Oleh Ahmad Khozinudin *
semarak.co-Versi Polisi, Orang yang ditembak mati di Mabes Polri berjenis kelamin perempuan berusia 25 tahun, berinisial ZA, pada Rabu (31/03) sore. Meskipun pelaku wanita, gelarnya bukan Almarhumah. Wanita yang ditembak mati ini oleh Polisi digelari ‘lone wolf’, berideologi ISIS. Begitu, katanya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan hal itu dalam jumpa pers sekitar pukul 21.00 WIB, Rabu (31/3/2021). “Yang bersangkutan adalah tersangka atau pelaku ‘lone wolf’ yang berideologi radikal ISIS,” kata Kapolri.
Uniknya, orang – yang ditembak mati – ini langsung diketahui berinisial ZA, 25 tahun, asal Ciracas, Jakarta Timur. KTP orang ini langsung ditemukan. Bukan hanya meninggalkan KTP, seperti cerita klasik tentang teroris sebelumnya, Pelaku juga meninggalkan Surat Wasiat.
Bahkan, orang yang ditembak mati ini lebih baik, sempat membuat Instagram yang baru dibuat atau diposting sekitar 21 jam lalu. Jadi, lengkap sudah kebaikan orang ini. Meninggalkan KTP, bikin wasiat, dan wariskan Instagram. Sehingga, memudahkan polisi untuk merangkai ‘Cerita’ tentang kejadian.
Berdasarkan unggahan Instagram, langsung dikaitkan dengan ISIS dan langsung narasi ideologi radikal menjadi menu utama pemberitaan. Dari Instagram, juga langsung dikaitkan dengan Jihad.
Padahal, sekali lagi semua narasi cerita ini hanya bersumber sepihak dari kepolisian tanpa ada pembanding, dan tanpa ada dasar logika untuk menguatkan atau membenarkannya, disebabkan orang yang ditembak mati, yang kemudian disebut terduga pelaku teroris, tak sempat dimintai keterangan dan/atau klarifikasi.
Karena itu, publik perlu mempertanyakan sejumlah muskilah sebagai berikut:
Pertama, tentang sistem keamanan di Mabes Polri. Sebegitu lemah kah sistem keamanan dan deteksi dini, sebagai upaya pencegahan akan adanya potensi kejahatan di Mabes Polri Tidak adakah, pemeriksaan pengunjung sejak sebelum masuk area Mabes, yang biasanya wajib lolos Metal Detektor dan sesuai Protap wajib meninggalkan KTP.
Kenapa, KTP ditemukan pasca kejadian, bukan diperoleh sebelum orang yang ditembak mati ini memasuki area Mabes? Peristiwa ini bukan menggambarkan besarnya ancaman kejahatan kepada Mabes Polri, tapi mengkonfirmasi kecerobohan pengamanan Mabes Polri sehingga hal yang mustahil terjadi bisa terjadi.
Apalagi, serangan yang diklaim dilakukan dengan 6 kali tembakan hanya dilakukan oleh seorang wanita, sendirian. Kedua, Polisi diberikan wewenang memegang senjata dan menggunakannya untuk tujuan melumpuhkan, dan membawanya ke pengadilan. Bukan untuk membunuh, dan mengirimnya ke kuburan.
Sebab, mayat tak bisa di interogasi, tak bisa di BAP, tak bisa dituntut dimuka pengadilan. Padahal, polisi itu penegak hukum, bukan mesin pembunuh. Tujuan pelumpuhan, adalah agar pelaku masih bisa di BAP dan dihadapkan di muka persidangan. Karena itu, tindakan tembak mati oleh polisi bertentangan dengan prosedur dan wewenang kepolisian.
Jika dianggap Noodweer (pembelaan terpaksa/darurat), serangan seorang perempuan tak bisa diambil tindakan pembelaan dengan menembak mati. Belum lagi, kepolisian punya kemampuan menembak di area yang melumpuhkan, bukan menembak di area yang mematikan.
Ketiga, semua cerita tentang Surat Wasiat, KTP, hingga Instagram hanya versi kepolisian, belum dikonfirmasi dengan pelaku karena pelaku langsung ditembak mati. Adapun terkait apa yang ditemukan polisi, ilustrasi sederhananya: Wasiat bisa ditulis siapapun dan dinisbatkan kepada siapapun, Instagram bisa dibuat oleh siapapun dan dinisbatkan kepada siapapun dan KTP bisa dibuat oleh siapapun dan dinisbatkan kepada siapapun.
Karena itu, semua cerita yang dikabarkan tidak memiliki otoritas dan otentitas sebagai cerita sahih yang berasal dari sumber yang kredibel, yakni pelaku. Sebab, pelakunya ditembak mati.
Keempat, dan inilah yang biasa dijadikan farming. Semua diarahkan pada isu radikalisme, dan yang dimaksud radikal adalah Islam. Karena, narasi radikalisme selalu dibumbui dengan atribut Islam seperti berkerudung, bercadar, jihad, gerakan Islam, simbol bendera Islam, dan ujungnya selalu digunakan untuk mendeskreditkan umat Islam.
Semua parade terorisme selalu memiliki pola dan narasi yang sama, dari cerita sebelumnya hingga cerita ini, dan cerita yang akan ada selanjutnya. Persis narasi Global War on Terorism yang digembar-gemborkan oleh Amerika sejak peristiwa 911. War On Terorism yang bermetamorfosis menjadi War On Radicalsm hakekatnya adalah War On Islam.
*) penulis adalah Sastrawan Politik
sumber: WAGroup PA Al-Wasliyah P.Brayan (post Jumat 2/4/2021)