Terbitnya fatwa jihad dari sejumlah ulama terkemuka dunia yang dimotori Syeikh Ali Al-Qaradaghi menjadi oase di tengah kebuntuan upaya mengakhiri genosida Palestina yang dilakukan zionis Israel jahanam.
Semarak.co-Fatwa ini muncul setelah 17 bulan perang brutal yang menghancurkan Gaza di Palestina dan menewaskan lebih dari 50 ribu rakyat Palestina dengan tragis dan mirisnya anak-anak dan Perempuan jadi korbannya.
Mandulnya peran pemimpin Arab dan ketidakberdayaan dunia internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menghentikan serangan gelapa mata zionis Israel menjadi alasan utama diterbitkannya fatwa tersebut.
Dalam fatwa berisi 15 poin itu, para ulama menyerukan keterlibatan aktif negara-negara Islam untuk mengambil tindakan militer, ekonomi, dan politik guna menghentikan genosida yang mengerikan di Palestina.
Direktur World Moslem Studies Center (Womester) Prof. KH. M. Noor Harisudin mendukung atas diterbitkannya fatwa tersebut. Menurut Prof KH Haris, fatwa jihad melawan Israel oleh Syeikh Ali Al-Qaradaghi dan 14 ulama yang lain adalah sangat signifikan dan urgen.
“Keputusan fatwa Syeikh Ali Al-Qaradaghi memiliki bobot yang signifikan terhadap 1,7 milyar penduduk muslim dunia dalam situasi saat ini. Dunia Islam perlu bersatu dan bertindak nyata untuk menghentikan genosida di Palestina,” tegas Prof. Haris, sapaan akrab Prof KH M Noor Harisudin.
Menurut Prof. Haris yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember itu menjelaskan, setidaknya terdapat empat alasan kuat yang menopang pentingnya fatwa tersebut:
Pertama, sejak 7 Oktober 2023, Israel melakukan penghancuran sistematis di Palestina. Dengan dalih menghancurkan Hamas, Israel menyerang Gaza, menewaskan lebih dari 50.523 orang, melukai ratusan ribu, dan membuat jutaan warga mengungsi.
Kedua, Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag pada 19 Juli 2024 menyatakan pendudukan Israel di Palestina ilegal dan melanggar hukum internasional.
Ketiga, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menetapkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, sebagai penjahat perang, bersama Komandan Hamas, M. Deif (yang telah meninggal).
“ICC juga menerbitkan surat penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant, namun belum ada tindak lanjut,” tutur Prof KH Haris dirilis yang dilansir melalui WAGroup Jurnalis Kemenag, Selasa sore (8/4/2025).
Keempat, Israel melanggar gencatan senjata dengan Hamas. Setelah kesepakatan gencatan Januari 2025 berakhir pada 18 Maret 2025, Israel kembali menyerang Gaza, menewaskan lebih dari 1.000 warga. Aksi ini dinilai sebagai upaya membumihanguskan rakyat Palestina secara terang-terangan.
Meski tidak mengikat secara hukum, lanjut Prof Haris, fatwa jihad tersebut berdampak besar secara sosial, menyasar hampir dua miliar umat Muslim di 55 negara, dan mempertegas solidaritas global terhadap Palestina.
Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 mewajibkan umat Islam mendukung kemerdekaan Palestina dan mengharamkan segala bentuk dukungan terhadap agresi Israel.
“Bentuk dukungan meliputi pengumpulan zakat, infak, sedekah, penggalangan dana kemanusiaan, doa kemenangan, dan Salat Gaib untuk para syuhada. MUI juga mendorong langkah diplomatik pemerintah di PBB dan OKI,” ujar Prof KH Haris yang Guru Besar UIN KHAS Jember.
Serta mengimbau umat menghindari transaksi dengan produk yang mendukung penjajahan dan zionisme. Dirinya menambahkan, Fatwa jihad tersebut perlu dibaca dalam spektrum makro, sebagai gerakan moral global yang memperkuat konsolidasi negara-negara Muslim untuk membela Palestina melalui langkah konkret, dengan tetap di bawah kendali negara.
Dengan kata lain, warga harus tunduk dalam kendali negara untuk melakukan jihad terhadap Israel. Hal ini penting untuk menjaga ketertiban, mencegah kekacauan, serta memastikan bahwa aksi jihad dilakukan secara terorganisasi, sah secara hukum.
“Dan tidak menimbulkan masalah baru di kancah internasional. Secara eksternal, fatwa ini menjadi seruan moral lintas agama yang menegaskan perjuangan melawan ketidakadilan dan genosida, bukan serangan terhadap agama tertentu,” pungkasnya. (smr)