebut Timur, Kampung Petahunan, Bogor, Rabu (13/5/2020).

Hadir dalam acara Baksos ini Ketua Dewan Pembina HMS, Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal, Dewan Pembina Gerakan HMS Ibu Lily Wahid , Bendahara Umum HMS Center, Drs. Pambudi Pamungkas Karyo serta Ketua Tim Advokasi Kesehatan HMS Center, Dr Ir D`Hiru, MMD, MM.

Sebelumnya, HMS Center menggelar kegiatan di beberapa titik di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bogor, Tangerang, Tasikmalaya dan Banten. Dalam Baksos ini, HMS Center membagikan 3500 paket Jamu Herbal Kenkona kepada warga yang terdampak Covid-19 di Cilebut, Bogor. (net/lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *