Hendropriyono Spill Penunggang Demo yang Tiba-tiba Melayat, Faizal Assegaf Desak Prabowo Tangkap Hendropriyono

Tangkapan layar platform YouTuber Faizal Assegaf dalam satu acara podcast. Foto: internet

Kritikus politik sekaligus Ketua Progres 98 Faizal Assegaf menegaskan bahwa gelombang kerusuhan yang melanda berbagai daerah adalah bukti nyata kegagalan tata kelola pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi selama 10 tahun terakhir.

Semarak.co – Faizal menilai bahwa Upaya sejumlah tokoh, termasuk Hendropriyono yang mencoba mengarahkan opini publik agar tidak menyalahkan lingkar kekuasaan Jokowi adalah bentuk pembodohan.

Bacaan Lainnya

“Jangan bodohi rakyat dengan manuver politik murahan. Fakta kerusuhan dan kekacauan ini adalah hasil dari salah urus Jokowi selama satu dekade, Seharusnya Hendropriyono yang ditangkap,” tegas Faizal dikutip seputarcibubur.com dari video viral di akun instagram @faisal.asegaf, Senin (1/9/2025).

Faizal menuding lingkar inti kekuasaan Jokowi bermanuver di tengah kerusuhan, berganti topeng dalam berbagai drama politik, seolah-olah pihaknya tidak terlibat dalam kegaduhan nasional. “Jejak sepuluh tahun penuh arogansi, kebohongan, dan kelicikan kini berbalik menjadi petaka nasional. Jangan cuci tangan seolah bersih,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa berbagai masalah, mulai dari dugaan pelanggaran HAM, skandal politik, hingga kekerasan terhadap masyarakat kecil, tak lepas dari lemahnya tata kelola negara di era Jokowi. Faizal menyebut, Hendropriyono ingin mengesankan sebagai jenderal yang senior yang ingin membela rakyat.

Padahal hendropriyono kerap ada di berbagai peristiwa kejahatan termasuk kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib pada 2004. Faizal menilai situasi ini seharusnya menjadi bahan evaluasi penting bagi pemerintahan Prabowo Subianto.

Menurutnya, akar masalah ada di jantung kekuasaan, bukan faktor eksternal. “Sumber kerusakan negara ini ada di meja presiden. Kalau tidak dievaluasi, sejarah kelam ini akan terus berulang,” ujar Faizal.

Sebagai aktivis Reformasi 1998 dan pendiri Presidium Alumni 212, Faizal dikenal sebagai pengkritik keras berbagai rezim, mulai dari era SBY-Boediono hingga Jokowi-JK. Ia menegaskan kritiknya kali ini bukan semata menyerang, melainkan untuk membuka mata publik terhadap realitas politik yang selama ini ditutupi.

Kronologi Kerusuhan Agustus 2025

28 Agustus: Demo dimulai damai dipicu oleh isu tunjangan anggota DPR Rp50 juta/bulan.

Memuncak saat ojek online Affan Kurniawan tertabrak Barakuda Brimob dan tewas, pemicu emosi massa yang makin meluas.

29–30 Agustus: Demonstrasi meluas ke Surabaya, Bandung, Yogyakarta—terjadi pembakaran kantor DPRD dan mess MPR, serta vandalism besar-besaran; termasuk penjarahan rumah pejabat dan fasilitas publik.

30 Agustus: Tragedi di Makassar: tiga orang tewas setelah massa membakar gedung DPRD Sulsel. Presiden Prabowo memerintahkan penindakan tegas kepada pelaku.

Sementara Hendropriyono memapar bahwa gelombang demonstrasi yang mengguncang Jakarta dan sejumlah kota besar Indonesia pada akhir Agustus 2025 memunculkan berbagai tafsir. Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini angkat bicara.

“Dengan mengingatkan adanya pihak-pihak yang mencoba menunggangi situasi demi kepentingannya. Jangan sampai ada yang mengail di air keruh. Kalau sampai terjadi revolusi, yang paling banyak jadi korban adalah anak-anak,” sindir Hendro diwawancara kanal YouTube Prof. Rhenald Kasali, Minggu (31/8/2025)

Hendro juga menyoroti fenomena ganjil di lapangan, termasuk munculnya politisi yang melayat korban kerusuhan tanpa alasan yang jelas. “Langkah-langkah seperti itu menjadi indikasi adanya kelompok yang berupaya memanfaatkan momentum untuk kepentingan tertentu,” ujar Hendro dilansir seputarcibubur melalui laman pencarian google.co.id, Senin malam (1/9/2025).

Meski begitu, Hendro dinilai sebagian kalangan terlalu konspiratif. Para pengamat sosial menilai pergerakan massa kali ini jauh lebih cair dan sulit dipetakan. Mereka menyebut aksi-aksi itu menyerupai jaringan rizomatik, tanpa pusat, tanpa komando tunggal, dan tanpa dalang yang bisa dengan mudah dilacak.

Kondisi ini membuat strategi lama aparat, seperti memburu koordinator atau membubarkan struktur organisasi, tak lagi efektif. Justru, setiap bentuk represi memicu kemarahan baru yang menjalar lebih luas. Di saat bersamaan, kritik terhadap pemerintah juga makin meluas.

Mulai dari isu mahalnya biaya hidup, kebijakan kontroversial hingga ketidakpuasan terhadap elit politik. Ledakan kemarahan publik juga terlihat dari aksi penjarahan rumah pejabat dan politisi, seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani. (net/spc/gle/smr)

Pos terkait